Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Tempat di Dunia dengan Kadar Oksigen Paling Rendah, Kok Bisa?

Tibet, Tiongkok (pexels.com/Julia Volk)
Tibet, Tiongkok (pexels.com/Julia Volk)

Oksigen adalah elemen vital bagi kehidupan sebagian besar makhluk hidup di Bumi. Tanpanya, manusia, hewan, dan tumbuhan tidak dapat bertahan hidup. Namun, tahukah kamu bahwa ada tempat-tempat di dunia di mana kadar oksigen sangat rendah? Kondisi ini tentu memberikan dampak signifikan terhadap ekosistem dan kehidupan yang ada di sana, memaksa makhluk hidup untuk beradaptasi atau bahkan membatasi keberadaan makhluk tertentu.

Penasaran di mana saja tempat-tempat dengan kadar oksigen terendah di dunia? Yuk, simak empat lokasi berikut yang tidak hanya menyimpan pesona alam luar biasa, tetapi juga menghadirkan tantangan besar bagi makhluk hidup yang tidak mampu beradaptasi.

1.  La Rinconada, Peru

La Rinconada, Peru (pexels.com/Neneqo Fotógrafo)
La Rinconada, Peru (pexels.com/Neneqo Fotógrafo)

La Rinconada, sebuah kota yang terletak di ketinggian 5.100 meter di atas permukaan laut, dikenal sebagai tempat tertinggi yang dihuni manusia di dunia. Di balik keindahan panorama pegunungan Andes, kota ini menyimpan tantangan besar bagi penduduknya, terutama terkait dengan kadar oksigen yang hanya mencapai 50% dari tingkat normal.

Hal ini disebabkan oleh tekanan udara yang rendah akibat ketinggiannya yang ekstrem, sehingga menyebabkan udara menjadi lebih tipis dan mengurangi jumlah oksigen yang tersedia untuk dihirup. Kondisi ini membuat kehidupan sehari-hari menjadi sangat sulit, di mana penduduk harus beradaptasi dengan lingkungan yang keras dan minim vegetasi karena tidak ada satu pun pohon yang dapat tumbuh di sana.

La Rinconada menarik banyak pendatang karena penambangan emas, tetapi kehidupan di sana penuh dengan kesulitan, termasuk kriminalitas dan pencemaran. Warga setempat mengandalkan daun koka untuk mengatasi mabuk ketinggian, bertahan di tengah keterbatasan sumber daya dan lingkungan yang keras.

2. Dataran Tinggi Tibet, Tiongkok

Dataran Tinggi Tibet, Tiongkok (pexels.com/Julia Volk)
Dataran Tinggi Tibet, Tiongkok (pexels.com/Julia Volk)

Dataran Tinggi Tibet, yang dikenal sebagai "Atap Dunia," merupakan salah satu wilayah paling ekstrem di Bumi dengan ketinggian rata-rata lebih dari 4.500 meter di atas permukaan laut. Ketinggian ini menyebabkan kadar oksigen di udara menjadi sangat rendah, hanya sekitar 60% dari level yang ditemukan di permukaan laut.

Penurunan kadar oksigen ini disebabkan oleh tekanan atmosfer yang berkurang seiring bertambahnya ketinggian, sehingga menyebabkan udara menjadi lebih tipis dan sulit untuk bernapas.

Meskipun demikian, masyarakat yang tinggal di Dataran Tinggi Tibet telah mengembangkan berbagai adaptasi untuk bertahan hidup dalam kondisi tersebut. Mereka memiliki kemampuan fisiologis yang unik, seperti peningkatan jumlah sel darah merah dan efisiensi dalam penggunaan oksigen, yang memungkinkan mereka berfungsi dengan baik meski dalam lingkungan yang kurang oksigen.

3. Puncak Kilimanjaro, Tanzania

Puncak Kilimanjaro, Tanzania (pexels.com/Joseph Ruwa)
Puncak Kilimanjaro, Tanzania (pexels.com/Joseph Ruwa)

Puncak Kilimanjaro di Tanzania, dengan ketinggian mencapai 5.895 meter di atas permukaan laut, adalah salah satu tempat paling menantang di dunia bagi para pendaki. Ketinggian yang luar biasa ini menyebabkan kadar oksigen di udara menurun drastis, hanya sekitar setengah dari jumlah yang tersedia di permukaan laut. 

Kondisi ini sering memicu gejala mabuk ketinggian atau altitude sickness, terutama bagi mereka yang tidak terbiasa dengan lingkungan pegunungan. Meskipun begitu, penduduk lokal yang dikenal sebagai porter dan pemandu pendakian telah beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan ini, memungkinkan mereka untuk mendukung para pendaki dalam perjalanan menuju puncak. 

4. Kota El Alto, Bolivia

El Alto, Bolivia (theguardian.com)
El Alto, Bolivia (theguardian.com)

Terletak di dataran tinggi Altiplano, El Alto di Bolivia menjadi salah satu kota tertinggi di dunia, dengan ketinggian rata-rata mencapai 4.000 meter di atas permukaan laut. Kondisi geografis ini membawa konsekuensi signifikan terhadap kadar oksigen di udara, di mana tekanan atmosfer yang rendah menyebabkan jumlah oksigen yang tersedia jauh lebih sedikit dibandingkan dengan daerah dataran rendah.

El Alto telah berkembang menjadi kota metropolitan yang dinamis dengan populasi yang terus bertambah. Penduduknya, yang sebagian besar merupakan masyarakat adat, telah beradaptasi secara fisik dan budaya untuk mengatasi kondisi lingkungan yang keras. Gaya hidup, pola makan, dan aktivitas sehari-hari telah disesuaikan untuk memaksimalkan efisiensi penggunaan oksigen dalam tubuh.

El Alto menunjukkan semangat kewirausahaan dan inovasi dengan pasar tradisional yang ramai serta sektor informal yang berkembang. Kota ini menjadi contoh adaptasi dan pertumbuhan di tengah keterbatasan, menciptakan identitas unik di "Atas Dunia."

Dengan memahami kondisi ekstrem ini, kita dapat lebih menghargai ketahanan alam serta upaya manusia dalam beradaptasi dan bertahan di lingkungan yang menantang.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Shoima Nur Salsabila
EditorShoima Nur Salsabila
Follow Us