LBH Pers Dorong Pasal Ujaran Kebencian UU ITE Dihapus dari Revisi

Jakarta, IDN Times - Babak baru pembahasan revisi kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) berlanjut tahun ini.
Pemerintah sudah menyerahkan rancangan revisi terbaru ke DPR RI dan akan dibahas DPR dalam masa sidang baru yang dimulai 14 Maret 2023.
Direktur LBH Pers Ade Wahyudin menyoroti beberapa hal yang termuat dalam usulan revisi UU ITE oleh pemerintah. Sejumlah pasal 28 ayat 2, karena tak sedikit jurnalis yang dikriminalisasi dengan pasal soal ujaran kebencian ini.
"Karena aturan ini ditafsirkannya secara luas, dorongannya adalah pasal ini juga dihapuskan," katanya.
1. Pemidanaan informasi bohong dalam draf revisi UU ITE

Belum lagi ada tambahan pasal 28a ayat 2 terkait pemidanaan informasi bohong dalam draf revisi UU ITE yang beredar. Menurutnya ada beberapa kriminalisasi penyebaran informasi bohong yang menjerat jurnalis dan aktivis.
"Karena di pasal ini definisinya sangat luas, sehingga sangat rentan menjadi alat kriminalisasi," ujar Ade.
2. Aturan yang muat pemblokiran hambat kebebasan berekspresi

Beberapa hal lain yang disoroti oleh Ade adalah pasal 40 ayat 2a dan 2b tentang pemblokiran. Di mana kewenangan soal pengaturan blocking dan filtering konten harusnya diatur tegas mekanismenya sesuai dengan due process of law.
"Bagaimana pasal ini sebenarnya sering kali menghambat kebebasan berekspresi, karena memang tidak adanya proses hukum yang jelas," ujarnya.
3. Serangan pada 834 pembela HAM

Sementara Campaign Manager Amnesty International Indonesia, Nurina Savitri mengatakan revisi UU ITE tak melindungi kelompok rentan. Belum lagi aturan ini lekat dengan perspektif keamanan, tak ada satupun muatan HAM di dalam.
“Sangat kental dengan perspektif keamanannya,” katanya,
Data Amnesty mencatat bahwa selama 2019-2022 menunjukkan ada serangan pada pembela HAM sebanyak 834 orang, bentuknya mulai dari kriminalisasi hingga penahanan polisi dengan korban aktivis bahkan jurnalis.