5 Fakta Kancil, si Cerdik yang Ternyata Bukan Keluarga Rusa!

- Kancil bukan keluarga rusa, tapi Tragulidae
- Pejantan kancil bersenjata taring tajam untuk pertahanan diri
- Kancil memiliki cara cerdik untuk menghindari pemangsa di alam liar
Siapa yang tidak kenal dengan kancil? Sosoknya begitu akrab di telinga kita lewat berbagai dongeng dan cerita rakyat Nusantara yang dituturkan dari generasi ke generasi. Dalam cerita, ia selalu digambarkan sebagai hewan kecil yang cerdik, mampu mengelabui predator besar seperti harimau dan buaya dengan akalnya yang brilian. Keberadaannya di hutan lebat Asia Tenggara adalah sebuah fakta, bukan sekadar fiksi.
Namun, di balik citranya sebagai tokoh legendaris, kancil atau yang dalam bahasa Inggris disebut mouse-deer, menyimpan banyak sekali keunikan biologis yang jarang diketahui orang awam. Hewan pemalu yang hidup menyendiri ini ternyata memiliki cara hidup dan karakteristik fisik yang sangat berbeda dari bayangan kita. Mengenal kancil lebih dekat membuka mata kita bahwa ia jauh lebih menarik daripada sekadar pahlawan dalam buku cerita anak-anak.
1. Kancil sebenarnya bukan rusa

Mungkin banyak yang mengira bahwa kancil adalah sejenis rusa berukuran mini karena namanya dalam bahasa Inggris adalah mouse-deer (rusa tikus). Kenyataannya, ia sama sekali bukan anggota keluarga rusa (Cervidae). Dilansir BIOPARC Fuengirola, kancil masuk dalam keluarganya sendiri, yaitu Tragulidae, yang menjadikannya salah satu hewan berkuku (ungulata) terkecil di dunia. Ukurannya saat dewasa bahkan hanya sebesar kelinci, dengan tinggi sekitar 45 sentimeter saja.
Keluarga Tragulidae merupakan kelompok herbivora yang sangat primitif dan telah ada di bumi selama puluhan juta tahun, sehingga sering dianggap sebagai "fosil hidup" oleh para ilmuwan. Secara sederhana, ungulata adalah istilah untuk mamalia yang berjalan menggunakan ujung kukunya, seperti kuda, kambing, dan jerapah. Sebagai ruminansia purba, sistem pencernaan kancil juga lebih sederhana dibandingkan ruminansia modern seperti sapi, meskipun sama-sama memiliki perut dengan beberapa bilik.
2. Pejantannya tidak punya tanduk, tapi bersenjatakan taring tajam

Ciri khas utama rusa jantan adalah tanduk megah yang tumbuh di atas kepalanya. Namun, hal ini tidak berlaku bagi kancil jantan. Alih-alih tanduk, pejantan dari spesies ini justru dibekali "senjata" lain yang tak kalah mengintimidasi. Dilansir Khao Sok National Park, kancil jantan memiliki sepasang gigi taring atas yang tumbuh memanjang ke bawah, mencuat dari mulutnya seperti taring.
Taring ini sama sekali tidak digunakan untuk makan, melainkan sebagai alat pertahanan diri dan senjata utama saat bertarung. Menurut NParks Singapore, taring tajam tersebut sering digunakan dalam pertarungan sengit dengan pejantan lain untuk memperebutkan wilayah atau pasangan selama musim kawin. Kancil betina tidak memiliki taring yang menonjol seperti ini, menjadikan fitur tersebut sebagai pembeda jenis kelamin yang jelas.
3. Kancil punya beragam cara cerdik untuk menghindari pemangsa

Sesuai dengan reputasinya dalam dongeng, kancil di alam liar memang sangat pandai bertahan hidup. Ia adalah hewan yang sangat pemalu, penyendiri, dan lebih aktif pada waktu senja dan fajar (krepuskular) atau malam hari untuk menghindari predator. Sebagian besar waktunya di siang hari dihabiskan dengan bersembunyi di antara semak-semak lebat atau celah-celah pohon di lantai hutan.
Selain bersembunyi, kancil memiliki mekanisme pertahanan yang sangat unik. Ketika merasa terancam, ia akan menghentakkan kakinya yang ramping ke tanah berulang kali dengan kecepatan sangat tinggi, mencapai tujuh hentakan per detik. Dilansir Khao Sok National Park, aksi ini menghasilkan suara seperti drum yang berfungsi sebagai sinyal bahaya bagi kancil lain di sekitarnya. Selain itu, pejantan juga menandai wilayah kekuasaannya menggunakan sekresi dari kelenjar bau yang terletak di bawah rahangnya, sebuah cara komunikasi sunyi di tengah hutan.
4. Sosoknya menjadi legenda abadi dalam cerita rakyat Nusantara

Kisah "Sang Kancil" adalah salah satu cerita rakyat paling populer dan abadi di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Dalam berbagai versi cerita, kancil selalu menjadi tokoh protagonis yang menggunakan kecerdasannya untuk mengatasi berbagai masalah dan mengalahkan lawan-lawan yang jauh lebih besar dan kuat darinya, mulai dari menyeberangi sungai di punggung buaya hingga menipu harimau.
Kisah-kisah ini bukan sekadar hiburan, melainkan fabel atau cerita binatang yang mengandung pesan moral tentang keunggulan akal pikiran atas kekuatan fisik. Seperti dilansir National Library Board of Singapore, karakter kancil dalam dongeng ini sejatinya terinspirasi dari perilaku aslinya di alam. Sifatnya yang sulit ditangkap, lincah, dan kemampuannya untuk selalu lolos dari bahaya di hutan menjadi cerminan dari kecerdikan yang dikisahkan dalam legenda.
5. Eksistensinya kini menghadapi tantangan dari aktivitas manusia

Meskipun status konservasi globalnya menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature) masih tergolong 'Risiko Rendah' (Least Concern), populasi kancil di alam liar dilaporkan terus mengalami penurunan. Ancaman terbesar yang dihadapinya adalah kehilangan dan fragmentasi habitat akibat deforestasi untuk perluasan lahan pertanian dan pembangunan. Di Singapura, misalnya, upaya reforestasi dan perbaikan habitat terbukti berhasil meningkatkan kembali populasi mereka yang sempat berstatus terancam punah.
Di sisi lain, perburuan juga menjadi tekanan serius bagi populasi kancil. Dilansir National Library Board of Singapore, hewan ini secara tradisional telah lama diburu untuk diambil dagingnya yang dianggap lebih empuk daripada daging rusa. Kombinasi antara menyusutnya "rumah" mereka dan tekanan perburuan yang terus berlanjut menjadi tantangan nyata bagi kelangsungan hidup hewan ikonik ini di masa depan.
Kancil, sang pahlawan cerdik dari dongeng, ternyata adalah makhluk nyata yang penuh dengan keunikan dan adaptasi luar biasa untuk bertahan hidup. Ia adalah bukti kekayaan biodiversitas yang dimiliki hutan-hutan kita.
Oleh karena itu, menjaga kelestarian alam bukan hanya soal menyelamatkan hutan, tetapi juga melindungi para penghuninya yang menakjubkan, termasuk pelanduk kancil yang legendaris ini.



















