Indeks Kebebasan Berekspresi Turun, PDIP: Alarm untuk Demokrasi

- Skor kebebasan berekspresi anjlokIndikator yang paling mengkhawatirkan adalah kebebasan berekspresi dan berpendapat. Indikator ini masih bertahan sebagai indikator dengan skor terendah, yakni hanya menyentuh angka 1,0. Angka yang nyaris mentok di batas bawah ini mengindikasikan rendahnya kualitas freedom of expression sekaligus masifnya upaya pengkerdilan ruang-ruang sipil.
- PDIP sebut sebagai alarm untuk demokrasiMenanggapi hasil laporan tersebut, Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira memandang, rendahnya skor kebebasan berekspresi merupakan alarm keras terhadap kualitas demok
Jakarta, IDN Times - Situasi hak asasi manusia (HAM) di Indonesia kembali mendapat sorotan. Bertepatan dengan momentum Hari HAM Internasional 2025, SETARA Institute merilis Indeks HAM 2025 yang menunjukkan adanya penurunan skor rata-rata nasional.
Namun, yang paling mengkhawatirkan adalah skor untuk indikator kebebasan berekspresi yang menyentuh angka terendah. Berdasarkan Indeks HAM 2025 yang disusun SETARA Institute, skor rata-rata nasional untuk seluruh variabel adalah 3,0. Angka ini turun tipis 0,1 poin dari Indeks HAM 2024 yang membukukan skor rata-rata 3,1. Indeks ini disusun dengan memberikan penilaian pada skala 1 hingga 7, di mana nilai 1 sebagai pemajuan HAM paling buruk dan 7 menunjukkan pemajuan HAM paling baik.
Skor keseluruhan Indeks HAM 2025 dikontribusi oleh variabel hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob) yang membukukan skor lebih besar (3,2) dibanding hak Sipil dan Politik (Sipol) yang hanya 2,8. Kondisi ini dinilai menunjukkan adanya "alarm serius" dalam penikmatan hak di ranah sipil dan politik di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo.
1. Skor kebebasan berekspresi anjlok

Indikator yang paling mengkhawatirkan adalah kebebasan berekspresi dan berpendapat. Indikator ini masih bertahan sebagai indikator dengan skor terendah, yakni hanya menyentuh angka 1,0. Angka yang nyaris mentok di batas bawah ini mengindikasikan rendahnya kualitas freedom of expression sekaligus masifnya upaya pengkerdilan ruang-ruang sipil.
SETARA Institute mencatat, represi terhadap aksi massa dalam gelombang demonstrasi, teror dan intimidasi kepada jurnalis, kriminalisasi berbasis Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), hingga intervensi terhadap kebebasan akademik menjadi wujud nyata pembatasan ekspresi kritik.
2. PDIP sebut sebagai alarm untuk demokrasi

Menanggapi hasil laporan tersebut, Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira memandang, rendahnya skor kebebasan berekspresi merupakan alarm keras terhadap kualitas demokrasi dan perlindungan HAM di Indonesia.
PDIP juga menyertakan data-data pendukung. Mereka mencatat data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang menunjukkan 82 kasus kekerasan terhadap jurnalis sepanjang 2025, meningkat dari 73 kasus di tahun sebelumnya. Selain itu, Amnesty International juga mencatat 710 kasus kriminalisasi ujaran kebencian dan pencemaran nama baik berbasis UU ITE yang terjadi sejak 2018 hingga 2025. Kasus pembatalan kegiatan akademik hingga intimidasi terhadap musisi turut memperkuat indikasi penyempitan ruang sipil.
“Skor kebebasan berekspresi yang nyaris mentok di angka paling bawah adalah alarm bagi demokrasi. Pemerintah harus menjamin ruang kritik tetap hidup, bukan mempersempitnya,” ujar Andreas dalam keterangannya, dikutip Minggu (14/12/2025).
3. Pemerintah wajib memberikan ruang publik yang aman

Andreas kemudian mengingatkan, pemerintah wajib memastikan ruang publik tetap aman bagi warga untuk menyampaikan pendapat, berkreasi, dan menjalankan profesi tanpa intimidasi.
Andreas menegaskan, penegakan hukum tidak boleh digunakan untuk membungkam kritik. Aparat juga harus bisa profesional dalam melindungi kebebasan sipil, termasuk jurnalis, akademisi, serta kelompok masyarakat sipil lainnya.

















