Bagaimana Ketentuan Mahar Uang dalam Pernikahan di Islam?

Ada potensi hilangkan syarat mahar lho

Jakarta, IDN Times - Mahar atau yang biasa disebut dengan maskawin adalah sesuatu yang tidak asing di Indonesia. Sebab, mahar merupakan bagian wajib dalam pernikahan, yakni pemberian dari mempelai laki-laki kepada mempelai wanita.

Dalam Islam, mahar hukumnya wajib dan dapat menjadi bentuk kesungguhan sang lelaki kepada wanita yang akan dinikahinya. Di Indonesia, umumnya mahar yang digunakan berupa seperangkat alat salat, perhiasan, maupun uang tunai.

Lantas, bagaimana ketentuan menggunakan uang sebagai mahar pernikahan? Berikut penjelasan ketentuan mahar uang dalam pernikahan di Islam.

Baca Juga: 5 Tujuan Mulia Pernikahan dalam Pandangan Islam

1. Besaran atau jumlah mahar pernikahan berupa uang, hukumnya sunah dalam Islam

Bagaimana Ketentuan Mahar Uang dalam Pernikahan di Islam?Ilustrasi Uang Rp75000 (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

Ketentuan mengenai besaran atau jumlah mahar pernikahan sebenarnya memiliki berbagai pendapat dari para ulama. Setidaknya ada tiga pendapat utama mengenai besaran mahar sebagaimana dikutip dari NU Online.

Abu Tsaur menentukan seberat 500 dirham untuk mahar, sementara Imam Abu Hanifah menetapkan 10 dirham. Sedangkan Mazhab Syafi‘i tidak memberikan batasan terkait jumlah dan bentuk mahar.  

Adapun satu dirham merupakan mata uang seberat 2,975 gram perak. Sehingga, jumlah 2,975 gram perak ini dapat dikonversi ke dalam rupiah sesuai dengan harga perak yang sedang berlaku.

Meski tidak ada batasan wajib mengenai jumlah minimal dan maksimal mahar, namun apabila memberi mahar kurang dari 10 dirham akan dianggap terlalu murah dan tidak menghargai wanita. Sedangkan apabila lebih dari 500 dirham maka akan dinilai arogan.

2. Syarat sah barang yang bisa dijadikan mahar

Bagaimana Ketentuan Mahar Uang dalam Pernikahan di Islam?Pedagang menunjukkan pecahan uang rupiah kuno di Pasar Baru, Jakarta, Jumat (30/10/2020) (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Termasuk sebagai kewajiban dalam proses pernikahan, mahar tentu tidak bisa diberikan dengan sembarangan. Mahar harus diserahkan dalam kondisi sebaik-baiknya, serta memenuhi syarat sah sebuah mahar.

Setidaknya ada empat syarat mahar antara lain memiliki nilai berharga, barangnya suci dan mempunyai manfaat, bukan barang yang tidak jelas keadaannya, serta bukan barang ghasab atau barang milik orang lain yang digunakan tanpa izin.

Dengan demikian, sejatinya mahar tidak harus dalam jumlah besar atau mahal, melainkan harus berharga, bermanfaat dan halal. Sebab mahar bukanlah tujuan utama pernikahan dan nominalnya dapat disesuaikan dengan kondisi masing-masing pihak.

3. Fenomena mahar uang yang dihias berpotensi hilangkan syarat mahar

Bagaimana Ketentuan Mahar Uang dalam Pernikahan di Islam?IDN Times/Istimewa

Di Indonesia marak terjadi pernikahan dengan mahar unik, yakni uang kertas yang dihias dan dibentuk sedemikian rupa kemudian dibingkai dengan indah.

Uniknya lagi, jumlah uang yang digunakan biasanya disesuaikan dengan tanggal penting seperti hari pernikahan atau hari-hari spesial lainnya. Fenomena tersebut sebenarnya sah-sah saja, asalkan diperhatikan dengan seksama.

Dilansir dari ANTARA, Bank Indonesia menegaskan uang yang dihias untuk mahar pernikahan harus tetap dalam kondisi aslinya, tidak boleh dilipat atau dirusak. Selain itu juga tidak boleh menggunakan uang mainan yang mirip uang asli, karena dikhawatirkan bisa digunakan untuk transaksi bila tidak teliti.

Tidak hanya itu, mahar uang yang dihias dan dibingkai juga berpotensi menghilangkan syarat mahar yaitu bermanfaat. Sebab biasanya mahar yang dihias tersebut mementingkan estetika atau nilai keindahan, sehingga tidak bisa digunakan dan hanya dijadikan pajangan.

Baca Juga: Bolehkah Pasangan Agama Islam dengan Katolik Menikah di Indonesia?

Topik:

  • Rochmanudin
  • Septi Riyani

Berita Terkini Lainnya