5 Fakta Fossa, Predator Puncak Madagaskar yang Mirip Kucing

- Fossa bukan kucing, tapi kerabat dekat garangan
- Fossa memiliki pergelangan kaki yang super fleksibel
- Fossa adalah pemburu lemur yang paling ditakuti
Di belantara hutan Madagaskar, hidup seekor predator misterius yang gesit dan sulit dipahami. Namanya fossa, penguasa rantai makanan di pulau yang terkenal dengan keanekaragaman hayatinya. Sekilas, penampilannya yang ramping dengan ekor panjang dan cakar tajam membuatnya sering disangka sebagai jenis kucing hutan. Namun, hewan ini menyimpan banyak sekali keunikan yang membuatnya berbeda dari karnivora lainnya.
Sebagai predator terbesar di Madagaskar, fossa memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Mereka adalah pemburu ulung yang aktif baik di darat maupun di atas pepohonan, menjadikan lemur sebagai salah satu mangsa utamanya. Sayangnya, keberadaan mereka kini makin terancam akibat hilangnya habitat dan konflik dengan manusia, membuat statusnya menjadi rentan di alam liar.
1. Fossa bukan kucing, tapi kerabat dekat garangan

Banyak yang terkecoh dengan penampilan fossa yang sangat mirip dengan kucing, terutama puma kecil. Mereka memiliki tubuh ramping, cakar yang bisa ditarik sebagian (semi-retractable), dan gigi yang dirancang khusus untuk mengoyak daging. Karena kemiripan inilah, para ahli taksonomi sempat bingung dan pada awalnya mengklasifikasikan fossa ke dalam keluarga kucing (Felidae).
Namun, penelitian genetik modern mengungkap fakta yang mengejutkan. Dilansir dari Vedantu, studi DNA menunjukkan bahwa fossa sebenarnya berkerabat lebih dekat dengan garangan (Herpestidae). Kini, fossa ditempatkan dalam keluarganya sendiri yang unik dan hanya ada di Madagaskar, yaitu Eupleridae. Ini membuktikan bahwa fossa adalah hasil evolusi yang luar biasa di lingkungan yang terisolasi selama jutaan tahun.
2. Fossa memiliki pergelangan kaki yang super fleksibel

Kemampuan fossa untuk berburu di antara dahan-dahan pohon sungguh tiada tanding. Mereka adalah pemanjat yang sangat andal, didukung oleh ekor panjang yang berfungsi sebagai penyeimbang saat melompat dari satu pohon ke pohon lain. Cakar mereka yang tajam dan dapat ditarik sebagian memberikan cengkeraman kuat pada kulit kayu, memungkinkan pergerakan yang cepat dan senyap di ketinggian.
Menurut Central Florida Zoo, keistimewaan utama fossa terletak pada pergelangan kakinya yang "bisa dibalik" atau sangat fleksibel. Anatomi unik ini memungkinkan mereka untuk menuruni pohon dengan posisi kepala di bawah, sama mudahnya seperti saat memanjat ke atas. Kemampuan langka ini memberi mereka keunggulan besar saat mengejar mangsa lincah seperti lemur di habitat arboreal mereka.
3. Fossa adalah pemburu lemur yang paling ditakuti

Sebagai karnivora terbesar di Madagaskar, fossa menduduki posisi puncak dalam rantai makanan. Makanan utama mereka sangat bervariasi, mulai dari hewan pengerat, reptil, hingga burung. Namun, menu favorit mereka adalah lemur, yang menyumbang sekitar 50% dari total diet mereka, seperti yang dilaporkan oleh Central Florida Zoo. Kemampuan mereka berburu di darat dan pohon membuat mereka menjadi satu-satunya predator yang mampu memangsa semua spesies lemur dewasa.
Fossa adalah hewan penyendiri (solitary) dan lebih sering berburu sendirian, terutama di malam hari, meskipun mereka juga bisa aktif di siang hari. Pola aktivitas ini dikenal sebagai cathemeral, yang berarti mereka aktif kapan saja, diselingi dengan waktu istirahat. Meskipun biasanya individualis, sebuah penelitian yang didokumentasikan di Vedantu pernah mencatat adanya perburuan kooperatif oleh tiga fossa jantan untuk menaklukkan mangsa yang lebih besar.
4. Fossa mengandalkan kelenjar bau untuk berkomunikasi

Bagi hewan penyendiri seperti fossa, komunikasi jarak jauh menjadi sangat penting untuk menandai wilayah dan menemukan pasangan. Salah satu metode komunikasi utama mereka adalah melalui bau. Fossa memiliki beberapa kelenjar bau yang sangat berkembang, terutama di sekitar area anus dan genital, yang mereka gunakan untuk meninggalkan jejak aroma di bebatuan, pohon, dan tanah di seluruh wilayah jelajah mereka.
Selain aroma, fossa juga menggunakan berbagai suara untuk berinteraksi. Dilansir dari Vedantu, mereka menggunakan kombinasi sinyal suara, visual, dan bau untuk berkomunikasi satu sama lain. Selama musim kawin, misalnya, betina akan mengeluarkan suara "mewing" untuk menarik pejantan, sementara pejantan akan "mendesah" sebagai respons saat ia menemukan betina. Kombinasi sinyal-sinyal unik ini menciptakan sistem komunikasi yang kompleks di antara para predator puncak ini.
5. Populasi fossa terancam oleh aktivitas manusia

Meskipun menjadi penguasa hutan Madagaskar, nasib fossa kini berada di ujung tanduk. Menurut data dari Central Florida Zoo, populasi mereka di alam liar terus menurun drastis, dengan perkiraan hanya tersisa sekitar 2.500 ekor. Akibat penurunan ini, International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah mengklasifikasikan fossa sebagai spesies yang "Rentan" (Vulnerable).
Ancaman terbesar bagi kelangsungan hidup fossa adalah hilangnya habitat secara masif akibat deforestasi untuk lahan pertanian. Selain itu, fossa sering kali diburu oleh penduduk setempat karena dianggap sebagai hama yang memangsa ternak, terutama ayam. Kepercayaan dan cerita rakyat lokal yang melebih-lebihkan sifat buas mereka juga turut memperburuk citra fossa, menjadikannya target perburuan.
Sebagai kesimpulan, fossa adalah predator yang luar biasa dan memegang peran tak tergantikan dalam ekosistem Madagaskar yang unik. Upaya konservasi yang serius sangat dibutuhkan untuk melindungi habitat mereka dan memberikan edukasi kepada masyarakat lokal agar predator karismatik ini tidak punah.


















