Putusan MK Wajibkan AKD DPR Penuhi Keterwakilan Perempuan

- Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap UU MD3
- Setiap alat kelengkapan dewan wajib memenuhi keterwakilan perempuan minimal 30%
- Pemohon menyoroti rendahnya keterwakilan perempuan dalam kepemimpinan AKD pada periode 2024-2029
Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan yang dimohonkan oleh Koalisi Perempuan Indonesia, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Kalyanamitra, dan Titi Anggraini dalam perkara nomor 169/PUU-XXII/2024. Para Pemohon melakukan uji materiil terhadap sejumlah pasal pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU tentang MD3).
Melalui putusan tersebut, MK meminta agar setiap (AKD) mulai dari komisi, Badan Musyawarah (Bamus), panitia khusus (Pansus), Badan Legislasi (Baleg), Badan Anggaran (Banggar), Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP), Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), dan setiap pimpinan alat kelengkapan dewan wajib memenuhi keterwakilan perempuan.
"Mengabulkan permohonan Pemohon I, Pemohon II, dan Pemohon IV untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Suhartoyo saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (30/10/2025).
Sebagai informasi, Pemohon menggugat konstitusionalitas norma Pasal 90 ayat (2), Pasal 96 ayat (2), Pasal 108 ayat (3), Pasal 120 ayat (1), Pasal 151 ayat (2) dan Pasal 157 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3.
Para Pemohon mengungkapkan hak konstitusional mereka dirugikan, terutama dalam hal keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Pemohon menyoroti rendahnya keterwakilan perempuan dalam kepemimpinan AKD yang tidak mencapai 30 persen pada periode 2024-2029.
Dalam permohonan ini, para Pemohon mengajukan dua isu pokok, yaitu pengaturan keterwakilan perempuan di pimpinan AKD dan distribusi anggota perempuan dalam AKD secara proporsional sesuai jumlah anggota perempuan di setiap fraksi. Pemohon juga mengusulkan agar ketentuan tersebut diinterpretasikan untuk menciptakan keberimbangan dalam komposisi anggota perempuan di berbagai badan dan komisi di DPR, seperti Badan Musyawarah, Badan Legislasi, dan Badan Anggaran, dengan ketentuan keterwakilan minimal 30 persen.
Menurut Pemohon, ketidakseimbangan ini mencerminkan adanya hambatan struktural yang menghalangi partisipasi perempuan secara inklusif dalam politik. Pemohon berharap MK dapat menyatakan sejumlah pasal-pasal yang diujikan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan mengharuskan penafsiran yang menjamin keterwakilan perempuan dalam struktur parlemen.

















