Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Fakta Ouagadougou, Kota Pusat Sinema Afrika

ilustrasi Kota Ouagadougou
ilustrasi Kota Ouagadougou (commons.wikimedia.org/Wendkouni)
Intinya sih...
  • Ouagadougou berasal dari kata wogodogo yang berarti tempat kehormatan, sebagai pusat Kerajaan Mossi yang dianggap sakral dan menjadi tempat raja yang dihormati.
  • Bahasa Prancis turun statusnya menjadi bahasa kerja, sementara bahasa lokal seperti Bahasa Moore diangkat sebagai bahasa nasional untuk memperkuat identitas budaya.
  • Ouagadougou merupakan tuan rumah FESPACO, festival film terbesar di Afrika, serta memiliki tradisi upacara Moro-Naba dan katedral terbuat dari tanah liat banco.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Ouagadougou sering luput dari perhatian publik dan termasuk salah satu kota underrated. Ouagadougou merupakan ibu kota dari Negara Burkina Faso. Kota ini bukan hanya pusat pemerintahan, tetapi juga ruang pertemuan antara sejarah, tradisi, dan modernisasi Burkina Faso.

Ouagadougou terletak di bagian tengah Burkina Faso. Kota ini berada di wilayah dataran Sahel dan gak memiliki garis pantai. Berikut beberapa fakta mengenai Ouagadougou, kota pusat sinema di Afrika.

1. Nama kota yang berarti tempat kehormatan

ilustrasi jalanan di Ouagadougou
ilustrasi jalanan di Ouagadougou (commons.wikimedia.org/Soman)

Secara linguistik Ouagadougou berasal dari kata wogodogo dari Bahasa Moore yang berarti tempat kehormatan. Secara historis, Ouagadougou merupakan pusat Kerajaan Mossi, salah satu kerajaan yang paling berpengaruh di Afrika Barat. Kota ini berfungsi sebagai tempat raja yang dipandang sebagai tempat yang paling dihormati, dijaga, dan memiliki ototritas simbolik.

Kota ini dianggap sakral bukan hanya karena merupakan kediaman raja yang dianggap sebagai penjaga tradisi dan keharmonisan sosial. Namun, juga pengaruh moral yang diberikan dari kelompok Mossi. Banyak orang berbondong-bondong datang ke Ouagadougou untuk meminta nasihat atau mediasi konflik, karena kota ini dianggap sebagai tanah kebijaksanaan.

2. Bahasa Prancis tak lagi jadi bahasa resmi

ilustrasi jalan raya di Ouagadougou
ilustrasi jalan raya di Ouagadougou (commons.wikimedia.org/Helge Fahrnberger)

Dari era kolonial hingga pasca-kemerdekaan, Burkina Faso tetap mempertahankan Bahasa Prancis sebagai bahasa resmi tunggal. Hal ini cukup praktis karena Bahasa Prancis sebagai jembatan komunikasi antar etnis agar taka da suku yang merasa bahasa mereka dianaktirikan.

Bahasa Prancis juga memudahkan diplomasi dengan negara-negara lain, terutama negara-negara francophone. Namun, hingga Desember 2023, pemerintah Burkina Faso secara resmi mengubah konstitusi yang merupakan bagian dari Gerakan dekolonisasi. Status Bahasa Prancis kini diturunkan menjadi bahasa kerja, artinya bahasa tetap digunakan dalam administrasi, dokumen formal, dan pendidikan. Namun, Bahasa Prancis gak lagi memegang gelar resmi sebagai bahasa nasional.

Sebagai gantinya, bahasa-bahasa lokal kini diangkat sebagai bahasa nasional. Seperti Bahasa Moore dari Ouagadougou, Bahasa Dioula, dan Bahasa Fulfulde. Langkah ini diambil untuk memperkuat kedaulatan nasional dan identitas budaya.

3. Ibu kota sinema Afrika

ilustrasi Kota Ouagadougou
ilustrasi Kota Ouagadougou (commons.wikimedia.org/Jonas OUEDRAOGO)

Ouagadougou merupakan tuan rumah daru FESPACO (Festival Panafrican du Cinema et de la Television de Ouagadougou), sebuah festival film terbesar dan paling bergengsi di Afrika. Festival ini didirikan di tahun 1969 oleh sekelompok pencinta film dan sineas legendaris Ousmane Sembene yang dijuluki sebagai bapak sinema Afrika.

FESPACO diadakan setiap dua tahun sekali yang bertujuan agar orang Afrika bisa menceritakan kisah mereka sendiri. Dan festival ini mampu menarik ratusan ribu penonton dan ribuan professional film dari seluruh dunia.

Penghargaan tinggi FESPACO adalah Etalon de Yennenga atau kuda Jantan emas. Penghargaan ini dianggap sebagai Piala Oscar-nya Afrika. Memenangkan penghargaan ini berarti sebuah pencapaian tertinggi bagi setiap sutradara.

4. Terdapat upacara Moro-Naba tiap jumat

ilustrasi gedung di Ouagadougou
ilustrasi gedung di Ouagadougou (commons.wikimedia.org/Sputniktilt)

Terdapat salah satu tradisi kerajaan tertua yang masih ada di Ouagadougou, yaitu upacara Moro-Naba yang diadakan tiap hari jumat sekitar pukul 7 hingga pukul 8 pagi. Upacara ini merupakan drama teatrikal untuk memperingati peristiwa penting di abad ke-12. Hal ini berkaitan dengan kisah puteri raja yang melarikan diri. Raja ingin mengejar dan menyiapkan oerang, tetapi para Menteri dan rakyat mencegahnya agar raja gak jadi berperang untuk menjaga perdamaian.

Upacara ini berlangsung singkat dengan pakaian merah yang melambangkan kemarahan raja. Sebuah kuda hias disiapkan untuk ditunggangi sang raja. Kemudian terdapat para Menteri dan Masyarakat yang berlutut untuk mencegah raja pergi. Lalu raja mengganti pakaiannya dengan warna putih yang melambangkan ia sedang mendengarkan rakyatnya.

5. Memiliki katedral yang terbuat dar tanah liat banco

ilustrasi Katedral Ouagadougou
ilustrasi Katedral Ouagadougou (commons.wikimedia.org/kyselak)

Katedral Ouagadougou merupakan katedral terbesar di Afrika Barat yang terbuat dari batu bata tanah liat lokal yang disebut banco. Bangunannya sedikit unik karena mengusung gaya Romanesque, arsitektur gereja di Eropa pada abad pertengahan. Namun, katedral ini gak menggunakan semen atau batu gunung. Namun, memakai tanah liat yang dikeringkan di bawah sinar matahari.

Penggunaan tanah liat lokal memberikan warna merah kecokelatan pada seluruh bangunan, yang membuatnya tampak ikonik. Warna ini menyatu dengan lingkungan Sahel yang berdebu dan panas di Ouagadougou. Memberikan kesan Afrika pada bangunan bargaya barat.

Ouagadougou merupakan salah satu kota yang berhasil mempertahankan identitas tradisionalnya melalui berbagai tradisi yang tetap dilestarikan. Termasuk mengangkat bahasa lokal menjadi bahasa nasional. Ditambah, jejak warisan kerajaan terdahulu masih tampak di kota ini.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ane Hukrisna
EditorAne Hukrisna
Follow Us

Latest in Science

See More

5 Fakta Blue Eyed Grass, Tanaman Mirip Rumput dari Keluarga Iris

19 Des 2025, 20:49 WIBScience