Pajak Hiburan Kini PBJT, Ini Manfaat bagi Pelaku Usaha dan Masyarakat

- PBJT menggantikan PB1 yang dinilai tidak relevan dengan perkembangan usaha, teknologi, dan kebutuhan fiskal daerah.
- PBJT dikenakan atas lima jenis objek, dengan tarif yang lebih proporsional untuk menciptakan struktur tarif yang lebih adil.
- Reformasi perpajakan daerah melalui PBJT di DKI Jakarta merupakan langkah strategis menuju sistem fiskal yang lebih adaptif dan berkelanjutan.
Jakarta, IDN Times – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi menerapkan skema Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) mulai tahun 2025 sebagai bagian dari reformasi sistem perpajakan daerah. Kebijakan ini menggantikan skema sebelumnya, yaitu Pajak Hiburan (PB1), yang dinilai sudah tidak lagi relevan dengan perkembangan usaha, teknologi, dan kebutuhan fiskal daerah saat ini.
Transformasi dari PB1 ke PBJT mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), serta dituangkan dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Perubahan ini tidak hanya menyentuh aspek nomenklatur, tetapi juga mencakup restrukturisasi objek pajak, tarif, dan sistem pelaporan, guna menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, dan transparan.
1. Alasan PB1 berubah menjadi PBJT

Sebelum diberlakukannya PBJT, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memungut Pajak Hiburan (PB1) sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak ini dikenakan atas penyelenggaraan hiburan seperti tontonan film, pertunjukan seni, diskotik, karaoke, spa, permainan biliar, hingga pertandingan olahraga.
Tarif PB1 bervariasi, bahkan bisa mencapai 75 persen untuk sektor hiburan malam seperti bar dan kelab malam, yang dinilai terlalu membebani pelaku usaha.
Melalui PBJT, Pemerintah Daerah menyederhanakan jenis pajak sekaligus mengintegrasikan objek-objek pajak yang sebelumnya tersebar di berbagai jenis pajak, guna menghindari tumpang tindih dan menciptakan kepastian hukum bagi pelaku usaha dan aparatur pemungut pajak.
PBJT dikenakan atas lima jenis objek, yakni:
Makanan dan/atau minuman yang disajikan di restoran, rumah makan, atau kafe
Tenaga listrik
Jasa perhotelan
Jasa parkir
Jasa kesenian dan hiburan
Untuk tarifnya, berdasarkan Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024, berlaku ketentuan sebagai berikut:
Jasa makanan/minuman sebesar 10 persen
Jasa perhotelan sebesar 10 persen
Jasa parkir sebesar 10 persen
Jasa hiburan sebesar 10 persen, kecuali untuk diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan spa sebesar 40 persen
Penyesuaian ini dilakukan untuk menciptakan struktur tarif yang lebih proporsional dan memberikan ruang tumbuh bagi pelaku usaha.
2. Manfaat PBJT bagi semua pihak

PBJT diharapkan juga membawa manfaat bagi banyak pihak. Apa saja manfaat-manfaat tersebut?
1. Bagi Pemerintah Daerah:
Meningkatkan efisiensi dan kepastian sistem perpajakan
Meningkatkan penerimaan daerah secara berkelanjutan
Memperkuat pembiayaan layanan publik dan pembangunan infrastruktur
2. Bagi Pelaku Usaha:
Memberikan kejelasan tarif dan kemudahan pelaporan berbasis elektronik
Mengurangi beban pajak yang sebelumnya terlalu tinggi
Meningkatkan daya saing usaha di sektor jasa dan hiburan
3. Bagi Masyarakat:
Mendorong peningkatan pelayanan publik melalui optimalisasi pemanfaatan pajak
Memberikan transparansi harga, karena PBJT bersifat sebagai pajak konsumsi yang tercantum dalam tagihan
Menumbuhkan budaya sadar pajak sebagai bagian dari kontribusi terhadap pembangunan daerah
3. Menuju sistem perpajakan yang modern dan inklusif

Reformasi perpajakan daerah melalui penerapan PBJT di DKI Jakarta merupakan langkah strategis menuju sistem fiskal yang lebih adaptif dan berkelanjutan. PBJT dirancang untuk mengakomodasi perkembangan teknologi, digitalisasi usaha, dan dinamika ekonomi kreatif.
Dengan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan—pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, PBJT diharapkan menjadi model pajak daerah yang lebih transparan, adil, dan partisipatif, serta dapat direplikasi di daerah lain di Indonesia.
Penerapan PBJT bukan hanya soal meningkatkan pendapatan daerah, tetapi juga mencerminkan komitmen Pemprov DKI Jakarta dalam membangun sistem perpajakan yang mendukung pembangunan kota secara berkelanjutan. Dengan sistem yang lebih tertata dan teknologi yang mendukung transparansi, Jakarta bergerak menuju tata kelola pajak daerah yang lebih modern dan terpercaya. (WEB)