Sengketa Batas Ambalat, Kemlu: Masalah Lama yang Belum Usai

- Perundingan sudah dilakukan 43 putaran sejak 2005
- Perundingan dengan Malaysia masih terus berlanjut
- Batas laut belum disepakati, proses perundingan masih berlangsung
Jakarta, IDN Times – Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa penyelesaian sengketa wilayah laut, termasuk Blok Ambalat, akan terus ditempuh melalui jalur damai dan perundingan. Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia, Abdul Kadir Jaelani, menyusul kembali mencuatnya isu terkait penamaan Ambalat.
“Seperti dikatakan oleh Bapak Presiden (Prabowo Subianto), pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menyelesaikan semua perbatasan laut tersebut dengan cara-cara yang damai, melalui proses perundingan,” kata Abdul Kadir kepada media, Jumat (8/8/2025) di Jakarta.
1. Perundingan sudah dilakukan 43 putaran

Blok Ambalat yang terletak di perairan Laut Sulawesi telah menjadi sumber sengketa antara Indonesia dan Malaysia sejak lama. Menurut Abdul Kadir, perundingan bilateral terkait perbatasan laut ini telah berjalan sebanyak 43 putaran sejak 2005.
“Proses perundingan perbatasan memiliki kompleksitas teknis yang cukup pelik. Karena itu, memang memerlukan waktu,” jelasnya.
Ia menambahkan, dalam seluruh proses tersebut Indonesia akan terus mengedepankan kepentingan nasional. Indonesia juga akan menyelesaikan perundingan dengan cara-cara damai dan berpegang pada prinsip-prinsip dalam UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea).
2. Perundingan dengan Malaysia masih terus berlanjut

Saat ditanya apakah Indonesia melihat adanya kekeliruan dalam klaim Malaysia terhadap wilayah tersebut, Abdul Kadir memilih untuk menekankan pentingnya cara penyelesaian, bukan saling menyalahkan.
“Saya lebih suka melihat persoalan ini dari bagaimana kita menyelesaikannya. Pak Presiden secara khusus menggarisbawahi pentingnya menyelesaikan secara perundingan,” ujarnya.
Meski demikian, Kadir tetap meyakini bahwa hubungan kedua negara akan berjalan ke arah yang lebih baik.
3. Bukan sekadar klaim, batas laut belum disepakati

Sebagai sesama anggota ASEAN, Indonesia dan Malaysia terikat pada prinsip penyelesaian damai. Kadir menegaskan bahwa pendekatan konfrontatif bukan pilihan Indonesia.
“Hubungan antara negara itu tidak jauh berbeda seperti hubungan dengan tetangga atau saudara. Pasti ada dinamika. Tapi yang penting kita optimistis bahwa kedua pemimpin memiliki etikat dan komitmen yang kuat untuk menyelesaikan ini secara baik,” jelasnya.
Ia menolak anggapan bahwa klaim tumpang tindih ini adalah aksi sepihak yang mendadak. Menurutnya, ini adalah akibat dari batas laut yang memang belum disepakati secara resmi.
“Ini memang persoalan yang belum selesai. Batasnya memang belum ada. Jadi kita wajib untuk terus merundingkan. Itu yang terpenting,” katanya.
Kadir juga menyampaikan bahwa proses kerja sama dan dialog antara kedua negara masih terus berlangsung. Ia menggarisbawahi bahwa semua solusi terbaik akan diupayakan, selama masih dalam kerangka hukum internasional.
“Kita melihat segala kemungkinan, dan berusaha mencari solusi terbaik bagi kedua negara, sesuai hukum internasional. Saya tidak bisa berspekulasi (lama negosiasi), tapi yang pasti proses perundingan ini masih berjalan,” ujarnya.
Sebagai penutup, ia meminta publik bersabar dan memahami bahwa perundingan batas wilayah laut memang membutuhkan waktu panjang dan ketelitian.
“Perundingan perbatasan itu memiliki kompleksitas teknis yang sangat sulit sekali. Tidak mudah. Dan saya sulit sekali untuk menyampaikannya secara ringkas di sini,” ujarnya.
Sementara itu, terkait dengan isu yang saat ini sedang merebak adalah adanya ‘bahaya’ karena Malaysia menyebut Ambalat sebagai Laut Sulawesi. Jika menilik peta, memang tak ada yang namanya Laut Ambalat, adanya hanya Laut Sulawesi, dan penamaan tersebut memang sah karena memang blok Ambalat ini berada di Laut Sulawesi.