5 Fakta Kota Tulum di Meksiko, Kesenjangan Sosial pada Penduduk Lokal

- Tulum adalah kota pelabuhan penting Suku Maya pada abad ke-13 hingga ke-16 Masehi, dengan banyak peninggalan sejarah yang menandakan kemajuan budaya dan peranan Tulum.
- Tulum mengalami perkembangan jumlah penduduk yang pesat, namun juga munculnya ketimpangan antara pendatang kaya dan penduduk asli serta pencemaran air di cenote.
- Pertumbuhan pesat Tulum setelah booming pariwisata menyebabkan pembangunan kota tidak berjalan dengan baik, meningkatkan segregasi sosial dan ketimpangan ekonomi bagi penduduk lokal.
Tulum merupakan sebuah kota yang terletak di negara bagian Quintana Roo, Meksiko. Kota ini memiliki latar belakang sejarah, budaya, dan tantangan lingkungan yang patut diketahui lebih dalam.
Seiring pertumbuhan pariwisata, Tulum juga mengalami perubahan sosial dan ekonomi yang signifikan serta menghadapi beberapa isu kritis yang berdampak pada kehidupan masyarakat lokal dan keberlanjutan lingkungan. Oleh karena itu, selain destinasi wisata, Tulum menyimpan sisi lain yang penting untuk dipahami dan menjadi perhatian serius.
1. Sejarah Tulum sebagai kota pelabuhan penting Suku Maya

Salah satu fakta unik tentang Tulum adalah kota ini pernah menjadi pelabuhan utama suku Maya yang eksis antara abad ke-13 hingga abad ke-16 Masehi. Terletak di pesisir, Tulum berfungsi sebagai pusat perdagangan yang strategis, menghubungkan berbagai wilayah dan menjadi penghubung untuk perdagangan barang-barang bernilai seperti obsidian dan jade. Letaknya yang diterangi tembok besar melindungi kota dari serangan dan menunjukkan bagaimana Tulum memiliki peran penting di era klasik tersebut.
Meskipun keruntuhan peradaban Maya terjadi pada abad ke-16, situs kota ini masih menyimpan banyak peninggalan sejarah yang menandakan kemajuan budaya dan peranan Tulum pada masa kejayaannya. Kota ini termasuk salah satu kota terakhir yang dibangun dan dihuni oleh suku Maya.
2. Dinamika sosial dan demografi penduduk saat ini

Tulum mengalami perkembangan jumlah penduduk yang pesat sampai sekitar 46 ribu jiwa pada tahun 2020. Penduduknya terdiri dari berbagai kelompok usia, dengan hampir sepertiga dari total populasi berada di rentang usia produktif 20-29 tahun. Selain itu, sekitar 32,7 persen penduduk Tulum masih berbicara bahasa asli, terutama bahasa Maya, yang menunjukkan kelestarian budaya lokal.
Namun, perkembangan kota ini juga menghadirkan tantangan sosial, terutama munculnya ketimpangan antara pendatang kaya dan penduduk asli. Banyak komunitas lokal harus menghadapi keterbatasan infrastruktur dan akses pelayanan publik yang memadai.
3. Pencemaran air dan kerusakan ekosistem cenote

Salah satu isu penting yang terjadi di Tulum adalah pencemaran lingkungan, khususnya kontaminasi air di danau-danau cenote yang menjadi ciri khas wilayah ini. Sebagian besar sistem pengolahan limbah di Tulum belum memadai sehingga limbah domestik dan bahan kimia masuk ke dalam cenote, yang berpotensi merusak ekosistem air bawah tanah dan terumbu karang di sekitarnya.
Fenomena ini mengancam kelestarian ekosistem yang secara biologis unik dan berperan penting sebagai sumber cadangan air bersih penduduk setempat. Jika tidak ada tindakan mitigasi yang serius, kerusakan lingkungan ini akan mengancam keberlanjutan sumber daya alam di Kota Tulum.
4. Perkembangan Kota Tulum dan masalah perencanaan tata kota

Pertumbuhan pesat Tulum, terutama setelah booming pariwisata, menyebabkan pembangunan kota tidak bejalan dengan baik. Banyaknya pembangunan properti, hotel, dan resor mewah tanpa pengawasan yang ketat telah menyebabkan tekanan besar pada infrastruktur kota, termasuk pasokan air, listrik, dan pengelolaan limbah yang belum memadai.
Ketidakteraturan ini juga berdampak pada meningkatnya segregasi sosial, di mana komunitas yang kurang mampu terdorong ke pinggiran kota dengan layanan publik yang minim, sementara kawasan elit didominasi oleh ekspatriat dan pengusaha yang memiliki akses lebih baik. Kota menghadapi tantangan besar dalam mengatur pertumbuhan dan pengembangan berkelanjutan.
5. Ketimpangan ekonomi dan upah rendah bagi penduduk lokal

Meskipun sisi pariwisata Tulum berkembang pesat dengan banyak investor dan bisnis baru, mayoritas penduduk lokal tidak merasakan manfaat ekonomi secara signifikan. Pendapatan rata-rata bulanan penduduk sekitar 460 dolar AS (Rp7,7 juta) per bulan, dengan upah yang stagnan sejak tahun 2011.
Banyak sektor "ramah lingkungan" dan komersial di Tulum dikuasai oleh pemilik asing dan elit ekonomi sehingga kesempatan ekonomi yang tercipta tidak banyak memberi dampak pada kenaikan kualitas hidup pekerja lokal. Hal ini menimbulkan ketimpangan sosial dan risiko kemiskinan yang berkelanjutan bagi masyarakat asli Tulum.
Kota Tulum jelas lebih dari sekadar destinasi wisata populer. Tulum adalah kota yang kaya sejarah, budaya, sekaligus menghadapi berbagai tantangan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Memahami fakta-fakta ini penting agar Tulum dapat dipertahankan sebagai warisan budaya sekaligus komunitas yang berkelanjutan.