Jokowi Wacanakan 3 Kartu Sakti, Begini Tanggapan Mensos

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko 'Jokowi' Widodo akan menambah 3 kartu sakti jika terpilih kembali menjadi presiden. Tiga kartu itu adalah Kartu Indonesia Pintar (KIP) kuliah, Kartu Sembako Murah, dan Kartu Pra Kerja. Sebelumnya, Jokowi telah mengeluarkan 5 kartu sakti yakni Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Beras Sejahtera (Rastra), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).
"Kartu Sembako Murah merupakan (rencana) program baru. Sekarang oleh Kemensos sedang dirumuskan opsi-opsi dalam rangka mengimplementasikan arahan presiden untuk mencetak atau membentuk program sembako murah," kata Agus di Kementerian Sosial, Jakarta, Kamis (28/2).
1. Rencana 3 kartu sakti masih dipelajari

Menurut Agus, ada beberapa opsi yang masih dipelajari secara intensif, misalnya program sembako murah yang terintegrasi dengan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Segala kemungkinan itu masih dirumuskan.
"Ataukah program itu merupakan program di luar Program Keluarga Harapan (PKH) dan BPNT. Apakah program itu merupakan program bantuan belanja pangan secara umum atau menggunakan kartu diskon, misalnya. Ketika masyarakat pegang kartu itu dia diberikan diskon untuk dibelanjakan sembako. Jadi ini masih dirumuskan di Kemensos, perlu kerja sama pihak terkait misalnya dengan Himbara BUMN," kata Agus.
2. Masyarakat miskin akan terbantu dengan beragam program sosial

Menurut Agus, masyarakat miskin akan terbantu dengan beragam program sosial Kemensos. Selain kartu bansos, kata Agus, Kemensos juga memastikan bantuan tidak salah sasaran.
"Apakah itu (kartu sakti) bagian BPNT yang ditransformasikan menjadi kartu sembako murah ataukah program tersendiri di luar BPNT, masih dirumuskan. Pada dasarnya ini upaya pemerintah membantu masyarakat di tingkat paling bawah, khususnya terkait bahan pangan," tutur Agus.
3. Kartu sembako dianggap bukan upaya pencitraan jelang pilpres

Agus juga meyakini progam Kartu Sembako Murah bukan upaya pencitraan Jokowi untuk menarik simpati masyarakat jelang pemilihan presiden. Menurut dia, Jokowi bekerja bukan atas dasar pencitraan. Hal itu bisa dilihat dari komitmen untuk mengurangi angka kemiskinan.
"Misal ketika 2018 lalu kondisi ekonomi dunia sangat berat, rupiah melemah, tapi di ujugnya kita membaik. Pak Jokowi tetap mengeluarkan kebijakan afirmatif membantu masyarakat pra sejahtera. Program PKH justru dinaikkan," tegasnya.
4. Kartu Sakti dinilai tak efisien

Berdasarkan hasil survei Indonesia Corruption Watch (ICW), kartu-kartu sakti itu dinilai tidak terlalu efisien. ICW pernah merilis pelaksanaan Kartu Indonesia Pintar (KIP) di empat daerah, yaitu Kota Medan, Kota Yogyakarta, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Kupang. Hasilnya menyebutkan masih banyak warga miskin (41,9 persen) yang belum terdaftar sebagai peserta KIP/PIP.
Dikutip dari antikorupsi.org, hasil penelitian ICW juga menyebutkan adanya potensi korupsi dana kapitasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) yang nilainya hingga belasan triliun rupiah. Korupsi ini diduga dapat dilakukan oleh birokrat daerah di sektor kesehatan. Kajian tersebut dilakukan terhadap pasien Penerima Bantuan Iuran (PIB) 2017di pusat-pusat kesehatan masyarakat di 14 daerah.
5. Data yang digunakan dinilai belum akurat

Selain itu, permasalahan yang muncul dalam program kartu sakti Jokowi itu berada di kementerian teknis. Untuk KIP, masalahnya adalah data yang digunakan belum akurat. Distribusi kartu dan pencairan dana masih bermasalah. Kartu belum diterima peserta meski mereka sudah mengetahui atau bahkan menerima sebagian dana. Untuk KIS, permasalahan juga hampir sama. Evaluasi dan pemantauannya kurang ketat.
Untuk itu, Jokowi harus turun langsung mengevaluasi dan memantau pelaksanaan programnya. Penataan ulang data kemiskinan dari survei Badan Pusat Statistik harus dilakukan. Sinkronisasi data rakyat miskin tersebut harus dilakukan bersama Tim Nasional Percepatan Pengurangan Kemiskinan, Kementerian Sosial, serta melibatkan kementerian teknis, yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Kesehatan. Ini perlu karena Kemendikbud punya data pokok pendidikan berbasis satuan atau entitas pendidikan.
Selanjutnya adalah memastikan bahwa dana KIP dan dana kapitasi KIS/Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola BPJS Kesehatan tidak dikorupsi. Jokowi harus memastikan berjalannya sosialisasi program ke masyarakat miskin hingga ke pedesaan terpencil.