Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Prabowo Didesak Ganti Hasan Nasbi sebagai Kepala Kantor Komunikasi

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi. (ANTARA FOTO/Fauzan)
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi. (ANTARA FOTO/Fauzan)
Intinya sih...
  • Koalisi masyarakat sipil mendesak Presiden Prabowo untuk mengganti Hasan Nasbi dari posisi Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan.
  • Hasan tuding masyarakat sipil sebar hoaks soal RUU TNI, menyebarkan narasi kebohongan dan meminta maaf.

Jakarta, IDN Times - Koalisi masyarakat sipil mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mengganti Hasan Nasbi dari posisi Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO). Sebab, komentarnya soal teror kepala babi ke redaksi Tempo dinilai nirempati dan melanggar prinsip kebebasan pers.

Pada Jumat (21/3/2025), Hasan mengatakan, sebaiknya kepala babi yang dikirim ke redaksi Tempo itu dimasak saja. 

"Pernyataan tersebut cenderung merendahkan dan tidak patut disampaikan oleh seorang Kepala Kantor Komunikasi Presiden," ujar Peneliti Senior Imparsial, Al Araf, dalam keterangan tertulisnya, dikutip Minggu (23/3/2025). 

Pernyataan yang dilontarkan oleh Hasan tidak seharusnya didiamkan oleh Presiden Prabowo. Hal itu karena dinilai mengandung unsur kebencian terhadap kelompok jurnalis atau media yang kritis. 

"Kami mendesak Presiden Prabowo untuk meninjau kembali posisi Hasan Nasbi dari jabatan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan. Sikap yang ditunjukkan oleh Hasan tidak patut secara etika," kata dia.

Apalagi, pernyataan Hasan itu dikritik luas oleh publik. Masyarakat menilai, pernyataan Hasan menunjukkan sikap menyepelekan teror yang mengusik rasa aman seseorang.

1. Hasan seolah menunjukkan dukungan terhadap aksi teror ke redaksi Tempo

Kantor Tempo mendapat kiriman kepala babi pada Rabu (19/3/2025). (Tempo/Praga Utama)
Kantor Tempo mendapat kiriman kepala babi pada Rabu (19/3/2025). (Tempo/Praga Utama)

Ungkapan yang disampaikan oleh Hasan dinilai menunjukkan rendahnya komitmen pemerintah yang diwakili oleh Kantor Komunikasi Kepresidenan terhadap demokrasi dan kebebasan sipil. Alih-alih menunjukkan sikap keprihatinan terhadap teror pengiriman kepala babi tanpa kepala, kalimat Hasan justru seakan mendukung tindakan teror itu. 

"Kami juga prihatin dan bersolidaritas atas teror kepala babi yang dialami oleh Tempo. Cara-cara teror ini ternyata masih terus digunakan untuk mengintimidasi kebebasan dan demokrasi. Ini praktik purba yang seharusnya sudah ditinggalkan," kata Al Araf. 

Dengan begitu, penting kasus teror tersebut untuk segera diungkap dan pelaku dapat diketahui. Wakil Pemipin Redaksi Tempo, Bagja Hidayat, mengungkapkan pihaknya sudah melaporkan teror tersebut ke Mabes Polri, pada 21 Maret 2025 dengan didampingi Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ).

Paket kepala babi itu ditujukan kepada jurnalis desk politik dan host siniar Bocor Alus, Francisca Christy Rosana. Bagja mengatakan, jurnalis yang akrab disapa Chicha itu dalam keadaan baik-baik saja. Ia tetap bekerja seperti biasa. 

"Dia sedang mendapatkan perlindungan untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan," tutur dia. 

2. Hasan Nasbi juga menuding masyarakat sipil hoaks saat mengkritik revisi UU TNI

Cuitan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi yang menuding masyarakat sipil menyebarkan hoaks soal revisi UU TNI. (www.x.com/@NasbiHasan)
Cuitan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi yang menuding masyarakat sipil menyebarkan hoaks soal revisi UU TNI. (www.x.com/@NasbiHasan)

Poin lain yang dikritisi oleh koalisi masyarakat sipil soal Hasan yang sempat menuding masyarakat sipil menyebarkan hoaks mengenai revisi Undang-Undang TNI. Masyarakat sipil terlihat gelisah dan khawatir terhadap isi revisi Undang-Undang TNI yang disahkan pada Kamis pekan lalu. Mereka membahas pasal per pasal dari draf yang diperoleh lewat jalur nonresmi. 

Salah satu poin yang santer dibicarakan mengenai Pasal 47 Ayat 2 mengenai penempatan prajurit TNI di instansi sipil. Di dalam ayat selanjutnya tertulis bahwa prajurit TNI aktif dapat ditempatkan di luar dari 16 instansi sipil, asalkan ada permintaan dari presiden.

Komisi I DPR dan Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, lalu menggelar jumpa pers dan membagikan keterangan tertulis bahwa yang diamandemen hanya tiga pasal, yaitu Pasal 3, Pasal 53, dan Pasal 47. Hasan kemudian mencuit bahwa para aktivis dan masyarakat sipil selama ini sudah menyebarkan narasi kebohongan. 

"Setelah konpers di DPR barusan, apakah berlebihan jika kita meminta orang-orang yang ngaku sebagai intelektual, influencer serta para aktivis yang sudah menyebarkan provokasi dan narasi bohong soal RUU TNI agar meminta maaf? Kalau mereka gak meminta maaf, sebaiknya kita sebut mereka sebagai apa?" demikian cuit Hasan yang ditulis pada 17 Maret 2025 lalu. 

Cuitan itu akhirnya dihapus setelah para aktivis membeberkan naskah draf RUU TNI yang mereka sebarluaskan ke publik diperoleh dari sumber resmi, yakni situs DPR. Namun, dokumen berisi draf RUU itu masih draf lama dan berbeda dari yang disampaikan di dalam jumpa pers.

Hingga kini pun, masyarakat masih belum bisa mengakses draf RUU TNI yang sudah disahkan di situs resmi DPR. Naskah yang selama ini beredar diperoleh melalui jalur nonformal, yaitu WhatsApp. 

3. Hasan berdalih pernyataan 'dimasak saja' untuk mengecilkan peran pelaku teror

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi (IDN Times/Ilman Nafi'an)
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Setelah pernyataannya menjadi polemik, Hasan kemudian memberikan klarifikasi atas kalimat tersebut. Ia berdalih, maksud kalimat 'dimasak saja' tidak dimaksudkan untuk melecehkan kebebasan pers, melainkan caranya untuk mengecilkan aksi teror tersebut.

Hasan mengaku hanya menyempurnakan respons dari jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana terhadap teror kepala babi yang diunggah melalui akun X. Dengan begitu, kata Hasan, justru dapat membuat peneror kehilangan tujuannya dalam menebar ketakutan dengan memperkecil aksi tersebut. 

"Justru respons yang benar itu adalah dengan mengecilkan si peneror. Kalau dia tidak mendapatkan efek ketakutan yang diinginkan, maka KPI (Key Performance Indicator) penerornya tidak tercapai," kata Hasan pada Sabtu kemarin. 

Hasan juga menegaskan pemerintah tidak mengekang kebebasan media. Hal ini pun menurutnya sudah dilakukan lewat praktik sehari-hari.

"Soal kebebasan pers, pemerintah tidak pakai teori lagi, tapi sudah melakukan pembuktian. Tidak ada media atau wartawan yang diperkarakan, tidak ada yang dilarang bikin berita, podcast, atau masuk ke Istana karena bersikap kritis," tuturnya. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Deti Mega Purnamasari
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us