Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Temuan Komnas HAM: 8 Korban Ledakan Amunisi Garut Pekerja Harian

Korban ledakan amunisi di Garut. (IDN Times/Istimewa)
Korban ledakan amunisi di Garut. (IDN Times/Istimewa)

Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengatakan, mayoritas warga sipil yang meninggal dalam insiden pemusnahan amunisi kedaluwarsa di Kabupaten Garut merupakan pekerja lepas yang diberdayakan untuk membantu TNI Angkatan Darat (AD).

Para pekerja itu dikoordinir oleh seorang warga sipil bernama Rustiawan. Itu merupakan salah satu temuan penting yang diperoleh Komnas HAM ketika melakukan pemantauan dan meminta keterangan kepada sejumlah pihak di lapangan. 

"Korban ledakan terdiri dari sembilan orang warga sipil dan empat prajurit TNI AD. Delapan dari sembilan warga sipil merupakan pekerja harian lepas. Sedangkan satu korban sipil lainnya sedang berkunjung ke lokasi untuk menemui temannya," ujar Komisioner Komnas HAM bidang pemantauan dan penyelidikan, Uli Parulian Sihombing, ketika memberikan keterangan pers di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (23/5/2025). 

Ia turun ke Kabupaten Garut pada 15-17 Mei 2025 dan meminta keterangan kepada sejumlah instansi terkait, saksi dan keluarga korban. Selain itu, kata Uli, Komnas HAM juga memanggil Kepala Pusat Peralatan Angkatan Darat (Puspalad) dan jajarannya ke kantor pada 21 Mei 2025 lalu. 

Hasil temuan dari Komnas HAM itu menepis narasi yang sudah kadung beredar di publik bahwa korban sipil ikut meninggal, karena mendekati lokasi pemusnahan amunisi untuk mengambil sisa logam yang masih memiliki nilai ekonomis untuk dijual. 

Namun, Uli tak menampik usai dilakukan peledakan amunisi kedaluwarsa, sejumlah warga mendekati ke titik lokasi. Mereka mengambil sisa amunisi yang sudah diledakan. Warga yang memulung sisa amunisi itu tidak menjadi korban. 

"Lazimnya, 50-an warga berkumpul di sekitar lokasi peledakan untuk mengambil atau memungut sisa amunisi. Warga juga sering membawa pulang peti bekas amunisi ke rumah masing-masing untuk digunakan sebagai tempat serbaguna," katanya. 

1. Pemusnahan amunisi dilakukan dalam dua gelombang oleh TNI AD

Sejumlah amunisi kedaluwarsa yang hendak dimusnahkan. (IDN Times/Istimewa)
Sejumlah amunisi kedaluwarsa yang hendak dimusnahkan. (IDN Times/Istimewa)

Lebih lanjut, temuan lain yang diperoleh Komnas HAM yakni kegiatan pemusnahan amunisi di Kabupaten Garut itu dilakukan dalam dua gelombang. Gelombang pemusnahan pertama berlangsung pada 17 April-5 Mei 2025. Pemusnahan amunisi gelombang pertama dilakukan oleh jajaran dari Gudang Pusat Amunisi I (Puspalad TNI-AD). 

Sedangkan, pemusnahan gelombang kedua berlangsung pada 29 April 2025-15 Mei 2025 yang dilakukan oleh jajaran dari Gudang Pusat Amunisi III (Puspalad TNI-AD). Uli mengatakan dalam proses pemusnahan amunisi biasanya bakal melibatkan satu pleton prajurit TNI AD atau setara 30-50 prajurit. 

Mereka kemudian mendirikan sejumlah tenda untuk menginap bagi sesama prajurit, dapur umum dan tenda lainnya sebagai tempat penyimpanan amunisi. Namun, TNI AD dinilai lalai karena ikut mengajak 21 warga sipil sebagai pekerja lepas dalam kegiatan pemusnahan amunisi. 

"Para pekerja sipil atau pekerja harian lepas memiliki peran dan tugas masing-masing di antaranya sebagai sopir truk, penggali lubang, juru masak hingga pembongkar amunisi," tutur Uli. 

"Para pekerja sipil ini belajar secara otodidak selama bertahun-tahun dan tak melalui proses pendidikan atau pelatihan yang tersertifikasi," imbuhnya. 

2. Pekerja harian lepas diberi upah Rp150 ribu per hari untuk bantu TNI AD

Komisioner Komnas HAM di bagian koordinator subkomisi penegakan HAM/Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan, Uli Parulian Sihombing di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat. (IDN Times/Santi Dewi)
Komisioner Komnas HAM di bagian koordinator subkomisi penegakan HAM/Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan, Uli Parulian Sihombing di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat. (IDN Times/Santi Dewi)

Uli mengatakan 21 pekerja sipil di area pemusnahan amunisi dikoordinir oleh warga sipil lainnya yang bernama Rustiawan. Ia sudah memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun bekerja di dalam proses pemusnahan amunisi baik dengan pihak TNI maupun kepolisian. Rustiawan sendiri merupakan satu dari sembilan warga sipil yang meninggal dalam peristiwa memilukan pada 12 Mei 2025 lalu. 

"Sebanyak 21 orang dipekerjakan untuk membantu proses pemusnahan amunisi apkir TNI dengan upah rata-rata Rp150 ribu per hari," kata Uli. 

Selain dilakukan secara manual, pekerja sipil itu, kata Uli, tidak dibekali dengan peralatan khusus atau pelindung diri dalam melaksanakan pekerjaannya. Para pekerja sipil diminta untuk menggali lubang sebagai tempat untuk meledakan amunisi. Berdasarkan keterangan dari Mabes TNI AD, ada tiga lubang yang disiapkan. 

"Setiap proses peledakan dari tiap lubang, terdapat aba-aba dari petugas menggunakan pengeras suara untuk menjauh dari lokasi ledakan dan untuk memposisikan tubuh dalam keadaan menunduk atau telungkup," imbuhnya. 

3. Korban meninggal ketika hendak memusnahkan sisa detonator

Kronologi pemusnahan amunisi yang disampaikan oleh Mabes TNI Angkatan Darat (AD). (IDN Times/Aditya Pratama)
Kronologi pemusnahan amunisi yang disampaikan oleh Mabes TNI Angkatan Darat (AD). (IDN Times/Aditya Pratama)

Dari hasil penelusuran di lapangan, Komnas HAM mendapatkan keterangan sebelum jatuh korban meninggal dunia, sempat terjadi perdebatan antara Komandan Gapusmus dengan koordinator pekerja sipil, Rustiawan. Perdebatan membahas mengenai penanganan detonator sisa. 

Biasanya, kata Uli, cara yang dipilih dengan menenggelamkan detonator ke dasar laut untuk mempercepat proses disfungsi. Namun, hari itu, cara yang dipilih yakni dengan menimbun menggunakan campuran urea. 

Sementara, ledakan terjadi para korban menurunkan sisa detonator yang sudah dimasukan ke dalam drum untuk dimasukan ke lubang yang telah digali. "Posisi beberapa orang berada di dalam lubang, sisanya berada di sekitar lubang dan sedang mengangkut material detonator. Namun, ketika proses tersebut berlangsung, drum yang berisi detonator tiba-tiba meledak," tutur Uli. 

Ia mengatakan pada jenazah korban ditemukan luka bakar berat. Bahkan, beberapa jenazah ditemukan sudah dalam kondisi tidak utuh. Para korban, kata Uli, langsung dievakuasi ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pameungpeuk. 

"Dalam peristiwa itu tidak ditemukan adanya korban luka-luka," imbuhnya. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Sunariyah Sunariyah
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us