5 Ekosistem Paling Rentan yang Akan Hilang karena Perubahan Iklim

- Terumbu karang menjadi rumah bagi 25% kehidupan laut, namun suhu laut yang terus naik memicu pemutihan massal.
- Mangrove adalah penjaga pantai alami yang menahan badai dan mencegah abrasi, tapi naiknya permukaan air laut membuat mangrove kehilangan pijakan.
- Hutan hujan tropis penuh spesies unik dan fungsi vital bagi keseimbangan iklim global, namun suhu meningkat dan pembalakan liar mempercepat degradasi.
Perubahan iklim bukan lagi sekadar isu sains yang jauh dari keseharian kita. Ia sudah mengetuk pintu, masuk lewat cuaca yang makin tak menentu, suhu yang terus naik, dan musim yang bergeser. Sayangnya, di balik semua itu, ada ekosistem-ekosistem rapuh yang kini berdiri di tepi jurang kehancuran.
Dari lautan biru yang makin hangat hingga hutan-hutan yang kehilangan keseimbangannya, perubahan iklim menggerus daya tahan alam secara perlahan tapi pasti. Beberapa ekosistem mungkin masih bisa bertahan, tapi sebagian lainnya sudah menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Nah, berikut lima ekosistem yang paling rentan hilang karena perubahan iklim!
1. Terumbu karang

Terumbu karang menjadi rumah bagi sekitar 25% kehidupan laut di dunia. Namun, suhu laut yang terus naik memicu pemutihan massal. Saat air menghangat, alga yang hidup di jaringan karang meninggalkan tubuh inangnya, membuat karang tampak putih dan rapuh. Tanpa alga itu, sumber energi karang menghilang, dan perlahan ia mati.
Kondisi ini sudah terlihat di Great Barrier Reef, Australia, yang kehilangan separuh karangnya dalam tiga dekade terakhir. Di Indonesia, perairan Raja Ampat juga mulai menunjukkan tanda stres akibat pemanasan laut. Ketika karang mati, seluruh kehidupan laut ikut terguncang. Ikan pergi, rantai makanan runtuh, dan lautan kehilangan warna serta kehidupannya.
2. Hutan mangrove

Mangrove adalah penjaga pantai alami yang menahan badai dan mencegah abrasi. Akar-akar rumitnya menjadi rumah bagi udang, kepiting, dan ikan-ikan muda yang baru lahir. Tapi naiknya permukaan air laut dan peningkatan salinitas membuat mangrove kehilangan pijakan.
Banyak kawasan mangrove kini terendam air secara permanen, membuatnya sulit tumbuh kembali. Di Indonesia, lebih dari 40% hutan mangrove telah rusak. Padahal, mangrove termasuk penyerap karbon paling efisien di planet ini. Saat mangrove hilang, dunia kehilangan salah satu sekutu terkuatnya dalam melawan perubahan iklim.
3. Hutan hujan tropis

Hutan hujan tropis adalah jantung kehidupan di bumi, penuh spesies unik dan fungsi vital bagi keseimbangan iklim global. Namun suhu yang meningkat dan curah hujan tidak menentu membuat banyak pohon kehilangan kemampuan beradaptasi. Ditambah lagi, pembalakan liar dan pembukaan lahan mempercepat degradasi. Hutan yang dulu rimbun kini terpecah menjadi fragmen-fragmen kecil yang rentan terbakar.
Amazon, misalnya, kini kehilangan tutupan hijaunya dalam kecepatan yang mengkhawatirkan setiap tahun. Di Kalimantan dan Sumatera, kebakaran berulang menghancurkan habitat orangutan, harimau, dan spesies langka lainnya. Jika tren ini berlanjut, hutan hujan bisa berubah menjadi sabana kering dalam beberapa dekade ke depan. Dan ketika itu terjadi, kemampuan bumi menyerap karbon pun akan anjlok drastis.
4. Kutub Utara dan Selatan

Di ujung bumi, perubahan iklim terasa paling nyata. Lapisan es di Kutub Utara mencair tiga kali lebih cepat dari rata-rata global. Es laut yang dulu menebal kini mengecil setiap musim panas, membuka jalur perairan baru tapi menghancurkan habitat beruang kutub dan anjing laut. Tanpa es, suhu kawasan meningkat lebih cepat karena sinar matahari tak lagi dipantulkan, melainkan diserap laut.
Antartika pun menghadapi ancaman serupa. Gunung es besar seperti Thwaites dan Larsen C telah menunjukkan retakan sejak lama, dan sekarang proses pencairannya semakin cepat akibat suhu laut yang meningkat. Perubahan ini memicu percepatan kenaikan permukaan air laut di seluruh dunia. Bagi penguin dan krill, mencairnya es berarti hilangnya tempat mencari makan dan berkembang biak.
5. Padang rumput dan savana

Padang rumput dan savana adalah rumah bagi kawanan hewan besar seperti zebra, gajah, dan kerbau liar. Namun iklim yang makin kering dan curah hujan tak menentu membuat ekosistem ini semakin rapuh. Kekeringan panjang membuat tanah kehilangan kesuburannya, sementara kebakaran besar makin sering terjadi. Tumbuhan tak sempat tumbuh kembali, meninggalkan hamparan kosong yang rentan erosi.
Di Afrika bagian Timur, sabana yang dulu hijau kini berubah menjadi cokelat lebih lama dari biasanya. Pola migrasi hewan-hewan besar pun berubah karena sumber air makin sedikit. Bahkan di Australia dan Amerika Selatan, padang rumput alami banyak berubah jadi lahan pertanian yang tak ramah bagi satwa liar. Jika kondisi ini di biarkan, savana bisa berubah jadi gurun, dan keanekaragaman hayati pun ikut terkubur bersama debu.
Perubahan iklim adalah ancaman nyata yang sudah melingkupi kehidupan kita. Setiap peningkatan suhu membawa dampak besar bagi keseimbangan alam dan keberlangsungan makhluk hidup. Menjaga ekosistem berarti melindungi bumi yang menjadi sumber napas dan kehidupan bagi semua. Tanpa kesadaran dan tindakan nyata, keindahan alam yang kita kenal perlahan akan hilang dari dunia ini.