Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

AS Kerahkan 10 Ribu Pasukan ke Karibia

ilustrasi militer (pexels.com/Somchai Komkamsri)
ilustrasi militer (pexels.com/Somchai Komkamsri)
Intinya sih...
  • Militer AS serang kapal di lepas pantai Venezuela
  • Maduro kecam serangan dan perintahkan latihan militer
  • Korban sipil dan pergantian komando di militer AS
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Sekitar 10 ribu personel militer Amerika Serikat (AS) kini ditempatkan di kawasan Karibia untuk mendukung operasi pemberantasan narkoba. Sebagian besar pasukan berbasis di Puerto Rico, sementara Marinir ditempatkan di kapal-kapal perang bersama delapan kapal Angkatan Laut dan satu kapal selam.

Langkah ini menjadi bagian dari strategi Presiden AS, Donald Trump pada Jumat (17/10/2025) untuk memerangi perdagangan narkoba sekaligus menekan Presiden Venezuela, Nicolás Maduro. Trump mengatakan ia telah memberi izin kepada Badan Intelijen Pusat (CIA) untuk melakukan operasi rahasia di Venezuela.

“Saya mengizinkan karena dua alasan, nomor satu mereka telah mengosongkan penjara mereka ke AS, mereka masuk melalui perbatasan. Banyak narkoba masuk dari Venezuela, dan banyak narkoba masuk melalui laut, tapi kami juga akan menghentikan mereka di darat,” ujarnya di Gedung Putih, dikutip dari The Hill.

Izin tersebut memungkinkan CIA beroperasi secara mandiri atau bersama militer AS, meskipun rincian rencana operasinya belum diungkap.

1. Serangan AS terhadap kapal di lepas pantai Venezuela

Militer AS telah melancarkan lima serangan terhadap kapal yang diduga membawa narkoba di lepas pantai Venezuela sejak awal September. Serangan terbaru pada Selasa (14/10/2025) menewaskan enam orang yang disebut pemerintah AS sebagai narkoterroris. Seorang pejabat AS menyebut kali ini beberapa awak kapal selamat, meski tidak memberikan rincian lebih lanjut.

Dilansir dari BBC, operasi militer di Karibia juga melibatkan kapal perusak berpeluru kendali, pesawat tempur F-35, serta tiga pesawat pengebom B-52 yang terbang di sekitar Venezuela pada Rabu (15/10/2025) setelah lepas landas dari Pangkalan Angkatan Udara Barksdale di Louisiana. Peningkatan kehadiran militer itu menimbulkan kekhawatiran di Caracas tentang potensi serangan AS untuk menggulingkan pemerintahan Maduro.

Pemerintahan Trump menyatakan bahwa AS tengah berperang dalam konflik bersenjata non-internasional melawan jaringan perdagangan narkoba. Washington menuduh Maduro memimpin kelompok bernama Cartel of the Suns, yang melibatkan pejabat tinggi Venezuela. Namun, sejumlah ahli hukum dan pakar hak asasi manusia PBB mengkritik langkah tersebut sebagai eksekusi di luar hukum karena dinilai melanggar ketentuan internasional.

2. Maduro kecam serangan dan perintahkan latihan militer

Nicolas Maduro (kiri) bersama istrinya Cilia Flores (kanan) pada tahun 2019. (The Presidential Press and Information Office of Azerbaijan, CC BY 4.0, via Wikimedia Commons)
Nicolas Maduro (kiri) bersama istrinya Cilia Flores (kanan) pada tahun 2019. (The Presidential Press and Information Office of Azerbaijan, CC BY 4.0, via Wikimedia Commons)

Maduro, yang legitimasinya masih diperdebatkan di tingkat internasional, mengecam keras tindakan AS dalam pidato televisi.

“Tidak untuk kudeta yang diatur CIA. Tidak untuk perubahan rezim, yang sangat mengingatkan kita pada perang tanpa akhir yang gagal di Afghanistan, Irak, Libya, dan sebagainya,” katanya.

Ia kemudian memerintahkan latihan militer besar-besaran di Caracas dan Miranda untuk memperkuat pertahanan nasional, melibatkan militer, polisi, dan milisi sipil.

Dilansir dari Al Jazeera, Duta besar Venezuela untuk PBB, Samuel Moncada, mengecam serangan AS sebagai tindakan pembunuhan beruntun dan mendesak Dewan Keamanan PBB untuk melakukan penyelidikan. Ia menilai serangan AS merupakan rangkaian baru dari eksekusi di luar hukum.

Ia menekankan bahwa dua dari korban tewas adalah nelayan asal Trinidad dan Tobago, menilai tindakan itu sama sekali tidak memiliki dasar hukum.

3. Korban sipil dan pergantian komando di militer AS

Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth
Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth (U.S. Department of Defense, Public domain, via Wikimedia Commons)

Ibu seorang nelayan asal Trinidad dan Tobago, Lenore Burnley, mengatakan kepada Miami Herald bahwa putranya, Chad “Charpo” Joseph, termasuk di antara enam korban tewas dalam serangan AS.

Kedekatan geografis antara Venezuela dan Trinidad dan Tobago menimbulkan ketakutan di kalangan nelayan setempat akibat operasi militer AS yang terus berlanjut.

Sementara itu, Laksamana Alvin Holsey mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Komandan Komando Selatan AS (U.S. Southern Command), efektif akhir tahun ini.

“Merupakan kehormatan untuk melayani bangsa kita, rakyat Amerika, dan mendukung serta mempertahankan Konstitusi selama lebih dari 37 tahun,” katanya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sonya Michaella
EditorSonya Michaella
Follow Us

Latest in News

See More

Lihat Uang Triliunan, Prabowo: Bisa Perbaiki Sekolah-Kampung Nelayan

20 Okt 2025, 12:18 WIBNews