5 Fakta Unik Lijiang, Kota Kuno UNESCO dengan Pemandangan Pegunungan

- Kota kuno Lijiang di Tiongkok memiliki sistem kanal air kuno yang masih berfungsi dan mencerminkan harmoni masyarakat dengan alam.
- Lijiang adalah rumah bagi suku Naxi dengan tradisi matrilineal yang unik, di mana perempuan memegang peran penting dalam kehidupan sosial dan ekonomi.
- Aksara Dongba, tulisan piktograf tertua yang masih digunakan, menjadi daya tarik wisata tersendiri karena menunjukkan kedalaman spiritual dan intelektual masyarakat Naxi.
Lijiang adalah salah satu kota paling memesona di barat daya Tiongkok yang seperti membawa pengunjungnya melintasi waktu. Kota ini terletak di kaki Pegunungan Yulong (Yulong Xueshan) yang diselimuti salju abadi, menciptakan latar yang begitu dramatis bagi arsitektur tradisional dan kanal-kanal kecilnya. Tak heran, sejak tahun 1997, Kota Tua Lijiang resmi masuk dalam daftar Warisan Dunia UNESCO berkat keindahan dan keaslian budayanya yang masih terjaga dengan baik.
Namun, Lijiang bukan hanya soal panorama klasik atau status prestisiusnya. Kota ini juga menyimpan berbagai keunikan yang jarang diketahui banyak orang, mulai dari sistem air kuno yang masih berfungsi, budaya etnis Naxi yang eksotis, hingga suasana malam yang terasa seperti dongeng. Berikut ini lima fakta unik yang membuat Lijiang layak masuk daftar destinasi impian siapa pun yang mencintai perpaduan antara sejarah, alam, dan budaya.
1. Kota air dengan sistem kanal kuno yang masih berfungsi

Salah satu hal paling mengagumkan dari Lijiang adalah sistem kanal airnya yang sudah berusia ratusan tahun namun masih aktif hingga sekarang. Air yang mengalir berasal dari mata air pegunungan Yulong yang jernih dan dingin. Kanal-kanal ini membentang di seluruh Kota Tua Lijiang, menghubungkan rumah-rumah tradisional, taman kecil, dan gang berbatu. Uniknya, masyarakat setempat membagi saluran air ke dalam tiga fungsi berbeda: satu untuk minum, satu untuk mencuci sayur dan buah, dan satu untuk keperluan rumah tangga.
Sistem ini tidak hanya menunjukkan kecerdikan arsitektur kuno, tetapi juga mencerminkan harmoni masyarakat Lijiang dengan alam. Airnya tetap bersih karena warga menjaga disiplin dalam penggunaannya dan tidak mencemari sumbernya. Di malam hari, pantulan lampu dari jembatan kayu dan bangunan tua di atas permukaan air menciptakan suasana romantis yang sulit dilupakan. Banyak wisatawan yang mengaku jatuh cinta pada suasana damai yang mengalir seiring gemericik air di sepanjang jalan batu.
2. Rumah bagi etnis Naxi dengan tradisi matrilineal

Lijiang adalah rumah bagi suku Naxi, salah satu kelompok etnis minoritas di Tiongkok yang terkenal karena sistem sosialnya yang unik. Berbeda dari kebanyakan masyarakat di Asia, suku Naxi menganut sistem matrilineal, di mana garis keturunan dan kepemilikan keluarga diturunkan lewat pihak perempuan. Perempuan Naxi biasanya memegang peran penting dalam kehidupan sosial dan ekonomi, sementara laki-laki lebih banyak terlibat dalam seni, musik, dan ritual keagamaan.
Tradisi ini menciptakan keseimbangan sosial yang menarik dan khas. Hingga kini, perempuan Naxi masih memegang kendali dalam urusan rumah tangga, bahkan dalam pengambilan keputusan besar keluarga. Budaya mereka yang egaliter dan damai membuat banyak peneliti etnografi tertarik mempelajarinya. Mengunjungi Lijiang berarti menyelami kehidupan masyarakat yang memadukan nilai-nilai kuno dengan harmoni sosial yang langka ditemukan di tempat lain.
3. Aksara Dongba, tulisan piktograf tertua yang masih digunakan

Salah satu harta budaya paling berharga di Lijiang adalah aksara Dongba, sistem tulisan piktograf yang digunakan oleh para pendeta suku Naxi. Aksara ini diyakini sebagai satu-satunya tulisan piktograf kuno di dunia yang masih digunakan sampai sekarang. Setiap simbol dalam aksara Dongba mewakili ide atau objek tertentu, sehingga satu naskah bisa tampak seperti lukisan yang penuh makna.
Walaupun jumlah orang yang benar-benar bisa membaca dan menulis aksara ini sudah menurun, masyarakat Lijiang tetap berusaha melestarikannya. Banyak museum dan sekolah budaya di kota ini yang mengajarkan dasar-dasar tulisan Dongba kepada generasi muda. Selain sebagai warisan linguistik, aksara ini juga menjadi daya tarik wisata tersendiri karena menunjukkan kedalaman spiritual dan intelektual masyarakat Naxi. Melihat naskah Dongba di museum seperti menyaksikan lembaran masa lalu yang masih bernapas di zaman modern.
4. Pemandangan epik Gunung Yulong yang diselimuti salju abadi

Gunung Yulong atau Yulong Snow Mountain adalah simbol kebanggaan warga Lijiang. Dengan ketinggian lebih dari 5.596 meter di atas permukaan laut, gunung ini selalu diselimuti salju dan menjadi latar alami yang megah bagi kota. Dalam kepercayaan lokal, Yulong dianggap sebagai gunung suci yang melindungi masyarakat dari bencana dan membawa keberuntungan. Dari kejauhan, bentuk puncaknya yang menyerupai naga putih membuatnya sering dijuluki “Gunung Naga Giok.”
Para wisatawan bisa naik ke titik pandang tertinggi dengan kereta gantung dan menikmati panorama spektakuler lembah dan hutan di bawahnya. Di musim semi, kontras antara salju putih dan hamparan bunga liar di kaki gunung menciptakan pemandangan yang memukau. Udara di sekitar Yulong terasa segar dan tipis, tapi keindahannya seolah menenangkan setiap napas yang tertinggal. Tak berlebihan jika banyak orang menyebut Yulong sebagai salah satu gunung terindah di Asia Timur.
5. Kota malam yang hidup dengan suasana dongeng

Begitu matahari terbenam, Lijiang berubah menjadi kota dengan atmosfer magis. Lampu-lampu lentera tradisional dinyalakan di sepanjang jalan, memantulkan cahaya ke kanal-kanal air yang berkilau. Musik etnik Naxi terdengar dari berbagai sudut, sementara aroma teh dan kuliner lokal mengisi udara malam. Banyak pengunjung yang mengatakan bahwa berjalan di kota tua Lijiang pada malam hari terasa seperti masuk ke dunia fantasi kuno.
Tak hanya suasananya yang romantis, kehidupan malam Lijiang juga penuh interaksi sosial. Banyak kafe dan bar kecil di sepanjang kanal yang menampilkan musik tradisional, membuat siapa pun mudah larut dalam nuansa damai. Tempat ini memberi kesempatan bagi siapa pun untuk menikmati keindahan kota kuno dengan cara yang lebih santai. Malam di Lijiang bukan sekadar waktu untuk bersantai, tapi juga momen untuk merasakan denyut kehidupan yang berbaur antara masa lalu dan masa kini.
Lijiang bukan sekadar kota wisata, tetapi representasi nyata dari bagaimana sejarah, budaya, dan alam bisa hidup berdampingan dengan harmoni. Setiap sudutnya menyimpan cerita tentang peradaban yang menghargai keseimbangan antara manusia dan lingkungan. Keunikan inilah yang membuat Lijiang tetap memesona di mata dunia, seolah waktu di sana berjalan lebih lambat agar semua keindahannya bisa benar-benar dinikmati. Bagi siapa pun yang mencintai perjalanan dengan makna, Lijiang adalah destinasi yang tak akan terlupakan.