Mabes TNI Tepis Ada Penambahan Personel untuk Jaga Kondisi Jakarta

- Pangdam Jaya perintahkan prajurit TNI bubarkan kerumunan di Jakarta
- Kemhan sebut TNI tidak ambil alih kewenangan polisi untuk amankan Jakarta
- Keberadaan alutsista di ibu kota jadi catatan untuk investor asing
Jakarta, IDN Times - Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Brigjen TNI Freddy Ardianzah mengatakan tidak ada penambahan personel untuk menjaga kondisi Jakarta tetap aman. Keberadaan prajurit TNI yang terlihat lebih sering wara-wiri lantaran ada permohonan dari pihak kepolisian kepada TNI.
Sebelumnya, IDN Times mendapatkan informasi soal adanya penambahan hingga 73 ribu personel TNI ke Jakarta. Sementara, jumlah personel TNI di ibu kota mencapai 13 ribu.
"Tidak ada penambahan personel. Sesuai dengan surat permohonan dari Polri tentang perbantuan personel TNI kepada Polda atau Polres hingga situasi keamanan dan ketertiban masyarakat kondusif," ujar Freddy kepada IDN Times melalui pesan pendek pada Senin (8/9/2025).
Keberadaan personel TNI di ruang publik lebih sering terlihat sejak akhir Agustus 2025 lalu. Sebab, sejak 31 Agustus lalu, personel TNI dan polisi melakukan operasi skala besar di sekeliling Jakarta. Patroli itu dilakukan dua kali dalam sehari.
Kebijakan patroli skala besar itu ditempuh usai Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan kepada Panglima TNI dan Kapolri agar menindak tegas pendemo yang bertindak anarki. Operasi patroli itu pun telah memasuki hari ke-9. Sejauh ini belum ditemukan kejadian yang signifikan di Jakarta.
1. Pangdam Jaya perintahkan prajurit TNI bubarkan kerumunan di Jakarta

Sebelumnya, Panglima Kodam Jaya, Mayjen TNI Deddy Suryadi, memberikan instruksi khusus kepada anggotanya dalam pengamanan Jakarta pada Minggu malam, 31 Agustus 2025. Ia memerintahkan agar membubarkan tiap kerumunan yang ditemukan, sebab, dari kerumunan cenderung menjadi aksi anarki.
"Di mana ada kerumunan, kamu bubarin. Jelas ya?" tanya Deddy kepada anggotanya dari Kodam Jaya di Monas pada 31 Agustus 2025 lalu.
"Siap, jelas!" jelas, prajurit.
Deddy mengatakan masyarakat tetap boleh menyampaikan pendapat asal dilakukan secara tertib. Namun, bila ditemukan ada orang yang terlihat ingin melakukan provokasi, maka prajurit Kodam Jaya diminta menangkapnya.
"Kecuali ada orang yang coba-coba, baru kamu ambil. Diambil itu maksudnya diamankan. Setelah itu, nanti ada petugasnya," tutur jenderal bintang dua tersebut.
Instruksi tersebut disampaikan sebelum dilakukan patroli keliling Jakarta gelombang kedua pada malam hari. Patroli skala besar itu dilakukan bersama dengan personel kepolisian.
2. Kemhan sebut TNI tidak ambil alih kewenangan polisi untuk amankan Jakarta

Kepala Biro Informasi Pertahanan Kementerian Pertahanan, Brigjen TNI Frega Wenas Inkiriwang menjelaskan prajurit TNI yang wara-wiri di jalan-jalan Jakarta saat ini bukan menandakan situasi keamanan sudah diambil alih oleh militer. Kebijakan itu merupakan tindak lanjut instruksi Presiden Prabowo Subianto yang memerintahkan agar membantu Polri dalam pengamanan.
"Ini adalah bentuk perbantuan TNI kepada Polri atas arahan Presiden Prabowo Subianto dan permintaan Kapolri kepada Panglima TNI tanggal 30 Agustus 2025," ujar Frega ketika menjawab pertanyaan IDN Times pada Senin (8/9/2025) di kantor Kemhan, Jakarta Pusat.
Ia menggarisbawahi dalam bertindak TNI dan Kemhan tetap mengacu kepada konstitusi. Kedua institusi itu, kata jenderal bintang satu tersebut, tak ingin melanggar aturan yang sudah ada.
"Perbantuan TNI kepada Polri itu diatur di dalam Undang-Undang nomor 3 tahun 2004 dan revisi UU TNI tahun 2025. Jadi, ini harus dipahami oleh masyarakat bahwa tidak betul TNI ingin mengambil alih peran polisi," katanya.
Namun, dalam perbantuan pengamanan bagi Polri, ada satu komando yang sama. Sehingga, tidak ada dualisme komando.
"Sehingga, ketika pasukan TNI melakukan patroli jangan sampai ada arahan dari orang luar yang tidak bisa dipertanggung jawabkan, begitu terjadi aksi-aksi sporadis, karena ada patroli ini, akhirnya kami yang menjadi tumbal, sehingga kesatuan komando menjadi penting," tutur dia.
Patroli yang dimaksud Frega adalah patroli skala besar yang dilakukan dua kali dalam sehari. Patroli itu dimulai sejak Minggu, 31 Agustus 2025 hingga hari ini. Kebijakan patroli skala besar diberlakukan pascainstruksi dari Prabowo untuk menindak tegas pendemo yang berbuat anarki.
Sekali lagi, Frega menegaskan TNI tidak ingin mengambil alih pengamanan di Tanah Air dari pihak kepolisian. Ia juga menyebut penerapan status darurat militer sangat jauh untuk dapat diberlakukan. Sebab, untuk bisa menerapkan darurat militer harus melewati sejumlah tahapan.
"Selain itu, sebelum masuk ke darurat militer, harus dikonsultasikan ke legislatif sehingga bukan menjadi keputusan sepihak dari Kemhan saja," imbuhnya.
3. Keberadaan alutsista di ibu kota jadi catatan untuk investor asing

Sementara, dalam pandangan peneliti dan perubahan sosial Center for Strategic and International Studies (CSIS), Nicky Fahrizal, keberadaan alutsista dan personel TNI dan Polri dalam jumlah lebih besar dalam satu pekan terakhir membuat suasana menjadi tidak nyaman. Selain itu, keberadaan alutsista militer di ibu kota akan menjadi catatan bagi investor asing.
"Sektor swasta itu kan hanya menginginkan dua hal. Pertama, adanya jaminan dan kepastian hukum, kedua, keadaan yang mendukung iklim investasi serta dunia usaha. Bila masih ada patroli skala besar yang melibatkan personel TNI dan Polri, suasana yang tidak nyaman itu pasti tetap timbul," ujar Nicky ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada 5 September 2025 lalu.
Itu sebabnya, Presiden perlu merevisi instruksi yang ia sampaikan di Hambalang pada Sabtu pekan lalu. Tujuannya, agar kepercayaan masyarakat dan investor asing bisa kembali pulih.