AS Usul Pasok Senjata ke Israel di Tengah Genosida Gaza

Jakarta, IDN Times - Departemen Luar Negeri AS "secara tidak resmi" memberi tahu Kongres tentang usulan kesepakatan penjualan senjata dengan Israel senilai 8 miliar dolar AS, termasuk amunisi untuk jet tempur, helikopter serbu, dan peluru artileri, demikian suatu laporan pada Jumat, 3 Januari 2025.
Kabar usul pasokan persenjataan senilai Rp129,6 triliun itu terungkap di tengah genosida yang terjadi pada masyarakat Palestina di Gaza.
1. AS berdalih Israel memiliki hak membela warganya

Departemen Luar Negeri menyampaikan kesepakatan tersebut sebagai langkah untuk "mendukung keamanan jangka panjang Israel, dengan memasok kembali persediaan amunisi penting dan kemampuan pertahanan udara," lapor Axios yang mengutip sumber yang mengetahui perihal tersebut, dikutip ANTARA yang melansir Anadolu.
"Presiden telah mengatakan secara jelas bahwa Israel memiliki hak untuk membela warganya, sesuai dengan hukum internasional dan hukum humaniter internasional," kata seorang pejabat AS dikutip laporan tersebut.
"...dan untuk mencegah agresi dari Iran dan organisasi proksinya. Kami akan terus menyediakan kemampuan yang diperlukan untuk pertahanan Israel," imbuh laporan tersebut.
Hal itu terjadi saat Presiden Joe Biden mendekati hari-hari terakhir masa jabatannya, sebelum pelantikan Donald Trump pada 20 Januari 2025.
2. Pasokan senjata masih menunggu persetujuan kongres

Kendati, penjualan senjata yang diusulkan masih menunggu persetujuan kongres. Pasokan senjata tersebut mencakup rudal udara-ke-udara AIM-120C-8 AMRAAM untuk jet tempur, peluru artileri 155mm, bom berdiameter kecil, hulu ledak seberat 500 pon, sekring bom, dan peralatan terkait lainnya, tambah laporan itu.
Penjualan tersebut dilaporkan akan melibatkan pengiriman amunisi dari persediaan AS saat ini, sementara sebagian besar lainnya akan membutuhkan waktu satu tahun atau lebih untuk diproduksi dan dikirim.
Sementara, Departemen Luar Negeri AS tidak segera menanggapi permintaan komentar Anadolu.
AS menghadapi kritik karena memberikan bantuan militer kepada Israel setelah lebih dari 45.650 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, tewas mengenaskan di Jalur Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Sementara, sekitar 1.200 orang diklaim tewas dalam serangan lintas perbatasan yang dipimpin Hamas saat itu.
Beberapa kelompok hak asasi manusia, mantan pejabat Departemen Luar Negeri, dan anggota parlemen Demokrat telah mendesak pemerintahan Biden menghentikan pengiriman senjata ke Israel, dengan pertimbangan pelanggaran hukum AS, termasuk Undang-Undang Leahy, serta hukum internasional dan hak asasi manusia. Namun, Israel membantah tuduhan itu.
Undang-Undang Leahy, yang dinamai menurut mantan Senator Patrick Leahy, mewajibkan AS menahan bantuan militer dari unit militer atau penegakan hukum asing, jika ada bukti kuat pelanggaran hak asasi manusia.
Kendati, Biden sempat menghentikan pengiriman 1.800 bom seberat 2 ribu pon (907 kilogram) dan 1.700 bom seberat 500 pon (227 kilogram) ke Israel pada Mei 2024, karena serangannya di kota Rafah di Gaza selatan dengan alasan korban sipil di daerah kantong itu sebagai akibat dari bom tersebut.
Namun, pada Juli tahun lalu, Biden memutuskan melanjutkan pengiriman bom seberat 500 pon (227 kilogram) ke Israel, setelah jeda selama dua bulan.
Aliran peralatan militer lainnya ke Israel terus berlanjut, termasuk jet tempur senilai 20 miliar US dolar (Rp324 triliun) dan perlengkapan militer lainnya yang disetujui Departemen Luar Negeri pada Agustus.
3. Lebih dari 70 persen impor senjata Israel berasal dari AS

AS yang memberikan bantuan keamanan tahunan senilai 3,8 miliar US dolar (Rp61,5 triliun) kepada Israel sejauh ini merupakan pemasok senjata terbesar bagi Tel Aviv, dengan lebih dari 70 persen impor senjata Israel berasal dari AS, menurut Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm.
Senjata buatan AS telah didokumentasikan dalam beberapa serangan Israel di Gaza yang mengakibatkan korban sipil, meskipun otoritas Amerika menolak mengonfirmasi fakta tersebut.
Sebuah laporan Departemen Luar Negeri pada Mei menyatakan "wajar untuk menilai" Israel menggunakan senjata buatan AS dengan cara yang tidak sesuai dengan hukum humaniter internasional. Laporan tersebut tidak mencapai kesimpulan yang pasti, dengan mengatakan laporan tersebut tidak memiliki "informasi yang lengkap."
4. Utusan Palestina desak DK PBB hentikan segera genosida di Gaza

Sementara, Utusan Palestina untuk PBB pada Jumat, 3 Januari 2025 mendesak Dewan Keamanan PBB agar menghentikan genosida yang sedang berlangsung di Jalur Gaza.
"Ini adalah tanggung jawab kolektif kita untuk mengakhiri neraka ini. Ini adalah tanggung jawab kolektif kita untuk mengakhiri genosida ini," kata Riyad Mansour, dalam pertemuan Dewan Keamanan tentang situasi di Timur Tengah.
Pertemuan ini dilakukan menyusul penggerebekan pekan lalu di Rumah Sakit Kamal Adwan, serta penangkapan dan penahanan sewenang-wenang terhadap direktur rumah sakit tersebut, Hussam Abu Safiya.
"Anda memiliki kewajiban untuk menyelamatkan nyawa. Para dokter dan tenaga medis Palestina mengemban misi tersebut dengan sepenuh hati, meskipun nyawa mereka terancam," kata Mansour dalam sidang DK PBB, mengutip ANTARA yang melansir Anadolu.
"Mereka tidak meninggalkan para korban. Jangan tinggalkan mereka. Hentikan kebebalan Israel. Akhiri genosida. Hentikan agresi ini segera dan tanpa syarat, sekarang," sambung Mansour kepada dewan.
Dia menyebut dokter dan tenaga medis Palestina berjuang untuk menyelamatkan nyawa manusia, namun mereka justru kehilangan nyawa mereka sendiri saat rumah sakit diserang.
"Mereka berjuang dalam pertempuran yang tidak bisa mereka menangkan, namun mereka tetap tidak mau menyerah atau mengingkari sumpah yang telah mereka ambil," tegasnya.
Diketahui, sejak 7 Oktober 2023, Israel telah membunuh lebih dari 45.550 jiwa, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak Gaza.
Pada November, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Selain itu, Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional terkait perang di wilayah tersebut.