Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

MK Tolak Gugatan Soal Jabatan Kapolri Ikuti Masa Presiden-Kabinet

Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Intinya sih...
  • MK menolak permohonan pengujian Pasal 11 ayat 2 UU Polri
  • Permohonan ingin menggeser posisi jabatan Kapolri menjadi anggota kabinet
  • Pasal 11 ayat (2) UU Polri tentang usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri dipertahankan
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan perkara nomor 19/PUU-XXIII/2025 mengenai pengujian Pasal 11 ayat 2 dan Penjelasan Pasal 11 ayat 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).

Para Pemohon pada pokoknya ingin pengangkatan dan pemberhentian Kepala Polri (Kapolri) bersamaan dengan masa jabatan presiden dalam satu periode dan dengan persetujuan DPR. Artinya, masa tugas Kapolri setara dengan jabatan jajaran menteri di kabinet.

1. Menggeser posisi jabatan Kapolri seperti jadi anggota kabinet

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. (IDN Times/Siti Fatimah)
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. (IDN Times/Siti Fatimah)

Dalam pertimbangan MK yang dibacakan Hakim Konstitusi, Arsul Sani, permohonan itu jika dikabulkan justru akan menggeser posisi jabatan Kapolri menjadi anggota kabinet.

“Adalah permohonan yang dalam batas penalaran yang wajar akan menggeser posisi jabatan Kapolri menjadi anggota kabinet. Padahal, sebagaimana telah ditegaskan di atas, langkah atau upaya menggeser posisi jabatan Kapolri tersebut adalah tidak sejalan dengan keberadaan Polri sebagai alat negara sebagaimana termaktub dalam Pasal 30 ayat 4 UUD NRI Tahun 1945,” kata dia di ruang sidang Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025).

Menurut MK, Kapolri merupakan jabatan karier profesional yang memiliki batas masa jabatan, tetapi tidak ditentukan secara periodik dan tidak secara otomatis berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan presiden. Artinya, jabatan Kapolri memiliki batas waktu dan dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan evaluasi presiden sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Arsul mengatakan tidak dicantumkannya frasa “setingkat menteri” dalam UU 2/2002, menurut Mahkamah, pembentuk undang-undang telah memaknai penempatan posisi Polri dalam sistem ketatanegaraan sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945. Dengan memberi label “setingkat menteri”, kepentingan politik presiden akan dominan menentukan seorang Kapolri.

2. Dikhawatirkan bisa mereduksi posisi Polri sebagai alat negara

Gedung Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Gedung Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sementara, secara konstitusional, Pasal 30 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 secara expressis verbis (cetho welo-welo) menyatakan Polri sebagai alat negara. Sebagai alat negara, Polri harus mampu menempatkan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat serta penegakan hukum di atas kepentingan semua golongan termasuk di atas kepentingan presiden.

“Artinya, dengan memosisikan jabatan Kapolri menjadi setingkat menteri, Kapolri secara otomatis menjadi anggota kabinet, jelas berpotensi mereduksi posisi Polri sebagai alat negara,” kata Arsul.

Selain itu, Arsul mengatakan dalam batas penaralan yang wajar untuk menghindari kekosongan hukum, maka Penjelasan Pasal 11 ayat 2 UU 2/2002 masih relevan untuk dipertahankan. Karena itu, upaya para Pemohon untuk menempatkan substansi Penjelasan Pasal 11 ayat 2 UU 2/2002 terutama pada petitum angka 2 huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f telah dinyatakan tidak beralasan menurut hukum.

3. Permohonan uji materiil terhadap Pasal 11 ayat 2 UU Polri

Gedung Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Gedung Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sebagai informasi, Pasal 11 ayat (2) UU Polri berbunyi, “Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat disertai dengan alasannya.”

Sementara Penjelasan Pasal 11 ayat 2 UU Polri menyebutkan, “Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia terhadap usul pemberhentian dan pengangkatan Kapolri dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat. Usul pemberhentian Kapolri disampaikan oleh Presiden dengan disertai alasan yang sah, antara lain masa jabatan Kapolri yang bersangkutan telah berakhir, atas permintaan sendiri, memasuki usia pensiun, berhalangan tetap, dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat menolak usul pemberhentian Kapolri, maka Presiden menarik kembali usulannya, dan dapat mengajukan kembali permintaan persetujuan pemberhentian Kapolri pada masa persidangan berikutnya.”

Para Pemohon mengatakan frasa ‘disertai dengan alasannya’ dalam norma tersebut tidak diatur lebih lanjut atau setidak-tidaknya tidak dirumuskan secara jelas dalam UU Polri. Menurut para Pemohon, pasal dimaksud tidak saja dihadapkan pada persoalan norma melainkan telah menimbulkan masalah riil, dalam situasi konkret Kapolri yang saat ini dijabat Listyo Sigit Prabowo tidak sah karena belum diangkat kembali oleh presiden terpilih Prabowo Subianto.

Berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat 2 UU 2/2002, Polri dipimpin Kapolri yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada presiden sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri merupakan hak prerogatif presiden, sekalipun dalam hal pengangkatan dan pemberhentian Kapolri tersebut harus dengan persetujuan DPR sebagai mekanisme terciptanya check and balances.

Presiden memiliki hak prerogatif mengangkat jabatan-jabatan lain yang sangat strategis yang memiliki implikasi besar terhadap pencapaian tujuan negara termasuk pengangkatan Kapolri. Karena pengangkatan dan pemberhentian Kapolri merupakan hak prerogatif presiden bersangkutan, maka semestinya setiap presiden diberikan hak prerogatif yang sama sesuai dengan masa jabatan masing-masing presiden. Dengan demikian, berakhirnya masa jabatan presiden yang mengangkat Kapolri bersangkutan, maka semestinya masa jabatan Kapolri bersangkutan harus berakhir.

Oleh sebab itu dalam petitum permohonan, Pemohon meminta kepada MK untuk menyatakan Pasal 11 ayat 2 UU Polri bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat disertai dengan alasan yang sah, antara lain: a. berakhirnya masa jabatan Presiden Republik Indonesia dalam satu periode bersama-sama masa jabatan anggota kabinet; b. diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Presiden dalam periode yang bersangkutan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; c. permintaan sendiri; d. memasuki usia pensiun; e. berhalangan tetap; f. dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Pemohon juga meminta agar Penjelasan Pasal 11 ayat 2 UU Polri bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ilyas Listianto Mujib
EditorIlyas Listianto Mujib
Follow Us

Latest in News

See More

Polri Bakal Jalankan Putusan MK: Polisi Tak Bisa Jabat Posisi Sipil

13 Nov 2025, 16:58 WIBNews