ICW Ungkap Cara ASN Dipolitisasi untuk Kepentingan Pilkada 2024

- ICW mengungkap praktik pengerahan ASN di Pilkada 2024 berpotensi terjadi imbas Pilpres 2024.
- Praktik pengerahan ASN untuk kepentingan politik diperkirakan akan meningkat di pilkada November 2024.
- Pemberian imbalan dan ancaman, seperti mutasi, dilakukan untuk memobilisasi ASN dalam mendukung calon tertentu.
Jakarta, IDN Times - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap praktik pengerahan aparatur sipil negara (ASN) berpotensi terjadi di Pilkada 2024 mendatang. Kepala Divisi Bidang Korupsi dan Politik ICW, Egi Primayoga menuturkan fenomena pengerahan ASN makin marak terjadi imbas Pilpres 2024 lalu.
Menurutnya, pada gelaran pilpres yang digelar Februari 2024 lalu, turut mengerahkan ASN untuk memenangkan dan mendukung calon tertentu.
"Praktik pengarahan ASN memang juga menjadi praktik yang marak ketika pemilu, terutama pilkada kalau pun kita lihat kemarin ada dugaan itu terjadi di dalam pilpres," tutur dia dalam acara diskusi di Rumah Belajar ICW, Jakarta Selatan, Selasa (13/8/2024).
1. Pengerahan ASN untuk memenangkan kandidat berpotensi meningkat di pilkada

ICW memprediksi, praktik pengerahan ASN untuk kepentingan politik akan meningkat di pilkada yang digelar November 2024 nanti. Modusnya, kepala daerah tertentu akan menggerakkan ASN untuk memenangkan kandidat yang didukung.
"Tapi ternyata di pilkada itu lebih marak, karena kepala daerah itu terutama incumbent atau bahkan sekarang pejabat, andai kata dia mendukung salah satu calon, dia bisa mengarahkan ASN untuk memilih kandidat yang dia dukung," tutur Egi.
2. ASN yang terlibat diberi imbalan, sementara yang tak patuh akan disanksi

Salah satu cara yang dilakukan untuk memobilisasi ASN ialah dengan memberikan imbalan dan ancaman. Egi memberikan contoh, ASN yang taat dengan instruksi yang diberikan untuk mendukung kandidat tertentu akan diberikan imbalan. Sementara bagi ASN yang membangkang bakal dikenakan sanksi secara tidak langsung, berupa mutasi.
"Modelannya juga bermacam-macam, ada yang sifatnya dengan imbalan ataupun juga hukuman. Dengan imbalan dalam arti, ketika misalnya seorang ASN itu mendukung calonnya, ketika si calon itu menang, dalam pemilu nanti, dalam pilkada nanti, dia bisa mendapatkan posisi yang lebih baik dari sebelumnya, naik jabatan. Atau juga dalam hal ini adalah hukuman, dalam arti ketika dia tidak menjalankan praktik atau komando itu, dia bisa dimutasi, diturunkan jabatan, atau dipindah ke posisi yang tidak diinginkan," ungkap Egi.
3. Selama tidak diadili, kecurangan menjadi sesuatu yang normal

Lebih lanjut, kata Egi, selama kecurangan Pemilu 2024 lalu tidak diusut dan diadili, maka perilaku culas pada gelaran pemungutan suara akan menjadi hal yang wajar. Bahkan, kecurangan akan terus berpotensi terjadi di setiap gelaran kontestasi, baik pilpres, pileg, maupun pilkada.
"Kita harus ingat bahwa, tidak ada pengungkapan secara patut ataupun adil terhadap kecurangan yang terjadi pada pemilu 2024 lalu, sehingga itu akan menjadi ternormalisasi, orang-orang akan berani untuk melakukan praktik kecurangan dan sekali lagi itu akan terjadi secara masif di Pilkada 2024," bebernya.