Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Fakta Onager, Keledai Liar Gurun yang Gak Mau Dijinakkan!

potret onager sedang berlari
potret onager sedang berlari (Tasnim News Agency, CC BY 4.0, via Wikimedia Commons)
Intinya sih...
  • Onager memiliki penampilan khas yang berubah sesuai musim, dengan tubuh besar dan bulu yang bisa beradaptasi.
  • Onager adalah pelari cepat dan tangguh di alam liar, mampu berlari hingga 70 km/jam dan mempertahankan kecepatan sekitar 50 km/jam untuk waktu lama.
  • Onager sangat adaptif terhadap lingkungan gurun yang ekstrem, mampu bertahan dalam kondisi keras dengan kebutuhan air terpenuhi dari tanaman yang mereka makan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Di hamparan gurun dan stepa Asia yang keras, hiduplah seekor kuda liar yang tangguh dan penuh pesona, onager namanya. Hewan ini sering disebut keledai liar asia, namun jangan salah, ia punya karakternya sendiri yang unik. Dengan penampilan yang sekilas mirip kuda dan keledai, onager telah memikat perhatian manusia sejak zaman kuno, bahkan pernah dicoba untuk dijinakkan meski tak pernah berhasil sepenuhnya.

Kehidupannya di alam liar yang menantang membentuk onager menjadi makhluk dengan daya tahan luar biasa dan kemampuan adaptasi yang mengagumkan. Dari gurun Iran hingga dataran Mongolia, mereka menjelajah untuk mencari makan dan bertahan hidup. Sayangnya, berbagai ancaman seperti perburuan dan kehilangan habitat membuat populasi hewan gagah ini semakin terdesak dan kini berada dalam status terancam. Mari kita kenali lebih dekat fakta-fakta menarik seputar onager yang memesona ini.

1. Punya penampilan khas yang berubah sesuai musim

potret onager
potret onager (pixabay.com/Angela)

Sekilas, onager (Equus hemionus) memang terlihat seperti persilangan antara kuda dan keledai, membuatnya sering dijuluki "setengah keledai". Dilansir A-Z Animals, secara fisik, onager terlihat lebih mirip kuda daripada keledai domestik yang kita kenal. Ia memiliki tubuh yang lebih besar dari keledai, dengan tinggi bahu mencapai 1,5 meter dan berat sekitar 250 kg. Telinganya cukup besar dan memiliki surai pendek yang berdiri tegak, menambah kesan gagah pada penampilannya.

Salah satu keunikan onager adalah warna bulunya yang bisa beradaptasi dengan perubahan musim. Saat musim panas, bulunya akan berwarna cokelat kemerahan yang membantunya berkamuflase di lingkungan gurun pasir. Namun, ketika musim dingin tiba, bulunya akan tumbuh lebih panjang dan warnanya berubah menjadi abu-abu kekuningan, sementara bagian bawah tubuhnya seperti perut dan panggul tetap berwarna putih. Ciri khas lainnya adalah garis punggung berwarna gelap yang kontras dengan bulu pucatnya, sering kali dibingkai oleh strip putih tipis di kedua sisinya.

2. Pelari cepat dan tangguh di alam liar

potret onager sedang berlari
potret onager sedang berlari (Tasnim News Agency, CC BY 4.0, via Wikimedia Commons)

Hidup di lanskap yang terbuka dan keras membuat onager mengembangkan kemampuan lari yang luar biasa sebagai mekanisme pertahanan utama. Mereka tidak memiliki banyak tempat untuk bersembunyi dari predator, sehingga kecepatan menjadi kunci kelangsungan hidupnya. Dilansir Animal Diversity Web, onager mampu berlari dengan kecepatan puncak hingga 70 km/jam dalam jarak pendek.

Kemampuan larinya tidak hanya soal kecepatan sesaat. Onager juga dikenal memiliki stamina yang luar biasa, memungkinkannya mempertahankan kecepatan berlari sekitar 50 km/jam untuk waktu yang lama. Daya tahan ini sangat penting untuk melarikan diri dari predator seperti serigala abu-abu, predator utama mereka di alam liar, serta untuk melakukan perjalanan jauh melintasi gurun demi mencari sumber air dan makanan yang langka. Dengan kemampuan ini, onager menjadi salah satu mamalia darat tercepat dan paling tangguh di habitatnya.

3. Sangat adaptif terhadap lingkungan gurun yang ekstrem

potret kelompok kecil onager
potret kelompok kecil onager (pixabay.com/Bishnu Sarangi)

Onager adalah penghuni sejati habitat stepa, semi-gurun, dan dataran gurun. Mereka tersebar dari Iran, Turkmenistan, hingga India dan Tiongkok. Lingkungan ini dikenal memiliki curah hujan yang sangat sedikit dan sumber daya yang terbatas. Namun, onager telah berevolusi untuk bisa bertahan dalam kondisi yang menantang ini. Sebagian besar kebutuhan air mereka terpenuhi dari tanaman yang mereka makan, seperti rerumputan, semak, dan dedaunan.

Meskipun begitu, mereka tetap harus berada dalam radius sekitar 20 kilometer dari sumber air permanen, terutama untuk induk yang sedang menyusui. Dilansir laman Smithsonian's National Zoo, onager biasanya merumput pada waktu yang lebih sejuk, seperti pagi dan sore hari, untuk menghindari panas terik di siang hari. Saat musim dingin tiba dan suhu menjadi sangat dingin, mereka menumbuhkan bulu yang lebih tebal dan lebat untuk melindungi diri. Kemampuan adaptasi inilah yang membuat mereka mampu bertahan di salah satu lingkungan paling keras di bumi.

4. Struktur sosialnya bisa berubah-ubah

potret kelompok onager
potret kelompok onager (Gideon Pisanty (Gidip) גדעון פיזנטי - Own work, CC BY 3.0, via Wikimedia Commons)

Kehidupan sosial onager cukup fleksibel dan dapat bervariasi tergantung pada kondisi lingkungan dan ketersediaan sumber daya. Pada umumnya, mereka hidup dalam kawanan. Induk onager biasanya akan hidup bersama anak-anak mereka dalam kelompok yang terdiri dari betina dan anak-anak lainnya. Sementara itu, pejantan yang lebih tua seringkali memilih untuk hidup menyendiri (soliter).

Menurut Smithsonian's National Zoo, sistem sosial onager bisa berupa pertahanan teritorial, di mana pejantan dominan akan menjaga wilayah utama yang kaya sumber daya untuk menarik betina. Namun, dalam kondisi lain, mereka juga dapat membentuk sistem harem, di mana satu pejantan dominan akan menjaga sekelompok betina dari pejantan lain. Selama musim kawin, biasanya sekitar pertengahan Juni, para pejantan akan bertarung sengit untuk memperebutkan hak kawin dengan betina.

5. Pernah dicoba dijinakkan tapi gagal total

potret kelompok kecil onager
potret kelompok kecil onager (pixabay.com/Bishnu Sarangi)

Manusia pada zaman kuno sebenarnya sudah mencoba untuk mendomestikasi onager untuk dijadikan hewan pekerja, mirip dengan kuda atau keledai. Bahkan, beberapa sumber menyebutkan bahwa legiun Romawi kuno pernah menggunakan hewan ini untuk menarik mesin perang mereka. Namun, upaya penjinakan ini pada akhirnya ditinggalkan karena satu alasan utama: onager memiliki temperamen yang sangat sulit diatur dan keras kepala.

Seperti yang dicatat oleh A-Z Animals, upaya untuk sepenuhnya menjinakkan onager akhirnya "ditinggalkan" karena manusia merasa lebih mudah untuk menjinakkan kuda dan keledai. Sifatnya yang liar dan tidak mau tunduk inilah yang membuat onager tetap menjadi hewan liar hingga hari ini. Karakter mereka yang kuat dan mandiri memastikan bahwa mereka akan selalu menjadi penguasa alam liar, bukan hewan peliharaan atau pekerja.

6. Populasinya terancam punah karena ulah manusia

potret onager
potret onager (pixabay.com/Bishnu Sarangi)

Saat ini, onager menghadapi ancaman serius terhadap kelangsungan hidupnya. Menurut data IUCN Red List, status konservasi onager secara umum adalah "Near Threatened" atau mendekati terancam. Namun, beberapa subspesiesnya, seperti Onager Persia, sudah berada dalam status "Endangered" atau terancam punah. Diperkirakan hanya tersisa sekitar 600-700 individu Onager Persia di alam liar, yang sebagian besar berada di kawasan lindung di Iran.

Ancaman utama bagi onager datang dari aktivitas manusia. Seperti dilansir dari Animal Diversity Web, perburuan liar untuk diambil daging dan kulitnya, hilangnya habitat akibat pembangunan infrastruktur, serta kompetisi dengan ternak untuk mendapatkan air dan makanan menjadi penyebab utama penurunan populasi mereka. Upaya konservasi terus dilakukan, termasuk program pengembangbiakan dan reintroduksi ke habitat aslinya, seperti yang dilakukan di Arab Saudi, untuk menyelamatkan spesies karismatik ini dari kepunahan.

Onager adalah bukti nyata dari kekuatan dan keindahan alam liar yang mampu beradaptasi dengan lingkungan paling ekstrem sekalipun. Namun, keberadaan mereka kini sangat bergantung pada upaya perlindungan dan konservasi dari kita semua.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ane Hukrisna
EditorAne Hukrisna
Follow Us

Latest in Science

See More

5 Fakta Unik Burung Hantu Ikan Blakiston, Pemburu Senyap yang Handal

07 Des 2025, 06:49 WIBScience