Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Hungaria Tidak Akan Dukung NATO Menjadi Blok Anti-China

Ilustrasi bendera Hungaria. (pixabay.com/lmaresz)
Ilustrasi bendera Hungaria. (pixabay.com/lmaresz)
Intinya sih...
  • Menteri Luar Negeri Hungaria menolak NATO sebagai blok anti-China
  • Ukraina masuk NATO akan melemahkan aliansi persatuan, kata Szijjarto
  • KTT NATO gambarkan Beijing sebagai pendukung perang Rusia di Ukraina
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri Hungaria Peter Szijjarto mengatakan bahwa negaranya tidak ingin NATO menjadi blok anti-China. Hungaria juga tidak akan mendukungnya untuk melakukan hal tersebut.

Pernyataan itu disampaikan Szijjarto di sela-sela KTT NATO di Washington pada Kamis (11/7/2024). Dia juga mengatakan masuknya Ukraina ke dalam NATO akan melemahkan persatuan di dalam aliansi militer tersebut.

"NATO adalah aliansi pertahanan... kita tidak bisa mengaturnya menjadi blok anti-China," ujarnya kepada televisi pemerintah Hungaria dalam menanggapi pernyataan soal upaya pembangunan aliansi NATO di Indo-Pasifik.

"Masuknya Ukraina tidak akan memperkuat, tetapi melemahkan aliansi persatuan karena ada sudut pandang yang sangat berbeda mengenai keanggotaan mereka. Keanggotaan Ukraina di NATO juga tidak akan memperkuat karakter pertahanan aliansi ini. Sebab, dalam praktiknya hal itu akan menciptakan risiko konflik terbuka antara Rusia dan NATO," tambahnya, dikutip dari The Straits Times.

1. NATO menyebut China sebagai tantangan sistemik bagi Eropa

Sebuah deklarasi KTT NATO menggambarkan Beijing sebagai 'pendukung yang menentukan' upaya perang Rusia di Ukraina. Komunike tersebut juga mengatakan China terus menimbulkan tantangan sistemik untuk Eropa dan keamanan.

Di sisi lain, China merupakan mitra dagang dan investasi yang penting bagi Hungaria, namun negara-negara anggota Uni Eropa (UE) lainnya berupaya untuk mengurangi ketergantungan pada Beijing.

Pekan lalu, UE mengkonfirmasi akan mengenakan tarif hingga 37,6 persen pada impor kendaraan listrik buatan China. Upaya tersebut dinilai sebagai sebuah langkah yang akan meningkatkan ketegangan perdagangan dengan Beijing.

2. China bersedia menjaga kontak dengan NATO

Direktur Urusan Luar Negeri Komite Pusat Partai Komunis China dan Menteri Luar Negeri, Wang Yi. (twitter.com/SpokespersonCHN)
Direktur Urusan Luar Negeri Komite Pusat Partai Komunis China dan Menteri Luar Negeri, Wang Yi. (twitter.com/SpokespersonCHN)

Menanggapi hal ini, Beijing mengatakan komunike tersebut sebagai sesuatu yang bias dan menimbulkan perselisihan.

Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan kepada mitranya dari Belanda melalui telepon bahwa Beijing tidak akan pernah menerima 'tuduhan tak berdasar' yang ditujukan kepada negaranya.

Wang menuturkan, China bersedia menjaga kontak dengan NATO pada posisi yang setara dan melakukan pertukaran atas dasar saling menghormati. Serta, meminta aliansi militer tersebut untuk tidak mencampuri urusan internal atau menantang kepentingan negaranya.

"China dan negara-negara NATO memiliki sistem politik dan nilai-nilai yang berbeda, tetapi hal ini tidak boleh menjadi alasan bagi NATO untuk memicu konfrontasi dengan China," kata Wang pada Kamis.

"Cara yang tepat adalah memperkuat dialog, meningkatkan pemahaman, membangun kepercayaan bersama yang mendasar, dan menghindari kesalahan perhitungan strategis," sambungnya, dikutip dari Reuters.

3. Menjelang KTT NATO, PM Hungaria bertemu dengan Presiden Xi Jinping

Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban (kiri) saat bertemu dengan Presiden Xi Jinping di Beijing pada 8 Juli 2024. (x.com/SpokespersonCHN)
Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban (kiri) saat bertemu dengan Presiden Xi Jinping di Beijing pada 8 Juli 2024. (x.com/SpokespersonCHN)

Baru-baru ini Perdana Menteri (PM) Hungaria, Viktor Orban, bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di Beijing, guna membahas potensi kesepakatan damai Ukraina. Kunjungan ini terjadi beberapa hari setelah kunjungan kontroversial Orban ke Rusia dan kunjungan lainnya ke Ukraina, yang digambarkan oleh pemimpin sayap kanan Eropa itu sebagai misi perdamaian.

Selama pembicaraan dengan Orban pada 8 Juli 2024, Xi menegaskan kembali seruan Beijing untuk gencatan senjata di Ukraina, CNN melaporkan.

Seruan lama Negeri Tirai Bambu itu telah dikritik oleh Barat karena dianggap membantu Moskow menggalang perolehan teritorial ilegal. Hal ini dikarenakan seruan itu disampaikan tanpa terlebih dahulu menetapkan bahwa pasukan Rusia harus mundur dari wilayah Ukraina.

Kunjungan Orban ke China dan persinggahannya pekan lalu di Rusia dan Ukraina terjadi hanya seminggu setelah Hungaria memangku jabatan presiden bergilir Dewan Uni Eropa.

Sementara itu, Xi memuji hasil sukses dalam pertemuannya dengan Orban. Dia menegaskan kembali keinginannya agar Budapest selama masa kepemimpinannya di Dewan UE dapat memainkan peran aktif dalam mempromosikan perkembangan yang sehat dan stabil pada hubungan China-Uni Eropa.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us