Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Dua Keluarga Korban Kekerasan TNI Gugat UU Peradilan Militer ke MK

Peradilan Militer, Mahkamah Konstitusi
LBH Medan mendampingi Eva Meliani ketika mendatangi markas Kodam I/Bukit Barisan. (Dokumentasi LBH Medan)
Intinya sih...
  • Semua elemen di dalam pengadilan militer merupakan anggota TNI. Pengadilan militer diduga sudah menjadi tempat pelanggengan impunitas.
  • Para pemohon berharap gugatan dikabulkan oleh hakim konstitusi. Ada tiga pasal di dalam UU Peradilan Militer yang diuji materiil.
  • KSAD kerap menegaskan tak melindungi prajurit yang melanggar hukum. Semua prajurit yang melanggar hukum bakal dijatuhi sanksi sesuai aturan yang berlaku.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Dua keluarga yang merupakan korban dari tindak kekerasan anggota TNI pada Senin (15/12/2025) menggugat Undang-Undang nomor 31 tahun 1997 mengenai peradilan militer. Gugatan uji materiil itu didorong atas penanganan perkara di pengadilan militer yang dinilai sangat jauh dari keadilan.

Dua keluarga yang menggugat UU Peradilan Militer yakni Lenny Damanik dan Eva Meliani Pasaribu. Lenny kecewa dengan sistem di pengadilan militer karena prajurit yang membunuh anaknya yang berinisial MHS hanya divonis 10 bulan bui. Padahal, pelajar SMP yang berusia 15 tahun itu tewas akibat dianiay Sertu Riza Pahlivi.

Sedangkan, Eva meyakini otak pembunuhan dan pembakaran rumah orang tuanya merupakan prajurit TNI. Ia mengatakan ayahnya yang merupakan jurnalis Tribrata TV meninggal akibat ulah dari Pratu HB. Tetapi, hingga kini status hukum Pratu HB baru sebatas saksi.

"Judicial review ini dilatarbelakangi atas penanganan perkara di pengadilan militer yang sangat jauh dari keadilan. Di dalam pasal 9 ayat 1 UU Peradilan Militer tertulis pengadilan militer adalah pengadilan yang mengadili tindak pidana. Frase 'mengadili tindak pidana' menciptakan ketidakpastian hukum seperti yang diisyaratkan di dalam konsep negara hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM)," ujar Direktur LBH Medan, Irvan Saputra yang ikut mendaftarkan gugatan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi dan dikonfirmasi pada Selasa (16/12/2025).

Ia menambahkan frase 'mengadili tindak pidana' di dalam UU Peradilan Militer secara terang-benderang telah merugikan hak konstitusional para pemohon. Sehingga, prajurit TNI yang diduga melakukan tindak pidana umum masih disidangkan di pengadilan militer.

"Hal itu secara nyata bertentangan dengan pasal 65 ayat (2) UU TNI," imbuhnya.

1. Semua elemen di dalam pengadilan militer merupakan anggota TNI

IMG_20251203_125941.jpg
Pengunjung Pengadilan Militer III-15 Kupang menanti sidang tuntutan yang ditunda. (IDN Times/Putra Bali Mula)

Lebih lanjut, Irvan mengatakan ketidakadilan pada peradilan militer terlihat jelas ketika anggota TNI yang menjadi terdakwa diadili oleh hakim, dituntut oleh oditur dan dibela oleh penasihat hukum yang keseluruhan anggotanya berasal dari unsur militer.

"Maka, tak heran secara hukum tidak ada keadilan yang obyektif di Pengadilan Militer. Bahkan, akhir-akhir ini pengadilan militer diduga sudah menjadi tempat pelanggengan impunitas," katanya.

Fakta jelas soal absennya keadilan di pengadilan militer tercermin dari kasus penyiksaan terhadap pelajar SM, MHS. Hakim di Pengadilan Militer I-02 Medan malah menjatuhkan vonis hanya 10 bulan bui bagi terdakwa Sertu Riza Pahlivi. Sebelumnya, oditur militer hanya menuntut satu tahun bui bagi Sertu Riza.

"Selama proses persidangan, pihak pengadilan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum, antara lain memeriksa pengunjung sidang, penggeledahan bawaan pengunjung, dan dilarang melakukan perekaman sidang putusan kemarin," tutur dia.

Dalam pandangannya, tuntutan dan putusan hakim di Pengadilan Militer I-02 Medan merupakan pengkhianatan terhadap keadilan dan sangat merugikan para korban yang telah kehilangan nyawa anak atau keluarganya. Sedangkan, dalam kasus pembunuhan keluarga Eva Pasaribu, proses hukum hanya berjalan ke tiga terdakwa dari warga sipil sebagai eksekutor lapangan.

"Ketiga terdakwa sipil itu divonis bui seumur hidup," kata Irvan.

2. Para pemohon berharap gugatan dikabulkan oleh hakim konstitusi

WhatsApp Image 2025-09-17 at 13.54.06.jpeg
Ilustrasi sidang Mahkamah Konstitusi (MK)(IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Irvan mengatakan ada tiga pasal di dalam UU Peradilan Militer yang diuji materiil yakni pasal 9 angka 1, pasal 43 ayat 3 dan pasal 127. Di dalam pasal 9 angka 1 tertulis 'pengadilan dalam lingkungan militer berwenang mengadili tindak pidana yang dilakukan seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana berstatus prajurit'.

Sementara, pasal 43 ayat 3 berisi 'pengadilan militer utama memutus perbedaan antara perwira penyerah perkara dan oditur tentang diajukan atau tidaknya suatu perkara kepada pengadilan dalam lingkungan pengadilan militer atau pengadilan dalam lingkup peradilan umum.'

"Oleh karena itu kami berharap nantinya gugatan dapat dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi agar ke depan tidak ada lagi korban yang tak mendapatkan keadilan," kata Irvan.

3. KSAD kerap menegaskan tak melindungi prajurit yang melanggar hukum

KSAD, Maruli Simanjuntak, Banjir Sumatra
Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), Jenderal Maruli Simanjuntak ketika memberikan keterangan pers mengenai bencana banjir Sumatra di Lanud Halim Perdanakusuma. (Tangkapan layar YouTube Sekretariat Presiden)

Sementara, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak kerap menyampaikan berulang kali pihaknya tidak akan melindungi satu pun prajuritnya yang terbukti melanggar ketentuan hukum. Bahkan, ia menjanjikan semua prajurit yang melanggar hukum bakal dijatuhi sanksi sesuai aturan yang berlaku.

"Pelanggaran-pelanggaran apapun itu memang tidak patut dilaksanakan oleh prajurit TNI Angkatan Darat. Pimpinan sudah menyampaikan tidak akan melindungi, dan akan memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujar Kepala Dinas Penerangan Mabes TNI AD waktu itu, Brigjen TNI Wahy Yudhayana pada 27 Maret 2025.

Wahyu mengatakan Maruli sudah berkali-kali menekankan prajurit TNI AD tidak boleh terlibat dalam kegiatan ilegal. Pimpinan TNI AD, kata dia, langsung melakukan evaluasi kepada semua jajaran ketika terjadi suatu kasus.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us

Latest in News

See More

Update Banjir Sumatra: Korban Meninggal Dunia Tembus 1.053 Jiwa

16 Des 2025, 17:47 WIBNews