Siswa Sekolah Rakyat di Ambon Diduga Disetrika, Kepala Sekolah Buka Suara

- Sekolah Rakyat diklaim sebagai rumah kedua siswa
- Pihak sekolah menegaskan tidak ada ancaman atau kekerasan pada siswa
- Bekas luka merupakan perbuatan siswa sendiri
Jakarta, IDN Times - Siswa Sekolah Rakyat di Ambon diduga mengalami kekerasan fisik oleh guru atau wali asrama. Namun, Kepala SRMA 40 Ambon, Afia Fransina Joris, membantah adanya kekerasan fisik dalam bentuk apapun di sekolahnya, termasuk tindakan penyetrikaan.
“Tidak ada penyetrikaan di sekolah kami. Kami sangat menolak kekerasan dalam bentuk apapun. Sekolah Rakyat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan pendidikan yang humanis,” klaim Afia dalam keterangan tertulis, Jumat (14/11/2025).
1. Sekolah Rakyat jadi rumah kedua

Afia menjelaskan, Sekolah Rakyat bukan hanya ruang belajar, tetapi rumah kedua bagi anak-anak keluarga kurang mampu untuk tumbuh dan belajar menjadi agen perubahan, mengangkat derajat keluarga, serta keluar dari lingkaran kemiskinan.
Dengan latar belakang siswa yang beragam, Afia menuturkan, mendidik mereka membutuhkan kesabaran dan pendekatan empatik.
“Kami memegang teguh trilogi Sekolah Rakyat: tidak boleh terjadi bullying, tidak boleh ada kekerasan, dan tidak boleh ada intoleransi. Itu prinsip yang kami jaga bersama,” katanya.
2. Tidak ada ancaman atau kekerasan

Terkait isu yang sempat muncul pada Selasa, 11 November 2025, Afia menjelaskan, kejadian tersebut berawal dari enam siswa yang membuat tanda menyerupai tato di dada mereka, dengan cara menjepit kulit pakai penjepit hingga membentuk huruf. Setelah diketahui wali asrama, para siswa dikumpulkan dan diberikan pembinaan.
Lebih lanjut, Afia mengklaim, tidak ada ancaman atau tindakan kekerasan dari guru, wali asrama, maupun tenaga kependidikan.
“Peristiwa ini bukan dilakukan oleh tenaga pendidik atau wali asrama. Kami pastikan tidak ada kekerasan di lingkungan SRMA 40 Ambon,” katanya.
Afia menyebut pihak sekolah kini telah membentuk Tim Penanganan Kekerasan Sekolah, guna memastikan setiap siswa aman, dihormati, dan dibimbing dengan pendekatan humanis.
“Kami ingin mendidik anak-anak ini untuk saling mencintai, menghargai, dan memahami makna kesempatan yang diberikan negara. Mereka adalah harapan bangsa yang kelak akan membanggakan orang tua dan tanah air,” kata Afia.
3. Bekas luka dari perbuatan siswa sendiri

Salah satu siswa, MAB, mengaku bekas luka di dadanya bukan akibat tindakan orang lain.
“Saya yang bikin sendiri, dengan setrika untuk menghilangkan bekas jepitan mirip tato,” ujarnya.
Sementara itu, keluarga MAB bernama Zainab Ulun, hari ini juga berkunjung ke SRMA 40 Ambon. Ia memastikan keponakannya dalam kondisi baik-baik saja.
“Tidak apa-apa. Ya, alhamdulillah baik,” ujar Zainab.
Sebagai bibi MAB, Zainab mengungkapkan, keponakannya yang beranjak dewasa harus bisa memilih mana yang baik dan buruk.
“Itu juga suatu pilihan jalan buat anak-anak kita juga, walaupun ada kesalahan, kalau tidak ditegur maka tidak disayang, tapi kalau anak sampai ditegur berarti masih ada rasa sayang,” katanya.

















