[WANSUS] Rommy: Tiap Pilkada Banyak Libatkan Bohir

Rommy berikan sinyal capres pilihan KIB sudah tak lagi sama

Jakarta, IDN Times - Muhammad Romahurmuziy atau yang akrab disapa Rommy kembali ke panggung politik setelah tersandung kasus korupsi. Begitu kembali ke ruang publik pada Maret 2023, Rommy langsung gaspol dengan membeberkan berbagai peristiwa yang terjadi di belakang panggung politik. 

Rommy membeberkan Presiden Joko "Jokowi" Widodo sengaja meminta kepada Sandiaga Uno dan Erick Thohir, untuk 'tebar pesona' kepada publik jelang Pemilu 2024. Ia juga menjadi sosok pertama yang lantang menyampaikan ke publik soal nasib Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), yang menurut dia meski terlihat solid, KIB  sejak awal sudah bubar. Sebab, masing-masing parpol tetap kukuh menyorongkan capres masing-masing, sehingga sulit diperoleh titik temu. 

Meski begitu, Rommy menyebut ada rencana bagi tiga ketua umum parpol di KIB untuk kembali bertemu sambil mengenang kembali momen satu tahun terbentuknya KIB. Publik menilai aneh bila KIB yang sudah di ambang perpisahan justru masih merayakan satu tahun anniversary. 

"Karena kan seperti pepatah datang tampak muka, pulang tampak punggung. Tapi belum tahu kapan (pertemuan anniversary) akan diadakan. Itu para ketum yang memutuskan. Kami sebagai aparat partai tinggal menjalankan saja," ungkap Rommy ketika berbicara dalam program Ngobrol Seru by IDN Times dan tayang di YouTube pada 18 Mei 2023. 

Dalam program itu pula, Rommy mengatakan secara blak-blakan awal mula ia dilaporkan pengusaha dan politisi Partai Golkar, Erwin Aksa ke Bareskrim Polri. Pria yang kini menjabat sebagai Ketua Majelis Pertimbangan PPP itu mengaku bingung ia dilaporkan ke polisi. Sebab, ia yakin yang disampaikan di program podcast Total Politik terkait cek kosong di Pilkada Sulawesi Selatan 2018 bukan suatu kebohongan. 

Namun, kepada IDN Times, Rommy mengatakan, konflik antara dia dengan poltikus Partai Golkar Erwin Aksa sudah mendapatkan titik temu, dan bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Paman Erwin, Jusuf Kalla, ikut serta dalam proses mediasi tersebut. 

"Insyaallah, semuanya akan selesai secara kekeluargaan," kata Rommy. 

Simak blak-blakan Rommy mengenai isu politik lainnya bersama IDN Times dalam obrolan berikut. 

Menurut informasi, sudah ada perkembangan terkait perseteruan antara Anda dengan pengusaha dan politikus Golkar Erwin Aksa. Apakah sudah ada kontak dengan Erwin?

Kalau kontak langsung belum. Tetapi, kan proses Pilkada yang menjadi latar proses hukum itu kan sudah terjadi 5 tahun silam. Tentu kan banyak orang-orang penting yang terlibat pada saat itu. Sehingga, kemarin ketika saya dilapor, saya justru merasa heran. Kok, wong kita ini hanya melaksanakan permintaan dari pihak yang sangat kita hormati saat itu, kok malah kita yang dilaporkan. Ya, tentu, saya kembalikan ke orang yang kami hormati itu. 'Pak, ini gimana sih sebenarnya? Insya Allah, semuanya akan selesai secara kekeluargaan.

Jadi, sudah ada titik terang bahwa kasus ini tidak akan dibawa ke pengadilan?

[WANSUS] Rommy: Tiap Pilkada Banyak Libatkan BohirBukti pelaporan Waketum Golkar, Erwin Aksa kepada Ketua Majelis Pertimbangan PPP, Muhammad Romahurmuziy. (dok. IDN Times/Istimewa)

Kalau kata orang Belanda 'Dor Duiternis Tot Lich'. Jadi, setelah gelap terbitlah terang. Judul bukunya RA Kartini kan itu. 

Baca Juga: Ungkit Dana Pilgub Susel 2018, Rommy Minta Maaf ke Erwin Aksa 

Pelaporan di Bareskrim akan dicabut Erwin Aksa?

Teknisnya nanti kita lihat lah. Tetapi, yang prinsip kan sudah ada kesepahaman untuk menyelesaikan secara kekeluargaan. 

Menurut keterangan Erwin Aksa, cek senilai Rp35 miliar untuk Pilgub Sulawesi Selatan diserahkan ke pengurus harian PPP, bukan kepada Anda?

[WANSUS] Rommy: Tiap Pilkada Banyak Libatkan BohirErwin Aksa (IDN Times/Reynaldy Wiranata)

Memang itu diserahkan ke pengurus harian, yang ketua umumnya ketika itu masih dijabat oleh saya. Kalau soal serah-menyerahkan (cek), masak ketua umum yang mengurus hal-hal seperti itu. Pasti bukan. 

Sekarang pun, posisinya ada di DPP (Dewan Pimpinan Pusat), karena itu kan sebuah keputusan institusional. Saat itu kami sudah selama setahun meng-endorse almarhum Pak Ichsan Yasin Limpo, Bupati Gowa saat itu. Kami juga sudah terlibat dalam kampanye-kampanye bersama Pak Ichsan. 

Kemudian di ujung pendaftaran ke KPUD (Komisi Pemilihan Umum Daerah) ada permintaan agar kami mendukung Pak Agus Arifin Nu'mang, Wakil Gubernur saat itu sambil disertai bahasa 'PPP ini kan partainya NU, masak ini ada mustasyar (penasihat), pengurus NU di Sulawesi Selatan gak dicalonkan'. Oh, ya sudah kalau memang begitu. Hanya kan kami sampaikan kawan-kawan di bawah ini sudah berkampanye. Disebut, nanti diselesaikan sama Pak Erwin. Kan kita ketahui itu tidak selesai. 

Setelah itu kan karena kesibukan menuju pemilu legislatif 2019, saya sudah tidak lagi memberi atensi secara khusus. Ketika kemarin muncul, itu karena pertanyaan wartawan juga di podcast semacam ini. 

Saya waktu itu menyampaikan di dalam satu program podcast tentang bahwa korupsi adalah sebuah keniscayaan bagi elected officials. Niscaya di sini bermakna most likely.

Tinggal, pertama, imannya, kedua, persoalan kesempatan yang ada. Ketiga, soal niatnya. Ada beberapa kawan saya yang menjadi kepala daerah yang memang niatnya hanya mencari CV. Dari segi materi, dia sudah berkelebihan. Yang penting dalam hidup saya, tertulis di CV, saya pernah menjadi bupati. 

Tetapi, pada sisi yang lain, ada juga yang memang niatnya berbisnis. Jadi, mengamankan bisnisnya yang ada di daerah itu. 

Ada juga temannya yang berbisnis dan menginisiasi seseorang untuk maju demi mengamankan bisnis temannya itu. Niatnya macam-macam. 

Tetapi, yang niatnya benar-benar mulia dan ingin memperbaiki kesejahteraan rakyat juga tidak sedikit. Namun, di program podcast itu, problem-nya yang menyebabkan keniscayaan (perilaku korupsi) adalah biaya kampanye yang tinggi. Hal ini sempat disampaikan oleh komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron di program podcast lain. Podcast itu tayangnya di hari yang kurang lebih sama dengan pernyataan saya. 

Bahkan, Beliau merinci biaya pilkada itu Rp0-Rp50 miliar untuk kabupaten dengan teritori kecil. Rp50 miliar-Rp100 miliar untuk kabupaten besar. 

Rp50 miliar-Rp100 miliar untuk provinsi kecil. Rp100 miliar-Rp200 miliar untuk provinsi besar, bahkan provinsi lebih besar membutuhkan biaya yang lebih besar daripada itu.

Waktu itu host-nya tanya, bukti (biaya pilkada) besar apa. Saya jawab itu Pilkada di DKI Jakarta. Yang muncul di kasus utang-piutang Pak Anies ke Pak Sandi. Kita tahu yang memunculkan isu itu kan Pak Erwin (Aksa). 

Ketika saya konfirmasikan ke Pak Sandi karena Pak Sandi sering berkomunikasi dengan PPP, jumlah (biaya kampanye) lebih besar dari yang disampaikan. Di sejumlah media, ada yang menyebut total dana yang dihabiskan untuk Pilkada DKI Jakarta 2017 mencapai Rp92 miliar.

Sementara, Pak Sandi menyebut biayanya mencapai Rp95 miliar. Itu dana baru yang diketahui dari Pak Sandi, belum dari pihak lain. Lalu, ditanyakan lagi, apa ada bukti yang lain. Saya sebut, itu Pak Erwin Aksa yang katanya mau membiayai pilkada kami di Sulawesi Selatan. 

Beliau menjanjikan mengganti biaya yang sudah dikeluarkan untuk kampanye Pak Ichsan sebelumnya. Meskipun, hingga saat ini belum terealisasi. Awalnya kan dari situ (polemik). 

Tapi, ya itu sudah berlalu buat saya. Apa yang saya sampaikan itu insyaallah dalam seperingatan saya tidak ada yang dusta dan tidak ada yang mengada-ada. Soal (pernyataan) itu kemudian memancing ketidaksetujuan dari beberapa pihak yang saya sampaikan ya mohon maaf, mohon maaf. 

Siapa yang menentukan harga pemberian rekomendasi dari parpol bagi calon kepala daerah tertentu? Apakah itu sepenuhnya jadi hak DPP?

Jadi, sebenarnya rekomendasi (bagi calon kepala daerah) itu tidak dibeli. Kan ketika kami melakukan fit and proper test kepada calon kepala daerah, kami pasti akan menanyakan 'Pak, apakah Anda sudah mengidentifikasi berapa biaya kampanye yang dibutuhkan untuk menang di pilkada tersebut? Biasanya yang bersangkutan sudah punya hitung-hitungan biaya itu. 

Terus, kemudian kami juga menanyakan apakah Anda sebagai calon kepala daerah tahu bahwa PPP dalam posisi berkeinginan pilkada ini jadi momentum PPP untuk digerakan juga mesinnya di daerah. Ini kami berbicara PPP, bukan partai lain. Kami akan menanyakan bagaimana Anda akan memerankan kami (PPP), aparatur partai di daerah. 

Misalnya dijawab saksi dari PPP, karena formasi sekian persen dari si calon kepala daerah, sekian persen dari PPP. Dalam hal sosialisasi, kepala-kepala daerah berhimpitan dengan pileg. 

Ada beberapa kepala daerah yang sudah datang ke DPP, lalu menawarkan bantuan untuk mendapatkan kursi. Dari situ lah muncul biaya-biaya.

Jadi, bukan rekomendasi dituker duitnya berapa. Bukan begitu konsepnya. Persepsi itu yang perlu saya luruskan ke publik. 

Jadi, duit untuk modal biaya kampanye kan harus diserahkan di depan. Karena saya tahu persis kalau diserahkan di belakang hari bisa 'tertiup angin.'  Artinya, gak terealisasi. 

Aparat parpol kami di daerah lapor; 'Tum, gimana kok kita gak diajak kampanye di sana? Biaya saksi kok gak dicairkan? Kok gak ada rekrument?' 

PPP tidak merasa rugi dua kali karena calon gubernur yang didukung di Pilkada 2018 ternyata kalah?

[WANSUS] Rommy: Tiap Pilkada Banyak Libatkan BohirAgus Arifin Nu'mang-Tanribali Lamo ketika maju di Pilgub Sulsel 2018 lalu. (Dokumentasi Twitter)

Pilkada itu kan menang dan kalah biasa. Itu sudah risiko. Pasti dengan sendirinya. Semua partai politik sudah tahu. 

Politik itu kan seperti judi. Artinya, kami mengeluarkan biaya di awal untuk masa depan yang tidak pasti.

Begitu juga ketika saya maju di level pemilu legislatif tahun 2009 mengeluarkan biaya Rp2,1 miliar tanpa tahu apakah sudah pasti terpilih atau gak. Ketika pileg 2014, biaya yang dikeluarkan lebih besar lagi. Sama, soal terpilih atau enggaknya gak pernah tahu. 

Saya hanya berusaha saja. Makanya, saya bilang dalam konteks spekulasi ini seperti berjudi. Tetapi, tentu berbeda sekali dengan kegiatan judi yang diharamkan dalam agama. Kalau di politik ini bagi PPP berjuang untuk memperjuangkan nilai-nilai yang kami yakini di partai. 

Siapa yang mendanai biaya kampanye yang nominalnya demikian besar di tiap pesta demokrasi, baik itu pileg atau pilkada? Apakah yang dinamakan bohir itu benar-benar ada?

Itu case by case melihatnya. Ada angel investor yang disebut bohir tadi. Tentu dengan keyakinan bahwa bohir ini memiliki kepentingan kalau dia duduk. Biasanya kalau praktik di DPR RI, bohir ini akan berpesan agar si caleg meminta ke parpol tempatnya bernaung agar ditempatkan di komisi tertentu. 

Karena si bohir ini memiliki bisnis yang perlu di-back up kalau perlu ada masalah di parlemen. Tapi, bukan berarti selalu ada masalah ya.

Cuma, kalau ada masalah, ada pihak yang bisa membantu. Kelas (angel investor) pasti investasi tingkat raksasa. Kalau di DRPD Provinsi atau Kabupaten, pasti (bohirnya) lebih kecil. 

Kedua, biaya paling besar ya disiapkan oleh diri sendiri dan keluarga. Justru, komposisinya yang paling banyak ya dibiayai sendiri. 90 persen. 

Makanya, setelah proses pencalegan berseliweran berita ada yang masuk ke rumah sakit jiwa atau mengakhiri hidupnya. Seandainya dugaan ini betul, akan terlihat ketika caleg tersebut duduk di parlemen. 

Yang dilakukan oleh si caleg itu adalah 'menyekolahkan' SK (surat keputusan) dia sebagai anggota legislatif ke BPD (Bank Pembangunan Daerah) setempat untuk pinjaman. Itu dilakukan agar bisa melunasi kepada pihak-pihak yang diutangi. 

Hal itu sudah menjadi semacam rutinitas. Kalau ditanyakan kepada anggota DPR atau DPRD, pasti ditemukan cerita-cerita semacam itu. 

Tapi, yang perlu dicatat untuk pileg, angel investor itu hampir tidak ada, ada pun hanya 5 persen. Kalau untuk pilkada itu banyak. 

Ketiga, baru biayanya mengandalkan partai. Parpol mendapatkan dana dari para anggotanya yang duduk sebagai anggota legislatif di tingkat nasional, provinsi, kabupaten membayar iuran bulanan. Nanti, iuran itu dikeluarkan menjelang pemilu.

Dana itu digunakan sebagai insentif. Biasanya parpol di tingkat pusat itu akan memberikan insentif untuk pembiayaan saksi. Tapi, itu kan pasti tidak cukup. 

Misalnya biaya saksi Rp200 ribu per orang. Itu nominal yang pernah disebut oleh Pak Jusuf Kalla di satu media.

Rp100 ribu misalnya diberikan oleh DPP parpol. Sisa Rp100 ribu itu biasanya ditanggung renteng. Caleg di DPR RI nya nanggung Rp30 ribu, lalu caleg di tingkat provinsinya menanggung renteng Rp30 ribu, caleg di tingkat kabupaten Rp40 ribu. 

Itu yang biasanya dilakukan di partai kami. Tapi, informasi yang saya dapatkan, praktik serupa juga terjadi di partai-partai lain. 

Sementara, untuk pilkada, angel investor ini memang lebih banyak (peranannya). Karena rata-rata ada kepentingan bisnis di balik itu. 

Makanya di program podcast lain, saya katakan seandainya biaya kampanye diambil dari dananya sendiri, maka bisa direm dorongan-dorongan untuk korupsi. Karena dia juga pasti berpikir ada risikonya. 

Sementara, kalau biaya kampanye dari orang lain, itu yang agak sulit. Karena orang lain menganggap ini sebagai bisnis. 

Siklusnya kan lima tahun. Artinya, dalam waktu tiga tahun harus kembali, tahun keempat sudah harus menabung untuk tahun berikutnya. Tahun kelima sudah bertarung lagi. Jadi, ini sebuah bisnis yang BEP (Breaking Event Point) harus kembali dalam tiga tahun. 

Saya mengutip data yang pernah disampaikan oleh Pak Nurul Ghufron (komisioner KPK), ada 429 kepala daerah dari 514 kabupaten/kota tersangkut kasus korupsi. Itu artinya 83 persen kan korupsi. Pernyataan dari pimpinan KPK kan memperkuat itu. 

Ketika angkanya (50 persen kepala daerah korup), itu sudah mengkhawatirkan. Sementara, kalau 82 persen sudah terjaring korupsi, maka sesuatu perlu dilakukan.

Reformasi perlu dilakukan di sistem politik di Indonesia. Saya khawatir negeri ini secara politik menuju kehancuran. Ini perlu dicatat bahwa saya tidak berbicara secara ekonomi atau industri. 

Jadi, ketika kita melantik kepala daerah, jangan-jangan secara sadar seluruh stakeholder di negeri ini sedang melakukan wisuda untuk menuju ke proses hukum. Itu yang saya appeal agar ada perubahan.

Karena setelah peristiwa (saya terkena OTT), jubir KPK mengharapkan agar saya bisa dijadikan duta antikorupsi. Ini adalah persoalan yang serius. 

Pertama, dari aparat penegak hukum (APH) sudah mengidentifikasi praktik korupsi sebesar itu. Come on, ini sistem, bukan lagi oknum!

Kedua, berdasarkan disertasi Burhanuddin Muhtadi di ANU (Australia National University), menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara dengan praktik politik uang terbesar kedua di dunia. Itu kan menyedihkan sekali. Apalagi kita adalah negara dengan penduduk umat Islam terbesar di dunia. Kok malah begitu kelakuannya?

Tetapi, saya ingin mengoreksi pernyataan pimpinan KPK. Biaya terbesar di pilkada bukan dari mahar. Dana terbesar digunakan untuk kampanye. 

Gilak apa, ada biaya yang dibayarkan ke parpol, lalu calon yang kami dukung kalah? Karena mereka kehabisan bayar duit ke parpol. Kan itu gak mungkin! Kami pasti menginginkan agar calon yang didukung menang.

Salah satu bentuk kampanye yang diterima luas di masyarakat adalah politik uang. Kenapa? Karena sejak pilkades pun, warga sudah dibiasakan dengan praktik politik uang itu. 

Jadi, tidak rugi ya bila terpilih menjadi anggota legislatif?

Kalau pileg, saya bisa pastikan biaya kampanyenya masih bisa manageable. Dari gaji, honor, SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas) ke daerah maupun ke luar negeri, itu pasti kembali (balik modal). 

Baca Juga: Krisdayanti Blak-blakan Soal Gaji dan Tunjangan yang Diterima di DPR

Apakah aspirasi pemilih muda kerap berbeda dari kebijakan yang diketok di parlemen karena lumrahnya praktik politik uang tadi?

Pertama, saya menyerukan kepada teman-teman Gen Z untuk masuk lah ke parlemen. Lihat profil anggota parlemen kita, yang usianya seperti kalian ada berapa? Pasti gak ada!

Atau kalau pun ada sedikit sekali. 

Apa yang menjadi penyebab anggota parlemen dari usia muda saat ini masih sedikit? Mayoritas kalau ada yang terpilih pun datang dari keluarga yang dulunya politisi

[WANSUS] Rommy: Tiap Pilkada Banyak Libatkan Bohir(Dok. IDN Times)

Sebenarnya yang bisa lolos ke Senayan, tidak semuanya memiliki previllege. Anak dari dokter, pasti ada yang jadi dokter. Anak dari seorang insinyur pasti ingin jadi insinyur.

Anaknya dari politisi pasti ingin juga jadi politisi dong. Kalau anak politisi jadi pedagang, itu baru menyimpang. Jadi, itu hal yang biasa-biasa saja. Hanya mungkin karena ketidaktahuan. Jadi, saya menyarankan kepada rekan-rekan millinneial dan gen Z ini agar masuk lah ke parlemen. 

Mulai lah dari tingkat kabupaten dan melakukan perubahan di daerah itu. Lalu, mulai naik ke tingkat provinsi. Masih banyak kok kepala daerah kita yang baik. 

Saya ambil contoh di Sumedang. Bupatinya di sana, Kang Dony Ahmad Munir. Kemampuan dia luar biasa. Sistem e-Gov-nya nomor satu di Indonesia. Dia melakukan revolusi dengan menggunakan e-government yang selama ini mandek karena diserahkan kepada vendor. 

Vendornya diganti karena dianggap merupakan kroni dari bupati lama, sehingga ketika bupati berganti, proyek itu tidak dilanjutkan. 

Dengan ada keberadaan Kang Dony, tenaga-tenaga TI yang diletakan di sana adalah ASN dengan tunjangan dan kinerja yang dilebihkan dibandingkan ASN lain, karena kemampuan ilmunya. Itu luar biasa revolusinya. 

Saya sangat mengapresiasi itu. Alhamdulillah, itu kader PPP yang saya tempatkan pada waktu itu. 

Mengapa Anda tidak ikut mengajukan diri sebagai caleg di Pemilu 2024?

Oh, iya memang. Karena saya diminta ketum untuk konsentrasi membantu PPP se-Indonesia, bukan satu dapil saja. 

Kalau saya mencalonkan diri, rekan-rekan harus tahu, pasti 90 persen waktu kita sejak mencalonkan diri ada di daerah pemilihan itu. Apalagi kalau kita pimpinan parpol, sudah turun (jadi caleg) dan tidak jadi atau terpilih, maka malu. 

Sementara, kalau turun dan jadi, kita gak mengurus Indonesia, hanya fokus ke dapil itu saja. Itu sudah saya alami selama dua kali maju. 

Baca Juga: Daftarkan Bacaleg PPP, Mardiono Naik Sepeda Listrik ke KPU

Bagaimana nasib Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) saat ini?

[WANSUS] Rommy: Tiap Pilkada Banyak Libatkan BohirTiga ketum parpol yang tergabung dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). (www.instagram.com/@golkar.indonesia)

Kalau saya melihat, ini soal perspektif saja. Saya mengatakan bubar itu mana kala salah satu anggota KIB berbeda pendapat soal capres yang kita usung. 

Saat ini, yang secara konstitusional partai memberikan dukungan baru PPP. Sedangkan, dua parpol lainnya belum resmi. Artinya, bahwa Golkar sudah menetapkan Pak Airlangga sebagai capres di Munaslub, itu sudah diketahui sejak pembentukan KIB pada 12 Mei 2022. 

Pak Zulkifli Hasan menyampaikan puisi di rakornas PAN di Semarang memang betul. Tetapi, itu kan belum resmi menjadi keputusan PAN. Jadi, kami tunggu. Kalau PAN dan Golkar mengikuti PPP untuk mendukung Mas Ganjar maka KIB menjadi plus dengan PDI Perjuangan. 

Tapi, kalau kemudian Partai Golkar dan PAN berbeda pilihan (capres) dengan PPP, di titik itu lah menjadi bubar. 

Baca Juga: PDIP dan PPP Akan Ajak Parpol Lain Ikut Dukung Ganjar di Pemilu 2024

Beredar informasi ada satu parpol parlemen lagi yang akan mendukung Ganjar Pranowo. Warna parpolnya biru, apa itu benar?

Wah, itu tanya (parpol) yang warnanya hitam. Hahahaha... Kami tidak bisa memberikan pendapat terkait sikap dari parpol lain. Karena keputusan final ada di mereka. 

Ibaratnya sebelum janur melengkung, kami belum bisa memastikan. Sehingga, kita tunggu saja. Janurnya kan masih lurus. 

Apakah janurnya melengkung saat pendaftaran capres di KPU pada Oktober mendatang?

Gak mungkin! Karena semua parpol akan mengambil sikap lebih awal. Kalau mengambil sikapnya mepet seperti pemilu 2019 bisa menimbulkan kegoncangan politik bagi partai tersebut. 

Apalagi, parpol tersebut tidak kunjung bersikap di tengah semua capres dicalonkan partai-partai lain, wah itu bisa jadi gelandangan politik. 

Golkar mengatakan meski PPP resmi mengusung Ganjar, tapi tanda tangannya masih tertinggal di KIB. Bagaimana menjelaskan hal itu?

Ya, betul tanda tangannya masih ada dan Pak Mardiono (Plt Ketum PPP), bersama Pak Zul (Ketum PAN) dan Pak Airlangga kan masih bertemu. Meski PPP sudah resmi memberikan dukungan kepada Ganjar. 

Ketika Pak Mardiono berada di Yogyakarta, Beliau juga menelepon Pak Airlangga dan Pak Zul. Pak Mardiono menyampaikan sikap dan berharap KIB masih tetap sama. Oleh karena itu kami masih tetap meyakini dan optimistis masih ada partai yang mengikuti jejak PPP mendukung Ganjar. 

Apakah betul akan ada pertemuan tiga ketua umum parpol KIB untuk merayakan satu tahun terbentuknya KIB?

[WANSUS] Rommy: Tiap Pilkada Banyak Libatkan BohirInformasi soal pembentukan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) (IDN Times/Aditya Pratama)

Rencananya begitu. Karena kan seperti pepatah datang tampak muka, pulang tampak punggung. Tapi, belum tahu kapan akan diadakan. Itu para ketum yang memutuskan. Kami sebagai aparat partai tinggal menjalankan saja. 

Dalam politik itu, seorang musuh sudah terlalu banyak. Kalau bisa sejuta kawan. Jadi, ini ada teman di koalisi, mumpung masih ada. 

Apakah PPP memandang sikap Golkar yang justru memilih bertemu dengan PKB, sebagai bentuk penolakan untuk mendukung Ganjar?

Kalau kami melihat itu bagian dari komunikasi politik Pak Airlangga untuk mengoptimalkan keputusan Munaslub. Pada podcast yang lain, saya mendengar Pak Nusron selaku politisi Golkar berbicara bahwa parpolnya sedang mengoptimalkan beberapa skenario. 

Skenario pertama, Prabowo-Airlangga. Kedua, kalau itu tidak memungkinkan, maka skenarionya Airlangga-Cak Imin. Tapi, bisa juga Prabowo melanjutkan menjadi Prabowo-Cak Imin. Saya tidak tahu apakah Golkar ada di dalamnya atau tidak. 

Masih tiga skenario di koalisi PKB-Gerindra yang harus disikapi oleh Golkar. Di perjanjian Gerindra dan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa), sudah banyak diberitakan bahwa capres itu Pak Prabowo, cawapres itu harus mendapat persetujuan dari Gerindra dan PKB. 

Karena itu, tidak salah kalau Pak Airlangga ketika meminta posisi cawapres Pak Prabowo dari Cak Imin. Nah, sudah dapat atau belum, tanya lah ke Cak Imin. 

Apa analisis Anda bahwa ketika tim pemenangan Golkar-PKB bertemu, Airlangga malah hanya ditawari posisi ketua pemenangan?

Seperti yang saya katakan, Golkar harus menyikapi yang tiga ini kan. Menyikapi opsi Prabowo-Airlangga, Airlangga-Cak Imin atau Prabowo-Cak Imin. Yang belum tentu kalau Prabowo-Cak Imin, Golkar akan ada di sana. Kan begitu. Kita tunggu saja, itu kan hasil perundingan mereka. Ketika hasil perundingan itu ada, pasti baru berdampak ke kita (PPP-PDIP). 

Baca Juga: Golkar-PKB Umumkan Jadi Partai Inti Koalisi Besar

Selaku teman satu koalisi di KIB, apakah PPP melihat Golkar saat ini dalam posisi insecured? Mau coba ke sana gak bisa, mau ke sini seperti ditolak?

[WANSUS] Rommy: Tiap Pilkada Banyak Libatkan BohirKetua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto ketika bertemu dengan Cak Imin di Senayan sambil olahraga pagi. (www.instagram.com/@golkar.indonesia)

Namanya juga usaha. Yang namanya usaha itu harus tetap semangat. Karena semangat itu saja lah yang kita punya. 

Dalam politik itu biasa seperti itu. Hal ini juga terjadi di saat pilkada. Di menit-menit terakhir, parpol baru menyadari semua sudah dapat pasangan. Parpol tertentu gak masuk, ya sudah nasib. 

Kami juga tahu persis, di dalam sejarah politik paska reformasi ini, di saat pilpres langsung, ada banyak orang yang sudah mengiklankan diri dari jauh-jauh hari. Boro-boro terpilih jadi capres atau cawapres. Posisi menteri saja akhirnya gak dapat. 

Jadi, pesannya, tunggu tanggal mainnya. Gak perlu menunggu hingga pendaftaran ke KPU. Saya sih memiliki keyakinan akan ada percepatan dukungan ini akan muncul setelah Idul Adha. 

Karena kan ada banyak tokoh politik yang mungkin ikut beribadah haji. Selama di sana salat istikharah. Akhirnya memutuskan 'ya sudah kamu tidak usah maju saja. Atau kamu harus maju apapun risikonya.'

Kalau kita lihat, kan ada empat parpol yang secara resmi belum menentukan sikap. Gerindra kan sudah memutuskan capres adalah Prabowo, tapi pasangannya kan belum tahu siapa. Yang kedua, Cak Imin belum menentukan sikap, kecuali Beliau diambil sebagai cawapresnya Prabowo. Itu kan sudah disampaikan berkali-kali. 

PAN dan Golkar. Kalau PAN, baru sempat menyebut nama Ganjar tapi ada syarat harus dipasangkan dengan Erick Thohir. 

Kemudian, Golkar, harus Airlangga capresnya. Kan, masih bisa dua pasang lagi. Kalau saya pribadi sih lebih senang dapat tambahan dua pasang lagi. Jadi, total ada empat pasang capres. 

Mengapa Anda lebih suka ada empat pasang capres?

Kalau saya sih melihat lebih banyak pilihan bagi rakyat karena memperkuat sistem politik berbasis kepartaian. Karena partai-partai memang punya banyak kader. 

Kalau misalnya Pak Airlangga dan Cak Imin maju, mereka kan memang ketum parpol. Semua yang maju capres kan rata-rata ketum, kecuali PDIP. Pak Anies kalau maju menggandeng Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), posisinya kan juga ketum. 

Jadi, kan bagus. Dari sembilan parpol di parlemen, lima ketumnya maju di pemilu 2024. Berarti, politik kita berbasis kepartaian sudah benar karena memproduksi pemimpin berbasis partai. 

Apakah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sistem Pemilu 2024 akan kembali mengubah peta koalisi?

Itu sama sekali gak ada hubungannya. Itu kan pemilu legislatif. Kamarnya berbeda dengan pilpres. 

Kalau sekarang ini, saya masih memprediksi, melihat pergerakan-pergerakan dan komunikasi politik, sepertinya hanya ada tiga pasang capres. Harapan saya empat pasang capres. 

Artinya, ini lah tiga capres yang paling dikehendaki oleh publik yaitu Mas Ganjar, Pak Prabowo dan Mas Anies. Tinggal wakilnya siapa. 

Most likely kalau kita melihat kemungkinan politiknya Mas Anies akan diwakili Pak AHY. Kalau Pak Prabowo saat ini memiliki pilihan, kalau melihat basis deklarasinya akan berpasangan dengan Cak Imin. Kalau melihat tokoh baru yang sedang menawarkan diri, maka ada Pak Airlangga. 

Kalau melihat endorsement Presiden Jokowi kepada Erick Thohir yang kemungkinan dibawa PAN, maka Pak Erick. Maka, masih ada tiga ini bacawapresnya. 

Kemudian, Mas Ganjar, tentu kami PPP dan PDIP, mendorong agar mendapat cawapres yang memiliki kualifikasi yang melengkapkan spektrum ideologis nasional. Artinya, memiliki kualifikasi relijius. 

Apakah itu penyebab PPP mendorong KH Nasaruddin Umar untuk jadi bacawapres Ganjar?

K.H Nasaruddin Umar kan memang kita kenal sebagai tokoh penggiat moderasi Islam dan beragama. Kedua, Beliau juga pengurus PBNU, di mana itu adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia. Apalagi di setiap pemilu, nama tokoh-tokoh NU pasti muncul.

Ketiga, Pak Nasar adalah tokoh dari luar Jawa. Di mana dari segi komposisi, 61 persen suara ada di Pulau Jawa, 17 persen di Pulau Sumatera, selebihnya ada di Indonesia timur. Pak Nasar dianggap cukup mewakili Indonesia timur. Sehingga, memang masuk dalam radar PPP. 

Rencananya memang Pak Nasar akan mendampingi Mas Ganjar melakukan halal bihalal di Manado, Sulawesi Utara. 

Baca Juga: Ditawari Jadi Cawapres Anies oleh PKS, Mahfud: Koalisi Solid Dulu

Bagaimana dengan peluang Mahfud MD di pemilu 2024 menjadi bacawapres?

Pak Mahfud juga masuk dalam kriteria itu dan mewakili suara dari luar Pulau Jawa. Karena Pak Mahfud kan dari Madura. 

Kemarin, ketika saya bincang-bincang dengan Pak Olly (Bendum PDIP), kami sebenarnya memiliki nama-nama yang spektrumnya cukup luas. Ada Pak Erick, Pak Sandi, Pak Nasaruddin Umar, hingga Pak Mahfud. Mungkin ada nama-nama lain lagi yang belum kami challenge karena semuanya memenuhi kriteria tadi yaitu luar Jawa, mewakili warna keagamaan moderat dan spektrum karakternya relijius. 

Komunikasi antara Anda dengan Mahfud sudah kembali terjalin. Apa itu betul?

Alhamdulillah, komunikasinya sudah kembali terjalin. Pak Mahfud memiliki jiwa kenegarawanan. Jadi, saya minta maaf ke Pak Mahfud kalau ada hal-hal yang selama ini saya sampaikan kurang berkenan. 

Beliau juga menyampaikan 'ya, saya yang tua juga sama (minta maaf).' Saya lah yang menginisiasi komunikasi itu. 

Sebenarnya di antara kami, tidak ada apa-apa. Sekian tahun tidak ada apa-apa. Cuma karena di podcast diangkat kembali, terus kesannya dulu saling berhadap-hadapan. Padahal, saya hanya menjelaskan bahwa dulu PPP yang mengusulkan (Mahfud jadi cawapres Jokowi). 

Jadi, tidak benar kalau PPP juga mengajukan nama Ma'ruf Amin jadi cawapres di pemilu 2019?

Dua nama yang sebenarnya kami usulkan yaitu K.H Ma'ruf Amin dan Pak Mahfud MD. Pada waktu kami mengajukan, saya ditemani oleh Pak Lukman Hakim Saifuddin (eks Menteri Agama), Suharso Monoarfa dan meminta restu Mbah Maimun. 

Mbah Maimun yang meminta agar Pak Ma'ruf ditempatkan di posisi nomor satu karena Beliau lebih tua. Sehingga, kami ajukan nama Beliau. Jadi, ada dua nama. Yang terjadi ya seperti yang saya ceritakan itu. 

Pak Jokowi menanyakan kepada empat ketum parpol. Semua menyampaikan argumentasinya, tiga ketum parpol menolak (Mahfud jadi cawapres). PPP kan posisinya mengajukan dua nama. Silakan Presiden Jokowi memilih salah satu. 

Baca Juga: Ma'ruf Amin Tak Akan Maju di Pilpres 2024: Saya Sudah Tua

Apakah peluang Mahfud lebih terbuka lebar di Pemilu 2024?

Kalau menurut survei, karena semua capres saat ini kan membutuhkan elektabilitas, elektabilitas itu menyumbang keterpilihan mereka nantinya. Elektabilitas yang tinggi kan menunjukkan modalitas dan rekam jejak yang bagus. 

Menurut saya, Pak Mahfud lebih berpeluang (menjadi cawapres) hari ini dibandingkan di pemilu 2019. Kenapa? Karena elektabilitas Pak Mahfud hari ini lebih tinggi dibandingkan 5 tahun lalu. 

Dulu Pak Mahfud kan relatif tidak terlalu banyak cawe-cawe. Sekarang kan Beliau menjabat Menko Polhukam. Jadi, lebih memiliki panggung dan publik lebih mudah menilai rekam jejak Beliau dibanding dulu yang 'sembunyi'. Karena sekarang kan lebih terekspos. 

Di antara sekian nama bacawapres, mana yang akan disodorkan oleh PPP untuk disorongkan jadi pasangan Ganjar?

Kalau itu nanti survei yang berbicara. Nomor satu dari segi elektabilitas memang diduduki Pak Sandi Uno. 

Pemilihan cawapres kadang karena aspek elektabilitas, tapi bisa juga karena aspek strategis. Dia mungkin tidak electable hari ini, tapi dia menjadi titik temu simpul-simpul yang kami yakini akan membuat dia bisa didongkrak elektabilitasnya. 

Misalnya, Pak Ma'ruf Amin, kalau dari segi elektabilitas ya gak terpotret sama sekali, wong gak ada elektabiltasnya. Cuma Beliau itu Rois Am, pemimpin tertinggi di NU, Ketua MUI - 72 ormas Islam ada di dalamnya. Beliau pernah menjadi Wantimpres yang didorong oleh Demokrat, ketika Pak SBY berkuasa. 

Pernah menjadi anggota DPR dari PKB. Pernah jadi anggota DPRD DKI dari PPP. Jadi, setidak-tidaknya jejak Beliau itu yang memiliki arti strategis. 

Beliau Ketua MUI yang menerbitkan fatwa di kasusnya Ahok. Waktu itu pemilihannya betul-betul atas kepentingan strategis bukan elektabilitas. Tapi, karena capresnya waktu itu Pak Jokowi yang sudah memiliki elektabilitas. 

Sementara, capres saat ini, baik Mas Ganjar, Pak Prabowo dan Mas Anies, semuanya membutuhkan elektabilitas (dari sosok bacawapres). Tapi, poin terakhir juga penentu yaitu logistik. 

Baca Juga: Rommy PPP: Erick Thohir dan Sandi Uno Diminta Istana Tebar Pesona 

Apakah masih ada penolakan dari parpol terhadap sosok Mahfud?

Tadi saya katakan kalau dari segi elektabilitas, di survei Charta Politika, posisi pertama kan masih diduduki Pak Sandi Uno, kedua Pak Ridwan Kamil, nomor tiga Pak Mahfud. 

Artinya, dari segi elektabilitas no problem, artinya memang unggulan. Kemudian, kedua dari segi kapasitas, Beliau lebih dari cukup.

Ketiga, dari akseptabilitas, sebelum diterima oleh publik, diterima dulu oleh parpol. Tadi Anda sudah mengatakan itu, masih ada sejumlah penolakan. 

Lalu, keberterimaan aspek strategisnya. Pak Mahfud kan figur hari ini yang memberi warna mencerahkan untuk politik nasional. Tetapi, sekali lagi tiket (pencalonan) ada di parpol. Jadi, kita menyajikan calon pemimpin bangsa yang nanti dipilih oleh publik. Kembali lagi pemegang tiketnya adalah para ketum parpol. 

Saya tidak bisa mengukur dalamnya hati para ketum parpol, jadi kita tunggu saja. Tunggu tanggal mainnya. 

 

Baca berita terbaru terkait Pemilu 2024, Pilpres 2024, Pilkada 2024, Pileg 2024 di Gen Z Memilih IDN Times. Jangan lupa sampaikan pertanyaanmu di kanal Tanya Jawab, ada hadiah uang tunai tiap bulan untuk 10 pemenang.

https://www.youtube.com/embed/Vbyo-WvqAzc

Baca Juga: PPP Akui Elus-elus Nasaruddin Umar Agar Jadi Cawapres Ganjar Pranowo

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya