Badai Langka Hantam Lereng Timur Everest, Ratusan Orang Dievakuasi

- Tim penyelamat gerak cepat menembus badai salju, membawa makanan, obat-obatan, dan perlengkapan penghangat.
- Lembah Gama mengejutkan pendaki berpengalaman, sebab Oktober biasanya musim puncak dengan cuaca cerah dan stabil.
- Bencana cuaca ekstrem meluas hingga Nepal dan Qinghai, menyebabkan banjir bandang dan kematian pendaki akibat hipotermia.
Jakarta, IDN Times – Ratusan pendaki, pemandu lokal, dan pengangkut barang dengan yak berhasil diselamatkan setelah terjebak di lereng timur Gunung Everest, yang dikenal di China sebagai Qomolangma. Mereka tertahan di Lembah Gama, wilayah otonom Tibet, akibat badai salju langka yang melanda selama dua hari pada pekan lalu.
Badai dahsyat itu menghancurkan tenda-tenda pendaki dan menimbun salju setebal lebih dari satu meter, memutus semua jalur turun dari base camp di ketinggian sekitar 4.200 meter. Operasi penyelamatan kemudian dilakukan dengan dukungan besar-besaran dari otoritas lokal.
Stasiun televisi nasional China, China Central Television (CCTV), melaporkan pada Selasa (7/10/2025) bahwa 580 pendaki bersama lebih dari 300 pemandu dan pengangkut yak tiba dengan selamat di titik relokasi di Kota Qudang, Kabupaten Tingri. Misi ini menjadi salah satu operasi penyelamatan terbesar di kawasan itu, mengevakuasi hampir 900 orang dari area pegunungan bersalju.
1. Tim penyelamat gerak cepat menembus badai salju
Tim penyelamat membawa makanan, obat-obatan, tabung oksigen, dan perlengkapan penghangat saat memandu para pendaki keluar dari lembah yang terisolasi. Sebagian kecil pendaki juga dibantu oleh petugas dari Kabupaten Tingri untuk mencapai titik pertemuan aman yang memiliki akses logistik.
Otoritas Kota Shigatse, yang membawahi Kabupaten Tingri, memimpin koordinasi operasi dengan mengerahkan personel guna menjangkau dan mengevakuasi kelompok yang terjebak. Sementara itu, sejumlah objek wisata lokal terpaksa ditutup pada Minggu karena tumpukan salju, es tebal, dan jarak pandang yang nyaris nol.
Eric Wen, pendaki berusia 41 tahun, menceritakan pengalaman menegangkan saat berjalan sejauh 19 kilometer melintasi salju tebal.
“Syukurlah, beberapa orang di depan kami membuka jalan, meninggalkan jejak kaki yang bisa kami ikuti – itu membuatnya sedikit lebih mudah,” katanya kepada Reuters, dikutip dari Al Jazeera.
Pemerintah setempat kini tengah menyiapkan proses kepulangan para pendaki secara terorganisir.
2. Lembah Gama dan tantangan pendakian ekstrem di Everest

Badai salju di Lembah Gama mengejutkan banyak pendaki berpengalaman, sebab Oktober biasanya menjadi musim puncak dengan cuaca cerah dan stabil. Lembah yang terletak di antara Kabupaten Tingri dan Dinggye ini terkenal dengan hutan purba terbesar dan paling terawat di sekitar Everest.
Wajah timur Everest hanya bisa dijangkau setelah perjalanan sekitar 40 kilometer dari lembah tersebut, dengan dukungan yak dan bagal untuk mengangkut perbekalan. Perjalanan pulang-pergi memakan waktu hingga 10 hari, membuat wilayah ini jauh lebih terpencil dibandingkan lereng utara yang memiliki akses jalan atau rute komersial di sisi selatan Nepal. Eric Wen menambahkan bahwa tanpa bantuan jejak pendaki lain, mereka mungkin tidak akan selamat.
“Kalau tidak, kami tidak mungkin bisa keluar sendiri,” ujarnya.
Dilansir dari DW, insiden besar ini terjadi bertepatan dengan libur nasional Golden Week di China, yang berlangsung delapan hari sejak 1 Oktober 2025 dan menarik banyak wisatawan petualang ke dataran tinggi Tibet.
3. Cuaca ekstrem meluas hingga Nepal dan Qinghai

Dilansir dari SCMP, badai salju di Tibet bukan satu-satunya bencana cuaca ekstrem di kawasan Himalaya. Di Nepal, hujan deras memicu tanah longsor dan banjir bandang yang menewaskan sedikitnya 47 orang. Sementara di Provinsi Qinghai, yang berbatasan dengan Tibet, seorang pendaki tewas akibat hipotermia dan penyakit ketinggian setelah terjebak di kawasan Laohugou, Prefektur Haibei.
Hingga awal pekan ini, otoritas Haibei mengevakuasi 137 pendaki dengan bantuan lebih dari 300 penyelamat dan dua drone. Dataran Tinggi Tibet, yang membentang dari Himalaya hingga Xinjiang, dikenal sebagai wilayah pegunungan bersalju dengan danau-danau jernih, sekaligus sumber bagi sungai besar seperti Yangtze dan Mekong.
Di media sosial seperti WeChat dan Douyin, pengguna ramai memperdebatkan tanggung jawab para pendaki yang menyebabkan operasi penyelamatan besar-besaran.
“Apakah para pendaki yang terdampar akan dikenakan biaya untuk operasi penyelamatan besar-besaran ini?” tulis salah satu pengguna WeChat.
Sementara itu, seorang pengguna Douyin menyindir bahwa bahkan dengan cukup uang sekalipun, ia tetap ingin mengubur dirinya di kaki Gunung Everest. Komunitas Sherpa di Nepal kini terus menyesuaikan diri dengan cuaca yang semakin tak menentu akibat perubahan iklim, yang memperburuk risiko bagi pendaki maupun pemandu di Himalaya.