BGN Catat 6.457 Siswa Jadi Korban Keracunan MBG

- Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat 6.457 siswa menjadi korban keracunan menu Makan Bergizi Gratis (MBG) dari Januari hingga September 2025.
- Kasus keracunan terjadi di Pasar Rebo, Jakarta Timur, dan Kabupaten Kadungora, Garut. Penyebabnya adalah standar prosedur tidak dipatuhi oleh Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG).
- BGN memberikan sanksi penutupan sementara kepada SPPG yang melanggar SOP dan menyebabkan kegaduhan serta meminta mereka untuk memperbaiki SOP-nya dan mitigasi trauma bagi para penerima manfaat.
Jakarta, IDN Times - Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat ada 6.457 siswa yang menjadi korban keracunan menu Makan Bergizi Gratis (MBG). Data itu tercatat pada periode 6 Januari hingga 30 September 2025.
Kasus keracunan MBG ini termasuk yang terjadi di Pasar Rebo, Jakarta Timur, dan Kabupaten Kadungora, Garut, beberapa waktu lalu.
"Kasus terakhir yang terjadi di sekolah di Pasar Rebo dan Kadungora. Kejadian di Kadungora merupakan kejadian yang tidak terduga karena sebetulnya SPPG (Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi) memberikan makanan dua kali. Pertama, masak segar, lalu karena mau ada renovasi, mereka membagikan makanan untuk hari ini. Salah satu menu makanan yang dibagikan adalah susu," ujar Dadan memaparkan data kasus keracunan saat rapat kerja dengan komisi IX DPR RI di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025).
Menurut data yang diterima Dadan, menu susu itu yang menyebabkan terjadinya gangguan pencernaan. Sejak awal pemaparan, Dadan tidak menggunakan istilah 'keracunan'. Ia lebih memilih menggunakan istilah 'gangguan pencernaan' untuk kasus-kasus yang ditemukan dalam distribusi MBG.
Padahal, dalam kasus keracunan MBG di Kabupaten Kadungora, tiga korban harus dirujuk ke RSUD dr Slamet Garut. Salah satu di antara korban keracunan MBG masih berusia balita.
Dadan menilai dari data yang diterima jumlah kasus keracunan terus meningkat dalam dua bulan terakhir. Setelah ditelusuri, penyebabnya karena standar prosedur tidak dipatuhi oleh SPPG.
"Salah satu contohnya pembelian bahan baku dilakukan H-2 (memasak). Ada pula yang dibeli H-4 (proses memasak). Ada yang sudah kami tetapkan dari proses memasak hingga delivery tidak boleh lebih dari enam jam, optimalnya empat jam," tutur dia.
Sementara, dalam kasus keracunan massal di Bandung Barat, SPPG sudah mulai memasak sejak pukul 21.00 hari sebelumnya. Kemudian MBG dibagikan 12 jam sesudahnya.
Alhasil, BGN memberikan sanksi penutupan sementara karena dianggap melanggar SOP dan menyebabkan kegaduhan. Selama proses penutupan sementara itu, SPPG diminta memperbaiki SOP-nya dan mitigasi trauma bagi para penerima manfaat.
"Penutupan sementara waktunya tidak terbatas, tergantung dari SPPG mampu melakukan penyesuaian diri dan menunggu hasil investigasi," katanya.