Buka Bersama dari Masa ke Masa: Lebih dari Sekadar Tradisi Ramadan

- Bukber momen kebersamaan dan silaturahmi yang dinanti umat Muslim di Indonesia selama Ramadan
- Tradisi ini mengakar sejak zaman Rasulullah SAW, menjadi budaya di keluarga, sekolah, teman, kolega, hingga tren di masyarakat
Jakarta, IDN Times - Buka puasa bersama (bukber) jadi momen paling dinanti-nanti umat Muslim, khususnya di Indonesia saat Ramadan. Tradisi ini tidak hanya sekadar berbagi hidangan setelah seharian menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menjadi ajang mempererat silaturahmi di tengah kesibukan sehari-hari.
Sejak zaman Rasulullah SAW, berbuka puasa bersama telah dianjurkan kebersamaan dan keberkahan. Seiring berjalannya waktu, bukber menjadi budaya yang mengakar di masyarakat, mulai dari lingkup keluarga, sekolah, teman, hingga kolega. Namun, di balik keseruan dan antusiasme menyambut bukber, ada nilai-nilai mendalam yang perlu dipahami.
1. Telah ada sejak zaman Rasulullah SAW

Dilansir dari situs resmi UIN Suska, tradisi bukber telah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Dalam satu riwayat, diterangkan bahwa Rasulullah pernah menganjurkan untuk buka puasa bersama. Hal tersebut tertuang dalam Hadis Riwayat Abu Dawud, yang berbunyi:
“Para sahabat Nabi Muhammad SAW bertanya, ‘Mengapa makan tidak kenyang?’ Kemudian, Nabi balik bertanya, ‘Apa kalian makan sendiri?’ Para sahabat menjawab, ‘iya.' Kemudian Rasulullah SAW menjawab lagi, “Makanlah kalian bersama-sama dan bacalah basmalah, maka Allah SWT akan memberikan berkah kepada kalian semua." (HR Abud Dawud).
Namun, kebiasaan buka puasa bersama kian berkembang dan menjadi sebuah tren di dalam masyarakat.
2. Tradisi bukber dari masa ke masa

Di Indonesia sendiri, tradisi bukber sudah ada sejak zaman kerajaan Islam seperti kesultanan Demak dan Kesultanan Mataram. Pada masa itu, bukber diselenggarakan di masjid atau lingkungan keraton.
Tradisi bukber sebenarnya telah melekat menjadi tradisi di berbagai daerah di Indonesia dengan istilah masing-masing. Di antaranya seperti Meugang di Aceh, Nyorog di Jakarta, Megibung di Bali, hingga Megengan di Jawa.
Selain sebagai ibadah, tradisi bukber juga menjadi momen untuk mempererat hubungan sosial. Di era modern kini, bukber tidak hanya dilakukan bersama keluarga atau tetangga, tetapi juga di sekolah, kantor, komunitas yang dilakukan sebagai ajang silaturahmi untuk memperkuat rasa persaudaraan.
3. Bukber lebih dari sekadar makan bersama

Dilansir dari Lembaga Dakwah Indonesia (LDII), bukber tidak hanya sekadar mengenyangkan perut, melainkan memiliki makna yang mendalam.
Terdapat rasa kebersamaan dalam menyantap hidangan yang disajikan mencerminkan eratnya silaturahmi, baik di lingkup keluarga, teman, maupun kolega. Momen ini sekaligus menjadi ajang bertukar cerita dan memperkuat rasa persaudaraan.
4. Bukber sebagai wujud rasa syukur dan silaturahmi

Lebih dari sebuah tradisi, bukber menjadi pengingat bagi setiap individu untuk selalu bersyukur atas nikmat yang telah Allah SWT berikan. Bersyukur atas kesempatan untuk menjalankan ibadah puasa, menikmati hidangan berbuka, dan merajut tali silaturahmi dengan sesama. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 152
“Maka ingatlah kalian kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepada kalian. Bersyukurlah kalian kepada-Ku, dan janganlah kalian ingkar kepada-Ku.”
Rasulullah SAW juga mengajarkan bahwa rasa syukur tidak hanya ditujukan kepada Allah, tetapi juga kepada sesama manusia. Dalam Hadis Tirmidzi disebutkan:
“Barang siapa yang tidak bersyukur kepada manusia maka dia tidak bersyukur kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)