Bima Arya: Ajaib RI Anut Sistem Presidensil Tapi UU Kepresidenan Tidak Ada

- Legislatif punya UU MD3, tapi presiden tak punya UU KepresidenanBima menyoroti belum adanya Undang-Undang Kepresidenan di Indonesia. Padahal Republik ini telah sepakat menganut sistem pemerintahan presidensial.
- RUU Pemilu jangan sampai didorong oleh kepentingan partisanBima menekankan, penyusunan RUU Pemilu jangan sampai didorong oleh kepentingan partisan atau jangka pendek. Harus jadi momentum untuk menata ulang sistem politik secara komprehensif.
- Sambut baik wacana bantuan dana parpolBima turut menyoroti pentingnya penguatan pendanaan partai politik melalui skema bantuan keu
Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menyoroti belum adanya Undang-Undang Kepresidenan di Indonesia. Padahal Republik ini telah sepakat menganut sistem pemerintahan presidensial.
Hal tersebut disampaikan Bima Arya dalam diskusi daring Ngoprek: Tindak Lanjut Putusan MK Terkait Penyelenggaraan Pemilu Anggota DPRD, Minggu (27/7/2025).
“Kita sejak reformasi ikhtiar untuk menguatkan multi-partai sederhana. Sekali lagi, multi-partai sederhana yang disandingkan dengan sistem presidensil. Ini pun belum tuntas," kata Bima.
Belum adanya UU Kepresidenan ini menandakan bahwa perumusan arsitektur ketatanegaraan di Indonesia belum tuntas. Sehingga ini harus jadi momentum dalam rangka penyusunan revisi Undang-Undang Pemilu setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 135/2024.
"Kenapa? Ya karena Undang-Undang Kepresidenan pun belum ada. Agak ajaib menurut saya. Kita menganut sistem presidensil, tetapi tidak ada undang-undang kepresidenan," imbuh dia.
1. Legislatif punya UU MD3, tapi presiden tak punya UU Kepresidenan

Bima mengatakan, sejak era reformasi, Indonesia telah menapaki jalan menuju penguatan sistem multi-partai sederhana yang sejalan dengan sistem presidensial. Namun, secara regulasi, pembangunan sistem ini masih belum tuntas.
Ia menilai, keberadaan UU ini sangat penting untuk membatasi batasan dan kewenangan masing-masing lembaga negara. Ia pun heran kenapa UU Kepresidenan belum ada.
“Undang-undang tentang DPR ada, MD3 ada, segala macam. Tapi presiden tidak ada. Ini kan harus jelas, batasannya apa, kewenangannya apa, dan racikannya," tutur mantan Wali Kota Bogor dua periode itu.
2. RUU Pemilu jangan sampai didorong oleh kepentingan partisan

Lebih jauh, Bima juga menekankan, penyusunan RUU Pemilu jangan sampai didorong oleh kepentingan partisan atau jangka pendek. Namun, harus jadi momentum untuk menata ulang sistem politik secara komprehensif.
“Yang perlu kita pastikan adalah jangan sampai proses revisi ini lebih kental terhadap kepentingan jangka pendek atau kepentingan partisan,” ujar Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Menurutnya, revisi Undang-Undang Pemilu harus diletakkan dalam kerangka yang lebih besar, yaitu menguatkan kembali pelembagaan politik, merespons kepentingan nasional jangka panjang, serta menjaga integrasi bangsa.
Bima mengingatkan, Indonesia saat ini tengah berada dalam posisi strategis menuju status negara maju dalam dua dekade mendatang.
Oleh sebab itu, reformasi sistem politik harus mendukung target-target besar nasional, mulai dari bonus demografi hingga transisi energi. Di sisi lain, pentingnya menjaga kesinambungan antara kepentingan lokal dan nasional melalui sistem pemilu yang tepat. Momentum keserentakan yang sudah dicapai dalam siklus pemerintahan pusat dan daerah saat ini harus dijaga.
“Kalau dulu di 1998-1999, semangat kita ya euforia membuka keran demokratisasi, gitu. Belum kita berbicara Indonesia maju, Indonesia emas. Jauh banget rasanya saat itu. Nah, sekarang ini dimensinya berbeda," ungkap Bima
3. Sambut baik wacana bantuan dana parpol

Dalam diskusi itu, Bima turut menyoroti pentingnya penguatan pendanaan partai politik melalui skema bantuan keuangan partai yang berorientasi pada integritas, bukan sekadar menambah dana tanpa akuntabilitas.
Kendati, Bima mengingatkan agar usulan ini tidak dimaknai bahwa ada keinginan bagi negara untuk memperkaya partai politik. Pendanaan partai politik tetap penting untuk dilakukan, tapi harus disandingkan dengan komitmen parpol menjaga integritasnya.
“Jadi party funding, pendanaan politik ini sangat penting sekali. Teman-teman KPK sudah bolak-balik diskusi dengan Kementerian Dalam Negeri, Bappenas yang memasukkan itu ke dalam rencana pemberantasan korupsinya, dan tentunya bagaimana menyandingkan antara dana politik, bantuan politik itu dengan sistem integritas partai politik," kata dia.