4 Fakta Pika Telinga Besar, si Penyendiri yang Rajin Memanen Jerami

- Pika Telinga Besar adalah kerabat kelinci, bukan hewan pengerat
- Mereka tidak berhibernasi, tetapi memanen jerami untuk bertahan hidup
- Pika Telinga Besar memiliki gaya hidup soliter dan sangat teritorial
Pika Telinga Besar (Ochotona macrotis) mungkin belum sepopuler mamalia pegunungan lain, tetapi pesonanya yang imut dengan telinga bulat besar tak kalah menggemaskan. Hewan kecil ini adalah penduduk asli dataran tinggi Asia Tengah yang dikenal karena adaptasi ekstremnya terhadap lingkungan yang keras dan dingin.
Keberadaannya yang tersembunyi di bebatuan dan sikapnya yang soliter membuat Pika Telinga Besar menjadi salah satu penghuni gunung yang paling menarik untuk diteliti. Terlepas dari ukurannya yang mungil, pika ini memiliki naluri bertahan hidup yang luar biasa, mulai dari sistem penyimpanan makanan yang cerdas hingga strategi pertahanan wilayah yang agresif. Mari kita telusuri lebih dalam empat fakta unik tentang Pika Telinga Besar.
1. Bukan hewan pengerat tapi kerabat kelinci

Secara fisik, Pika Telinga Besar memiliki tubuh bulat tanpa ekor yang terlihat dan telinga yang menonjol, sehingga sekilas memang sangat mirip dengan tikus atau marmot. Namun, hewan kecil ini sebenarnya memiliki garis keturunan yang jauh berbeda dari hewan pengerat. Dilansir laman Animal Diversity Web, pika diklasifikasikan ke dalam ordo Lagomorpha, kelompok yang sama dengan kelinci dan terwelu, bukan Rodentia.
Perbedaan klasifikasi ini bukan tanpa alasan, salah satunya karena pika memiliki dua pasang gigi seri di rahang atas, bukan hanya sepasang seperti yang dimiliki oleh hewan pengerat sejati. Pika Telinga Besar merupakan anggota terkecil dalam ordo Lagomorpha. Adaptasi gigi seri ini memungkinkan mereka untuk mencerna dan memproses makanan berserat tinggi dari tumbuhan pegunungan dengan sangat efisien.
2. Pika Telinga Besar tidak berhibernasi tetapi memanen jerami

Berbeda dengan mamalia pegunungan lainnya, Pika Telinga Besar tidak memilih untuk tidur panjang atau hibernasi saat musim dingin tiba. Mereka justru tetap aktif sepanjang tahun, bergerak di bawah lapisan salju atau di dalam celah-celah bebatuan. Untuk bertahan hidup, mereka mengandalkan persiapan matang yang dilakukan selama musim panas dan gugur.
Dilansir laman Animal Fact, pika tidak berhibernasi di musim dingin, sebaliknya, mereka menghabiskan musim panas untuk menciptakan simpanan vegetasi yang disebut haypiles. Proses "memanen jerami" (haymaking) ini sangat terperinci yaitu mereka akan mengumpulkan ranting, batang, dan tumbuhan lain menggunakan mulut mereka, lalu menumpuknya di celah bebatuan atau di bawah batu besar. Persediaan makanan ini menjadi satu-satunya jaminan nutrisi saat wilayah tempat tinggal mereka tertutup salju tebal.
3. Pilihan gaya hidup soliter dan sangat teritorial

Sesuai julukannya sebagai si penyendiri, Pika Telinga Besar dikenal memiliki sifat yang sangat teritorial, terutama di kalangan individu jantan. Dilansir laman Animal Diversity Web, hewan ini sangat ketat dalam menjaga batas-batas wilayahnya agar tidak dimasuki oleh pika lain. Sifat teritorial ini bahkan lebih agresif saat musim gugur, setelah masa reproduksi.
Pika Telinga Besar mempertahankan wilayah eksklusifnya, di mana jantan akan sangat agresif terhadap penyusup jantan lainnya, terutama pada pertengahan musim panas dan musim gugur, seringkali melibatkan pengejaran agresif.
Untuk mengumumkan dan mempertahankan wilayahnya, pika menggunakan komunikasi vokal berupa siulan bernada tinggi yang tajam. Siulan ini tidak hanya berfungsi sebagai peringatan bahaya dari predator, tetapi juga untuk menandai batas teritorial mereka kepada pika lain yang berdekatan.
4. Tinggal di ketinggian ekstrem dunia

Pika Telinga Besar benar-benar merupakan perwujudan ketangguhan. Mereka menghuni zona alpine dan subalpine di beberapa pegunungan tertinggi di dunia, termasuk Himalaya dan Tian Shan, di mana suhu sangat dingin dan kadar oksigen tipis. Habitat mereka bukanlah liang yang digali di tanah, melainkan celah-celah alami di antara timbunan batu pecah (talus).
Kemampuan beradaptasi pada ketinggian ekstrem ini mencakup toleransi yang tinggi terhadap suhu rendah. Sayangnya, adaptasi unik ini juga membuat Pika Telinga Besar sangat sensitif terhadap perubahan suhu, sehingga kenaikan suhu akibat pemanasan global menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup mereka di habitat batu yang dingin.
Meski berukuran kecil dan jarang terlihat, Pika Telinga Besar menunjukkan ketangguhan luar biasa untuk bertahan di lingkungan pegunungan yang ekstrem. Sifatnya menyendiri dan teritorial justru menjadi ciri khas yang membuat hewan ini begitu menarik untuk dipelajari.