Sejarah Odong-odong: Ritual Tanah Sunda hingga Seni Pertunjukan

Jakarta, IDN Times - Sebuah Kereta Kelinci alias odong-odong tertabrak kereta Merak-Jakarta di perlintasan Silebu Toplas, Desa Silebu, Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang, Banten, Selasa (26/7/2022).
Akibat kecelakaan tersebut, sembilan penumpang yang terdiri dari wanita dan anak-anak meninggal dunia di lokasi kejadian.
"Ada beberapa korban namun untuk hasil cek sementara korban sembilan MD (meninggal dunia)," kata Kapolsek Kragilan Kompol Yudi Wahyu Hindarto saat dikonfirmasi.
Odong-odong merupakan wahana permainan anak-anak yang menjadi alternatif hiburan. Dalam perjalanannya, odong-odong mengalami perubahan dari segi desain hingga bentuk, mulai dari odong-odong sepeda hingga odong-odong mobil.
Berikut sejarah odong-odong yang dikutip dari tulisan berjudul Sisingaan: Kesenian Tradisional Kabupaten Subang yang diterbitkan di laman Kemendikbud.
1. Kesenian odong-odong memiliki fungsi dan makna ritual
Dalam tulisannya, Suwardi menjelaskan, asal-usul kesenian Sisingaan dipelopori Nanu Munajar, seorang seniman akademisi yang berasal dari Subang, Jawa Barat. Ia berpendapat kesenian Sisingaan berawal dari kesenian odong-odong yang memiliki fungsi dan makna ritual.
Sementara, Nanu Munajar mengatakan, jauh sebelum agama-agama besar masuk Indonesia, masyarakat di Subang telah memiliki tradisi yang berkaitan dengan aktivitas pertanian, yaitu tradisi “Odong-odong”. Tradisi yang dimaksud adalah kepercayaan yang memuja dan mengagungkan padi dan para leluhur serta kekuatan-kekuatan supranatural.
Tradisi Odong-odong ini dilangsungkan dengan cara mengarak sesuatu benda yang dibentuk menyerupai binatang tertentu, dan diiringi dengan bunyi 'surak' (tepuk tangan berirama). Peniruan bentuk binatang ini adalah ekspresi dari kepercayaan totemisme, yaitu kepercayaan dan pemuliaan terhadap hewan tertentu. Odong-odong ini biasa dipertunjukan pada konteks ritual, seperti ritual pertanian, dan upacara Ngaruwat Bumi.