Israel dan Somaliland: Pengakuan yang Guncang Stabilitas Arab-Afrika

- Israel mengakui Somaliland sebagai negara merdeka, memicu kecaman dari Somalia, Turki, Arab Saudi, China, dan Uni Afrika.
- Amerika Serikat mendukung pengakuan Israel terhadap Somaliland, dibandingkan dengan pengakuan Palestina.
Jakarta, IDN Times — Langkah kontroversial Israel mengakui Somaliland sebagai negara merdeka menjadikannya negara pertama di dunia yang secara resmi mengakuinya. Somaliland merupakan wilayah yang memisahkan diri dari Somalia. Keputusan itu diumumkan pada Sabtu (27/12/2025), lebih dari tiga dekade setelah Somaliland mendeklarasikan kemerdekaan secara sepihak.
Pengakuan Israel langsung memicu gelombang kecaman dari berbagai negara dan organisasi internasional. Somalia mengecam keras langkah tersebut dan menilainya sebagai pelanggaran serius terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayahnya. Sejumlah negara, termasuk Turki, Arab Saudi, China, serta Uni Afrika, turut menyampaikan penolakan.
Presiden Somaliland, Abdirahman Mohamed Abdullahi, menyambut keputusan Israel sebagai ‘momen bersejarah.’ Sebaliknya, pemerintah Somalia menyebut langkah Israel sebagai ancaman eksistensial terhadap persatuan nasional negara tersebut.
Isu ini bahkan dibahas dalam sidang darurat Dewan Keamanan PBB, menandakan eskalasi diplomatik yang luas akibat keputusan sepihak Israel tersebut. Lantas, apa kepentingan Israel sampai menjadi negara pertama yang mengakui wilayah tersebut?
1. Pengakuan kontroversial untuk keuntungan sendiri

Israel mengumumkan pengakuan resmi terhadap Somaliland dalam percakapan telepon antara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Presiden Somaliland, Abdirahman Mohamed Abdullahi. Netanyahu mengatakan, pengakuan itu merupakan bentuk pengakuan terhadap hak menentukan nasib sendiri rakyat Somaliland.
“Pengakuan ini merupakan peluang besar untuk memperluas kemitraan kedua negara,” ujar Netanyahu, seraya menyebut kerja sama di bidang pertanian, kesehatan, teknologi, dan ekonomi.
Namun, Somalia langsung menolak langkah tersebut. Presiden Somalia, Hassan Sheikh Mohamud, mengatakan, pengakuan Israel sebagai ancaman eksistensial terhadap persatuan Somalia. Dia mengatakan, Somaliland merupakan bagian sah dari wilayah negaranya.
Kecaman juga datang dari China. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, mengatakan, tidak ada negara yang boleh mendorong atau mendukung kekuatan separatis internal negara lain demi kepentingan egoisnya sendiri.
Uni Afrika menyampaikan kekhawatiran bahwa pengakuan Somaliland dapat menciptakan preseden berbahaya di kawasan Afrika yang berpotensi memicu tuntutan serupa dari kelompok separatis lain.
2. Didukung AS, dibandingkan dengan pengakuan Palestina

Amerika Serikat justru membela keputusan Israel dalam sidang darurat Dewan Keamanan PBB. Wakil Duta Besar AS untuk PBB, Tammy Bruce, membandingkan langkah Israel dengan pengakuan sejumlah negara terhadap Palestina awal tahun ini.
“Awal tahun ini, beberapa negara, termasuk anggota dewan ini, membuat keputusan sepihak untuk mengakui negara Palestina yang tidak eksis, namun tidak ada sidang darurat untuk menyatakan kemarahan Dewan,” ujar Bruce.
Sementara itu, Wakil Duta Besar Israel untuk PBB, Jonathan Miller, mengatakan, pengakuan terhadap Somaliland bukan langkah bermusuhan terhadap Somalia.
“Pengakuan bukanlah tindakan pembangkangan. Ini adalah sebuah peluang,” katanya.
Miller menyebut langkah tersebut tidak menutup kemungkinan dialog di masa depan. Meski demikian, sebagian besar anggota PBB tetap menegaskan dukungan terhadap prinsip keutuhan wilayah Somalia.
3. Kenapa Somaliland ingin merdeka?

Somaliland mendeklarasikan kemerdekaan pada 1991, menyusul runtuhnya pemerintahan militer Presiden Somalia Siad Barre. Deklarasi itu lahir dari sejarah panjang konflik bersenjata dan represi politik yang dialami wilayah tersebut selama bertahun-tahun di bawah pemerintahan pusat Somalia.
Pada akhir 1980-an, pasukan Siad Barre melancarkan operasi militer besar-besaran untuk menumpas kelompok pemberontak di wilayah Somaliland. Operasi tersebut menargetkan kota-kota utama dan kawasan permukiman sipil, menyebabkan puluhan ribu warga sipil tewas dan infrastruktur hancur luas. Banyak kota, termasuk Hargeisa, luluh lantak akibat pemboman udara dan serangan darat.
Setelah kejatuhan rezim Siad Barre, Somalia terjerumus ke dalam perang saudara berkepanjangan. Di tengah kekacauan nasional tersebut, elite politik dan tokoh masyarakat Somaliland menyatakan pemisahan diri, dengan alasan perlunya melindungi keamanan warga dan membangun pemerintahan yang stabil secara mandiri.
Meskipun tidak diakui secara internasional, Somaliland berhasil membangun struktur negara yang berfungsi. Wilayah ini memiliki sistem pemerintahan sendiri, parlemen, lembaga peradilan, kepolisian, serta mata uang lokal. Pemilu daerah dan nasional telah diselenggarakan beberapa kali secara relatif damai, sesuatu yang jarang terjadi di Somalia selama beberapa dekade terakhir.
Pendukung kemerdekaan Somaliland juga menekankan perbedaan sejarah dan identitas politik dengan Somalia. Somaliland merupakan bekas Protektorat Inggris, sementara wilayah Somalia lainnya berada di bawah kekuasaan Italia. Kedua wilayah itu baru bergabung pada 1960 untuk membentuk Republik Somalia, sebuah penyatuan yang menurut banyak warga Somaliland dilakukan tanpa fondasi politik dan hukum yang kuat.
Selain itu, pendukung kemerdekaan menyoroti faktor etnis dan sosial. Somaliland didominasi oleh klan Isaaq yang secara historis memiliki dinamika politik dan kepentingan berbeda dengan klan-klan besar lain di Somalia. Perbedaan ini, menurut mereka, kerap diabaikan oleh pemerintah pusat di Mogadishu.
Dengan populasi sekitar enam juta jiwa, Somaliland menikmati tingkat keamanan dan stabilitas yang relatif tinggi dibandingkan Somalia. Wilayah tersebut tidak mengalami serangan besar dari kelompok militan bersenjata seperti Al-Shabab dalam skala yang sama dengan Somalia selatan dan tengah.
Pendukung kemerdekaan berpendapat, Somaliland tidak seharusnya terikat pada negara yang masih dilanda konflik berkepanjangan. Mereka menilai keberhasilan menjaga stabilitas internal, keamanan, dan pemerintahan sipil selama lebih dari tiga dekade menjadi dasar kuat bagi pengakuan internasional.
Namun, pemerintah Somalia secara konsisten menolak klaim tersebut. Mogadishu menegaskan, Somaliland merupakan bagian integral dari wilayah Somalia, dan setiap pengakuan terhadap kemerdekaannya akan melanggar prinsip kedaulatan dan keutuhan wilayah negara.
Presiden Somalia, Hassan Sheikh Mohamud menegaskan kembali jika langkah Israel mengakui Somaliland tidak dapat diterima. Dia mengatakan, pengakuan tersebut sebagai ancaman eksistensial terhadap persatuan Somalia. Mohamud menegaskan, pemerintahannya akan terus memperjuangkan integritas wilayah Somalia di forum internasional.
4. Kepentingan Israel di Laut Merah dan ketakutan akan Iran

Pengakuan Israel terhadap Somaliland tidak lepas dari kepentingan strategisnya di kawasan Laut Merah, salah satu jalur pelayaran paling vital di dunia yang menghubungkan Samudra Hindia dengan Laut Mediterania melalui Terusan Suez. Jalur ini memiliki nilai strategis tinggi bagi perdagangan global, keamanan energi, dan stabilitas kawasan Timur Tengah serta Afrika Timur.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyebut pengakuan terhadap Somaliland sebagai pengakuan atas hak penentuan nasib sendiri wilayah tersebut, sekaligus membuka peluang perluasan kerja sama bilateral. Pengakuan resmi itu diharapkan akan menjadi kesempatan besar untuk memperluas kemitraan antara Israel dan Somaliland.
Israel menyatakan kesiapan bekerja sama dengan Somaliland di sektor pertanian, kesehatan, teknologi, dan ekonomi. Namun, sejumlah analis menilai terdapat pertimbangan keamanan dan geopolitik yang lebih luas di balik keputusan tersebut, terutama terkait dinamika keamanan di Laut Merah.
Lembaga think tank Israel, Institute for National Security Studies (INSS), dalam kajiannya menyebutkan, Israel membutuhkan mitra di kawasan Laut Merah untuk menghadapi berbagai tantangan keamanan regional. INSS menilai wilayah Somaliland memiliki posisi geografis yang strategis karena berada dekat dengan pintu masuk Laut Merah di Teluk Aden.
“Somaliland adalah kandidat ideal untuk kerja sama semacam itu karena dapat menawarkan Israel potensi akses ke wilayah operasional yang dekat dengan zona konflik,” tulis INSS dalam sebuah dokumen yang dirilis bulan lalu.
Kawasan Laut Merah dalam beberapa tahun terakhir menjadi arena meningkatnya ketegangan militer. Kelompok Houthi di Yaman, yang didukung Iran, kerap melancarkan serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah dan Teluk Aden, serta menyerang Israel sebagai bentuk solidaritas terhadap Palestina di Gaza.
Sejak pecahnya perang Gaza pada Oktober 2023, Israel beberapa kali melancarkan serangan ke wilayah Yaman sebagai respons atas serangan Houthi. Kondisi ini meningkatkan kepentingan Israel untuk memperkuat jaringan keamanan, intelijen, dan kemitraan regional di sekitar jalur Laut Merah.
Menurut analis Afrika berbasis di Amerika Serikat, Cameron Hudson, pengakuan Israel terhadap Somaliland terutama bertujuan untuk membendung pengaruh Iran di kawasan tersebut. Dia menilai Laut Merah selama ini menjadi jalur penting pergerakan senjata dan pejuang menuju kawasan Mediterania Timur.
“Laut Merah juga merupakan jalur bagi aliran senjata dan pejuang menuju Mediterania Timur. Secara historis, kawasan ini menjadi sumber dukungan dan pasokan bagi kelompok bersenjata di Gaza. Memiliki kehadiran keamanan dan intelijen di pintu masuk Laut Merah akan sangat melayani kepentingan keamanan nasional Israel,” kata Hudson dikutip dari BBC.
Kepentingan Israel di wilayah ini juga memicu kekhawatiran dari kelompok Houthi. Menyusul pengakuan Israel terhadap Somaliland, Houthi memperingatkan, setiap kehadiran Israel di wilayah tersebut akan dianggap sebagai target militer oleh pasukan mereka.
Selain faktor keamanan, muncul pula spekulasi terkait isu Palestina. Beberapa media sebelumnya melaporkan, Israel sempat menjajaki kemungkinan kerja sama dengan Somaliland terkait pemukiman kembali warga Palestina dari Gaza.
Israel tidak memberikan komentar atas laporan tersebut. Sedangkan pihak Somaliland menyatakan pengakuan kemerdekaan tidak berkaitan dengan isu Palestina.
Pemerintah Somalia dan Otoritas Palestina menyatakan kekhawatiran bahwa pengakuan Israel terhadap Somaliland berpotensi terkait dengan rencana pemindahan paksa warga Palestina. Presiden Somalia menegaskan, negaranya menolak keras segala bentuk pemindahan paksa warga Palestina dari tanah mereka.
5. Pengakuan yang panaskan kawasan Arab-Afrika

Kawasan Laut Merah dan Teluk Aden juga memiliki arti strategis yang sangat besar bagi negara-negara Teluk, terutama Uni Emirat Arab (UEA), Arab Saudi, dan Qatar. Jalur ini menjadi urat nadi perdagangan dan pasokan energi global, sekaligus jalur utama ekspor minyak dan gas dari kawasan Teluk menuju Eropa dan Amerika Utara.
Stabilitas Laut Merah dipandang krusial oleh negara-negara Teluk karena setiap gangguan keamanan berpotensi berdampak langsung pada ekonomi regional dan global. Serangan terhadap kapal dagang dan infrastruktur pelabuhan di kawasan ini, terutama sejak meningkatnya ketegangan di Yaman dan Gaza, meningkatkan perhatian negara-negara Teluk terhadap wilayah di sekitar pintu masuk Laut Merah.
Uni Emirat Arab merupakan salah satu negara Teluk yang memiliki kepentingan paling nyata di Somaliland. UEA melalui perusahaan pelabuhan DP World telah lama mengelola dan mengembangkan Pelabuhan Berbera di Somaliland. Pelabuhan ini dipandang strategis karena berada di jalur pelayaran internasional yang menghubungkan Samudra Hindia dengan Laut Merah.
Selain kepentingan ekonomi, UEA juga memiliki kepentingan keamanan di wilayah tersebut. Keberadaan fasilitas pelabuhan dan infrastruktur logistik di Berbera dinilai penting untuk mendukung kepentingan maritim dan stabilitas jalur perdagangan. Namun, UEA hingga kini belum secara terbuka mengeluarkan pernyataan mendukung pengakuan kemerdekaan Somaliland oleh Israel.
Analis menilai sikap diam UEA mencerminkan kehati-hatian diplomatik. Meski memiliki hubungan erat dengan Israel pascapenandatanganan Abraham Accords, UEA tetap mempertimbangkan hubungannya dengan Somalia serta dinamika di Uni Afrika yang secara konsisten menolak pengakuan Somaliland.
Arab Saudi juga memiliki kepentingan langsung di Laut Merah, terutama karena jalur tersebut menjadi rute vital bagi ekspor minyak dan impor kebutuhan pangan. Selain itu, Laut Merah berbatasan langsung dengan wilayah barat Arab Saudi, termasuk kota pelabuhan Jeddah dan kawasan ekonomi strategis di sepanjang pesisir.
Riyadh memandang stabilitas kawasan sebagai bagian dari kepentingan nasionalnya, terutama dalam konteks konflik Yaman dan ancaman keamanan maritim. Meski demikian, Arab Saudi secara terbuka menyatakan penolakan terhadap langkah Israel mengakui Somaliland, dengan menegaskan kembali dukungannya terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayah Somalia.
Sikap Arab Saudi ini mencerminkan keseimbangan antara kepentingan keamanan regional dan solidaritas politik terhadap negara-negara Afrika serta dunia Arab, khususnya terkait prinsip keutuhan wilayah negara.
Qatar, yang selama ini dikenal memiliki hubungan dekat dengan Somalia, juga termasuk negara Teluk yang mengkritik pengakuan Israel terhadap Somaliland. Doha memandang langkah tersebut berpotensi menciptakan preseden berbahaya bagi kawasan Afrika dan meningkatkan ketegangan geopolitik di Laut Merah.
Negara-negara Teluk secara umum juga mencermati keterlibatan Iran melalui kelompok Houthi di Yaman, yang telah melancarkan serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah. Ancaman ini membuat kawasan Teluk semakin menaruh perhatian pada siapa saja aktor regional dan internasional yang memiliki kehadiran keamanan di sekitar Teluk Aden dan Laut Merah.
Dalam konteks ini, pengakuan Israel terhadap Somaliland dipandang dapat mengubah keseimbangan kekuatan di kawasan. Sejumlah analis menilai negara-negara Teluk, khususnya UEA, cenderung mengambil pendekatan pragmatis dengan tetap memperluas kepentingan ekonomi dan keamanan di Somaliland, tanpa secara terbuka melanggar konsensus regional mengenai keutuhan wilayah Somalia.
Sementara itu, negara-negara Teluk lainnya memilih menjaga jarak dan menegaskan komitmen terhadap stabilitas regional melalui mekanisme multilateral, termasuk kerja sama dengan Uni Afrika dan negara-negara pesisir Laut Merah.
Dinamika ini menunjukkan bahwa Somaliland tidak hanya menjadi isu bilateral antara Israel dan Somalia, tetapi juga berada di persimpangan kepentingan ekonomi, keamanan, dan geopolitik negara-negara Teluk di kawasan Laut Merah dan Afrika Timur.
Jadi, pengakuan Israel terhadap Somaliland mencerminkan kepentingan strategis jangka panjang yang berpusat pada keamanan dan posisi geopolitik di kawasan Laut Merah. Dengan mengakui Somaliland, Israel memperoleh peluang memperluas kehadiran diplomatik dan keamanan di wilayah yang berada di dekat jalur pelayaran internasional vital serta berdekatan dengan kawasan konflik seperti Yaman.
Langkah ini dinilai sejalan dengan kebutuhan Israel untuk memperkuat jaringan mitra regional guna menghadapi ancaman dari kelompok bersenjata yang didukung Iran, termasuk Houthi, serta untuk meningkatkan kemampuan pemantauan dan intelijen di jalur strategis penghubung Samudra Hindia dan Laut Mediterania.
Di sisi lain, pengakuan tersebut juga membuka ruang bagi Israel untuk membangun kerja sama ekonomi dan teknologi dengan Somaliland, yang selama ini relatif stabil dibandingkan Somalia. Meski dibungkus dengan narasi hak penentuan nasib sendiri, langkah Israel dipandang banyak pihak lebih didorong oleh kepentingan nasionalnya sendiri, khususnya dalam mengamankan jalur perdagangan, memperluas pengaruh di Afrika Timur, dan memperkuat posisi tawar geopolitik di tengah meningkatnya rivalitas regional di Laut Merah.
Keputusan ini sekaligus menempatkan Israel dalam pusaran kontroversi internasional, mengingat kuatnya penolakan terhadap perubahan status wilayah yang dinilai melanggar prinsip keutuhan teritorial Somalia.


















