Makin Panas! Apakah NATO Bisa Terseret Perang Melawan Rusia?

- Drone Rusia memicu respons militer pertama NATO.
- Polandia aktifkan Pasal 4 NATO, bukan Pasal 5 yang dapat memicu perang terbuka.
- Dukungan mitra fokus pada pertahanan, bukan perang.
Situasi di Eropa Timur kembali panas setelah Polandia melaporkan pelanggaran ruang udara oleh drone Rusia. Insiden ini memicu keterlibatan langsung Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) untuk pertama kalinya sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 2022. Mungkin ada satu pertanyaan yang muncul dibenak kita, apakah langkah ini akan menyeret NATO ke perang terbuka melawan Moskow?
Kenyataannya, sejumlah fakta penting menunjukkan bahwa meskipun ketegangan meningkat, NATO masih berhati-hati dalam merespons. Beberapa langkah strategis dan politik diambil untuk menjaga keamanan tanpa langsung memicu konfrontasi besar. Berikut lima fakta penting yang perlu diketahui terkait perkembangan terbaru ini.
1. Drone Rusia memicu respons militer pertama NATO

Insiden terjadi pada malam 9–10 September 2025, ketika drone Rusia memasuki ruang udara Polandia saat melancarkan serangan ke Ukraina barat. Polandia bersama pasukan NATO mengerahkan jet tempur F-16, F-35 dari Belanda, serta pesawat pengawas Airborne Warning and Control System (AWACS) Italia untuk menembak jatuh drone tersebut. Ini menjadi kontak militer langsung pertama antara aset NATO dan Rusia sejak invasi penuh pada 2022.
Komando operasi militer Polandia menyebut pelanggaran itu sebagai agresi yang membahayakan keselamatan warga sipil. Tiga drone berhasil dihancurkan, sementara satu drone mengenai gedung hunian di Wyryki, timur Polandia, meski tanpa korban luka. Langkah cepat itu menunjukkan kesiapsiagaan NATO, meski belum berkembang menjadi konfrontasi terbuka.
Perdana Menteri Polandia, Donald Tusk, menyebut insiden tersebut sebagai provokasi besar dengan catatan ada 19 pelanggaran udara hanya dalam satu malam. NATO menegaskan prinsip pertahanan bersama sebagai pijakan, namun peristiwa ini tetap dikategorikan sebagai peningkatan terbatas. Dengan kata lain, belum ada deklarasi perang.
2. Polandia aktifkan Pasal 4 NATO, bukan Pasal 5 yang dapat memicu perang terbuka

Sebagai respons, Polandia mengaktifkan Pasal 4 NATO yang memungkinkan konsultasi resmi saat ada ancaman keamanan. Langkah ini penting karena pasal tersebut baru diaktifkan tujuh kali sejak 1949, terakhir pada 2022 setelah Rusia menyerang Ukraina. Mekanisme ini menegaskan bahwa NATO masih bergerak di ranah diplomasi.
Dilansir dari Al Jazeera, Tusk menyatakan bahwa meski situasi mengkhawatirkan, belum ada alasan untuk menyebut dunia sedang berada dalam perang. Ia berterima kasih atas dukungan mitra, namun meminta bantuan nyata untuk memperkuat sistem pertahanan udara. Konsultasi di Dewan Atlantik Utara NATO akan fokus mengevaluasi risiko, tanpa otomatis mengarah pada aksi militer.
Pasal 4 jelas berbeda dengan Pasal 5 yang hanya sekali dipakai, yakni usai serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat (AS). Dilansir dari BBC, Pasal 5 merupakan prinsip utama NATO yang menyatakan bahwa jika terjadi serangan bersenjata terhadap satu atau beberapa negara anggota, maka hal itu dianggap sebagai serangan terhadap seluruh aliansi.
Pasal itu membutuhkan persetujuan 32 anggota NATO sebelum dijalankan. Jadi, apakah kamu melihat perbedaannya? Inilah tanda bahwa NATO memilih persiapan dan kehati-hatian daripada langsung masuk medan tempur.
3. Dukungan mitra fokus pada pertahanan, bukan perang

Dilansir dari The Guardian, respons mitra NATO sejauh ini menekankan penguatan pertahanan. Inggris tengah menimbang pengerahan jet Typhoon untuk patroli udara tambahan di garis depan timur. Menteri Pertahanan Inggris, John Healey, mengatakan agresi Rusia justru memperkuat komitmen bersama untuk membela Ukraina.
Duta Besar AS untuk NATO, Matthew Whitaker, menegaskan bahwa Washington siap melindungi setiap jengkal wilayah aliansi. Presiden AS, Donald Trump, dijadwalkan berdiskusi langsung dengan Presiden Polandia, Karol Nawrocki, terkait insiden ini. Melalui unggahan di media sosial, Trump menunjukkan keprihatinannya, namun tetap menekankan kebersamaan NATO.
Selain itu, rapat darurat E5 yang dihadiri menteri dari lima negara menghasilkan komitmen untuk menyikapi langkah Rusia. Polandia bahkan menutup empat bandara termasuk Chopin di Warsaw sebagai langkah antisipatif. Keseluruhan reaksi ini menegaskan kesiapan, tapi jelas belum ada sinyal dimulainya perang.
4. Peningkatan ketegangan dianggap sengaja, tapi NATO masih menahan diri

Menteri Luar Negeri Polandia, Radosław Sikorski, menilai 19 pelanggaran drone tidak mungkin kebetulan, melainkan aksi yang direncanakan. Rusia menyangkal tudingan itu dan bahkan membuka opsi dialog dengan Polandia. Namun jumlah drone membuat klaim “kesalahan teknis” sulit diterima di mata pejabat Eropa.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, memperingatkan bahwa tanpa respons tegas, Rusia akan terus menguji batas eskalasi. Ia menyebut delapan drone menuju Polandia sebagai bagian dari serangan besar yang melibatkan 415 drone dan 40 rudal.
Wakil Presiden Komisi Eropa, Kaja Kallas, menilai insiden ini sebagai pelanggaran wilayah udara Eropa paling serius sejak perang dimulai. Uni Eropa mendorong peningkatan biaya bagi Moskow serta memperbesar bantuan ke Ukraina.
5. Latihan militer Rusia-Belarus perburuk ketegangan regional

Selain insiden drone, latihan militer gabungan Rusia-Belarus juga menambah tensi. Latihan Zapad yang dimulai Jumat (12/9/2025) ini melibatkan ribuan tentara, tank, jet tempur, hingga simulasi senjata nuklir di Belarus, dekat perbatasan Polandia. Sebagai respons, Polandia menutup perbatasan dengan Belarus sejak Kamis (11/9/2025) tengah malam.
Tusk menyebut latihan itu sebagai manuver agresif, terlebih karena lokasinya begitu dekat dengan wilayah Polandia. Rusia dan Belarus bahkan berencana menguji rudal hipersonik Oreshnik, yang memperkuat nuansa ancaman nuklir. Meski demikian, NATO menilai hal ini masih sebatas isu yang akan dibahas dalam konsultasi Pasal 4, bukan dalih untuk menyerang balik.
India turut diundang dalam latihan tujuh hari tersebut, meski hubungannya dengan AS tengah renggang akibat tarif dagang dari Trump. Sementara itu, pembicaraan damai Rusia-Ukraina belum juga menunjukkan hasil.
Dengan rangkaian insiden ini, jelas bahwa NATO masih memilih jalur konsultasi dan penguatan pertahanan ketimbang melangkah ke perang terbuka. Tindakan cepat Polandia, reaksi mitra aliansi, hingga manuver Rusia-Belarus memperlihatkan eskalasi nyata, namun tetap berada dalam batas kendali politik. Situasi ke depan akan sangat ditentukan oleh hasil pembahasan Pasal 4 NATO dan bagaimana Rusia merespons tekanan internasional.