Data: 47 Persen Media Digital di RI Dipakai untuk Hoaks dan Penipuan

Perlu gotong-royong dalam meningkatkan keadaban digital.

Jakarta, IDN Times - Deputi Bidang Revolusi Mental, Pemajuan Budaya, dan Prestasi Olahraga Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenko PMK), Didik Suhardi mengungkapkan, tingkat adab digital masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan. Bahkan terburuk di Asia Tenggara.

Hal itu disampaikan Didik dalam rapat penguatan diseminasi media Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) bersama Sabrang Mowo Damar Panuluh, inisiator aplikasi Symbolic.id.

“Sangat memprihatinkan. Data menyebut 47 persen media digital digunakan untuk hoaks dan penipuan, 27 persen untuk ujaran kebencian, dan 13 persen digunakan untuk diskriminasi. Untuk itu, hari ini kita akan berbincang dengan Mas Sabrang untuk mencari peluang memanfaatkan sebuah platform sebagai cara untuk meningkatkan nilai keberadaban media kita,” kata Didik, Senin (4/7/2022) kemarin.

1. Memerlukan gotong royong

Data: 47 Persen Media Digital di RI Dipakai untuk Hoaks dan Penipuanilustrasi berbagai konten yang diunggah di media sosial. (dok. samsung.com)

Sabrang mengatakan bahwa perlunya membangun gotong royong untuk meningkatkan nilai keberadaban digital Indonesia. Hal ini juga dilakukan karena mengingat fungsi media sosial (medsos), yaitu mencari profit dan menjadikan komunikasi sebagai wadah yang sangat luas.

“Untuk itu perlu social engineering yang tepat yang dibangun dengan panduan value local wisdom masyarakat kita. Kita punya gotong-royong," ujar Sabrang.

“Gotong royong dalam ilmu, dana, dan tenaga,” tambahnya.

2. Gotong-royong menghasilkan mental model

Data: 47 Persen Media Digital di RI Dipakai untuk Hoaks dan PenipuanIlustrasi orang sedang berselancar di media sosial (pexels.com/Kaboompics.com)

Dalam gotong-royong ini, pemerintah melibatkan institusi sosial seperti universitas, ormas, dan sebagainya. Diperlukan juga kolaborasi gotong royong dana dari para pelaku usaha melalui CSR, sponsorship, beasiswa, dan kalangan filantropi.

Sedangkan peran negara untuk menguatkan kembali nilai gotong-royong dengan pengembangan investasi sosial yakni tenaga, dana, dan ilmu sehingga terjadi mental model.

“Penguatan gotong-royong dalam struktur sosial melalui komunitas dalam hal ini di media sosial akan menghasilkan mental model. Adanya tanggung jawab komunal tentang pentingnya kerukunan, kebersamaan yang hadir dari pola-pola sosial-budaya yang terjadi berulang,” kata Sabrang.

3. Struktur sosial dapat ditemui melalui jumlah followers

Data: 47 Persen Media Digital di RI Dipakai untuk Hoaks dan PenipuanSMMPOINT

Sabrang juga menjelaskan, struktur sosial dalam media sosial dapat ditemui dengan hadirnya distribusi kepercayaan dari jumlah followers, like dan nilai popularitas.

“Oleh karenanya terbangun mental model perlombaan popularitas, eksitensi lebih penting daripada fungsi,” tuturnya tuturnya.

Menurutnya juga, sangat penting untuk mengimplementasi nilai gotong royong di sosial media menggunakan investasi keilmuan. Hal ini bertujuan membangun mental model untuk berlomba berbagai manfaat dan dampak media sosial.

"Penting untuk mengimplementasi nilai gotong royong di sosial media melalui penggunaan investasi keilmuan, pendampingan yang membangun impact terhadap masyarakat. Dan akhirnya terbangun mental model untuk berlomba berbagi manfaat dan dampak,” urainya lagi.

Topik:

  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya