Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Perbedaan Gunung Kilimanjaro dan Everest: Mana yang Lebih Sulit Didaki?

Gunung Kilimanjaro (unsplash.com/Stephan Bechert)
Gunung Kilimanjaro (unsplash.com/Stephan Bechert)

Bagi pencinta perjalanan alam, mendaki gunung adalah cara berbeda untuk memahami batas diri sekaligus menikmati keindahan dunia. Dua gunung yang kerap dibandingkan adalah Kilimanjaro di Afrika dan Everest di Asia, karena keduanya sama-sama menantang namun memiliki karakteristik yang jauh berbeda.

Tidak sedikit orang yang penasaran apakah ketinggian selalu menjadi penentu utama atau justru faktor lain yang lebih berperan. Untuk menjawab rasa ingin tahu itu, mari kita bedah dari beberapa sisi yang relevan bagi para pejalan. Berikut penjelasan dari perbedaan Gunung Kilimanjaro dan Everest.

1. Letak geografis menentukan tantangan pendakian

Gunung Everest (unsplash.com/Evan Qu)
Gunung Everest (unsplash.com/Evan Qu)

Gunung Kilimanjaro terletak di Tanzania, Afrika Timur dan dikenal sebagai gunung berdiri sendiri tertinggi di dunia karena tidak termasuk dalam rangkaian pegunungan tertentu. Keberadaannya di dekat garis khatulistiwa membuat kondisi iklimnya unik, sebab pendaki dapat mengalami berbagai zona cuaca mulai dari sabana, hutan tropis, hingga gletser hanya dalam satu perjalanan. Sementara itu, Gunung Everest berada di Pegunungan Himalaya yang membentang di perbatasan Nepal dan Tibet. Kondisi geografis Himalaya membuat jalur pendakian dipengaruhi faktor cuaca ekstrem yang sulit diprediksi.

Keberadaan Everest di kawasan Himalaya juga menjadikannya bagian dari ekosistem gunung tertinggi di dunia dengan akses yang lebih kompleks. Pendaki harus melewati lembah, sungai es, dan jalur berbatu yang panjang sebelum mencapai kaki gunung. Sebaliknya, Kilimanjaro relatif lebih mudah dijangkau karena terletak dekat dengan kota besar seperti Moshi dan Arusha. Dari sisi perjalanan awal, Everest jelas menuntut persiapan logistik yang lebih rumit dibanding Kilimanjaro.

2. Ketinggian gunung memengaruhi tingkat kesulitan

Gunung Kilimanjaro (unsplash.com/Crispin Jones)
Gunung Kilimanjaro (unsplash.com/Crispin Jones)

Everest berdiri di ketinggian 8.849 meter di atas permukaan laut, menjadikannya puncak tertinggi di dunia. Ketinggian ekstrem ini membawa tantangan serius berupa kadar oksigen rendah yang memaksa pendaki menggunakan tabung oksigen tambahan di atas ketinggian tertentu. Bahkan dengan teknologi modern, risiko penyakit ketinggian seperti edema paru atau edema otak sangat besar di jalur Everest. Sebaliknya, Kilimanjaro berada di ketinggian 5.895 meter, jauh lebih rendah tetapi tetap berpotensi menimbulkan altitude sickness bagi yang tidak terbiasa.

Meski Everest lebih tinggi, bukan berarti Kilimanjaro bisa diremehkan. Banyak pendaki pemula yang kesulitan menyesuaikan diri dengan perbedaan ketinggian secara cepat, terutama jika memilih jalur singkat tanpa aklimatisasi memadai. Everest memberi kesempatan aklimatisasi lebih lama melalui basecamp dan camp di berbagai ketinggian, sementara Kilimanjaro seringkali ditempuh lebih cepat dalam hitungan hari. Perbedaan ini menunjukkan bahwa ketinggian memang faktor penting, tetapi durasi adaptasi juga sangat menentukan keselamatan.

3. Jalur pendakian memberikan pengalaman berbeda

Gunung Everest (unsplash.com/Michael Clarke)
Gunung Everest (unsplash.com/Michael Clarke)

Kilimanjaro memiliki beberapa rute resmi seperti Marangu, Machame, Lemosho, dan Rongai yang dirancang dengan tingkat kesulitan bervariasi. Jalur Marangu misalnya lebih populer karena adanya pondok-pondok sederhana, sedangkan Machame lebih menantang dengan medan terjal. Fleksibilitas pilihan jalur membuat Kilimanjaro dapat diakses oleh pendaki dengan kemampuan beragam, dari yang relatif baru hingga yang berpengalaman.

Everest, di sisi lain, tidak menawarkan keragaman semacam itu. Jalur utama melalui South Col di Nepal dan North Col di Tibet adalah satu-satunya pilihan realistis untuk mencapai puncak. Selain itu, jalur Everest penuh dengan bahaya alami seperti Khumbu Icefall yang terkenal mematikan, serac jatuh, hingga celah gletser yang tersembunyi. Faktor teknis ini membuat Everest lebih menuntut keterampilan mountaineering tingkat tinggi dibanding Kilimanjaro yang tidak membutuhkan teknik panjat tebing.

Kilimanjaro lebih mirip trekking panjang dengan variasi lanskap, sedangkan Everest adalah kombinasi antara daya tahan fisik, keahlian teknis, dan keberuntungan terhadap kondisi cuaca.

4. Kondisi cuaca memengaruhi keselamatan pendaki

Gunung Everest (unsplash.com/Puru Timalsena)
Gunung Everest (unsplash.com/Puru Timalsena)

Kilimanjaro memiliki cuaca tropis yang dipengaruhi musim hujan Afrika dengan kondisi relatif lebih stabil pada bulan-bulan tertentu seperti Januari–Maret dan Juni–Oktober. Pendaki masih bisa mengantisipasi perubahan cuaca dengan jadwal keberangkatan yang tepat. Everest berbeda jauh, sebab badai salju, suhu beku ekstrem, dan angin kencang dapat datang sewaktu-waktu bahkan di musim terbaik, yaitu pra-monsun (April–Mei) dan pasca-monsun (September–Oktober). Kondisi ini menjadikan Everest jauh lebih berbahaya bagi keselamatan pendaki.

Cuaca Everest juga berhubungan langsung dengan angka keberhasilan dan korban jiwa yang tercatat setiap tahun. Banyak ekspedisi yang gagal mencapai puncak karena badai datang mendadak, sementara Kilimanjaro jarang menimbulkan ancaman sedrastis itu. Meski begitu, hujan deras di Kilimanjaro tetap berpotensi membuat jalur licin dan memperbesar risiko hipotermia di ketinggian. Jadi, meskipun Everest lebih ekstrem, Kilimanjaro pun tetap menuntut kewaspadaan serius.

5. Persiapan fisik menentukan peluang keberhasilan

Gunung Kilimanjaro (unsplash.com/Crispin Jones)
Gunung Kilimanjaro (unsplash.com/Crispin Jones)

Mendaki Everest biasanya memerlukan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun persiapan, baik dari segi fisik maupun logistik. Pendaki harus mengikuti latihan ketahanan, simulasi pendakian di pegunungan tinggi lain, serta investasi besar untuk peralatan khusus dan biaya ekspedisi yang bisa mencapai puluhan ribu dolar. Kilimanjaro lebih ramah dari sisi biaya dan persiapan karena banyak pendaki yang berhasil mencapainya hanya dengan latihan fisik standar beberapa bulan sebelumnya. Meski demikian, stamina dan kondisi tubuh tetap faktor utama untuk menuntaskan perjalanan.

Keberhasilan di kedua gunung tersebut pada akhirnya tidak hanya bergantung pada ketinggian atau cuaca, melainkan juga pada disiplin latihan dan kesiapan mental. Everest membutuhkan daya tahan ekstrem karena durasi ekspedisi bisa lebih dari dua bulan, sementara Kilimanjaro rata-rata ditempuh dalam 6–9 hari. Perbedaan ini membuat Kilimanjaro sering dipilih sebagai "latihan besar" sebelum mencoba Everest. Dengan kata lain, kesiapan tubuh bisa menjadi jembatan antara mimpi dan kenyataan dalam mendaki dua gunung legendaris ini.

Melihat berbagai aspek, perbedaan gunung Kilimanjaro dan Everest bukan hanya soal angka ketinggian tetapi juga mencakup letak geografis, kondisi cuaca, hingga jenis persiapan yang dibutuhkan. Keduanya memberikan pengalaman mendaki yang berbeda, sehingga pilihan mana yang lebih sulit sebenarnya bergantung pada perspektif dan tujuan perjalananmu. Bagi sebagian orang, Kilimanjaro bisa menjadi awal perjalanan besar, sedangkan bagi yang lain, Everest tetap menjadi puncak tertinggi dalam arti harfiah maupun simbolis.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febrianti Diah Kusumaningrum
EditorFebrianti Diah Kusumaningrum
Follow Us

Latest in Travel

See More

Perbedaan Gunung Kilimanjaro dan Everest: Mana yang Lebih Sulit Didaki?

25 Sep 2025, 21:15 WIBTravel