5 Fakta Unik Ordos, Kota Megah yang Justru Sepi Penghuni

- Kawasan Ordos Kangbashi dibangun untuk 1 juta orang, tapi nyaris kosong
- Pembangunan Ordos lahir dari kekayaan batu bara namun goyah saat harga turun
- Ordos adalah kota seni yang lebih banyak patung daripada manusia
Di tengah gurun Mongolia dalam, Tiongkok, berdiri sebuah kota yang tampak megah dari kejauhan. Jalan rayanya lebar, gedung pemerintahan menjulang, dan arsitektur modernnya menyerupai ibu kota masa depan. Tapi begitu kamu mendekat, keheningan menyelimuti setiap sudutnya—inilah Ordos, kota yang dibangun dengan ambisi besar namun berakhir menjadi salah satu kota hantu yang paling terkenal di dunia.
Ordos seharusnya menjadi simbol kemakmuran dan urbanisasi cepat Tiongkok pada awal 2000-an. Pemerintah membangun infrastruktur raksasa dengan dana miliaran dolar, berharap penduduk baru akan segera mengisinya. Namun kenyataannya, kota itu justru sunyi. Fakta-fakta di baliknya tidak hanya unik, tapi juga menggambarkan kompleksitas antara mimpi dan realitas pembangunan modern.
1. Dibangun untuk 1 juta orang, tapi nyaris kosong

Kawasan Ordos Kangbashi, distrik baru yang jadi pusat proyek besar ini, dirancang untuk menampung sekitar satu juta penduduk. Pemerintah membangun apartemen mewah, stadion, taman, dan gedung seni berskala internasional hanya dalam beberapa tahun. Namun ketika selesai, sebagian besar unit tak terjual dan hanya sedikit orang yang benar-benar pindah.
Kota itu kemudian dijuluki “the most expensive ghost city in the world”. Dilansir Business Insider, dari udara, Ordos tampak seperti metropolis modern, tapi di tingkat jalan, banyak bangunan berdiri tanpa penghuni. Ketimpangan antara visi pembangunan dan kenyataan ekonomi menjadi simbol kegagalan ambisi urbanisasi ekstrem di Tiongkok.
2. Lahir dari kekayaan batu bara

Pembangunan Ordos tidak terjadi tanpa alasan—kawasan ini dulunya adalah salah satu daerah penghasil batu bara terkaya di Tiongkok. The Guardian menyebutkan bahwa keuntungan besar dari tambang membuat pemerintah daerah yakin bisa menciptakan kota masa depan yang mandiri. Dana melimpah mengalir untuk proyek infrastruktur, perumahan, dan fasilitas publik.
Namun, ketika harga batu bara turun dan regulasi nasional berubah, sumber dana tiba-tiba mengering. Banyak proyek berhenti di tengah jalan, dan pengembang kecil bangkrut sebelum bangunan mereka selesai. Kebergantungan berlebihan pada satu sektor ekonomi membuat kota ini goyah sebelum sempat berkembang.
3. Kota seni yang lebih banyak patung daripada manusia

Meski sepi, Ordos tidak kekurangan karya seni. Dilansir ArchDaily, di taman-taman luasnya berdiri ratusan patung raksasa yang menggambarkan sejarah Mongolia dan budaya modern. Ironisnya, jumlah patung di kota ini sempat disebut lebih banyak daripada jumlah penduduknya.
Kota ini juga memiliki Ordos Museum, bangunan futuristik berbentuk seperti batu logam raksasa karya arsitek MAD Architects. Bangunannya megah, tapi pengunjungnya sangat sedikit. Pemandangan museum besar yang berdiri sunyi di tengah lapangan luas menjadi simbol kuat dari kesunyian Ordos.
4. Pernah jadi kota terkaya di Tiongkok

Sebelum proyek pembangunan ini dianggap gagal, Ordos pernah dinobatkan sebagai salah satu kota terkaya di Tiongkok berdasarkan pendapatan per kapita. Ratusan pengusaha tambang dan kontraktor properti menjadi miliarder dalam waktu singkat. Restoran mewah, dealer mobil sport, dan hotel bintang lima bermunculan di tengah gurun.
Namun euforia itu tidak bertahan lama. Dilansir South China Morning Post, saat gelembung ekonomi mulai pecah, banyak warga kaya kabur meninggalkan investasi mereka. Kota yang dulu melambangkan kemewahan tiba-tiba berubah menjadi monumen keserakahan dan ambisi yang tak terukur.
5. Kini perlahan hidup kembali

Meski sempat dijuluki kota mati, Ordos tidak benar-benar ditinggalkan. CNN menginformasikan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah setempat mencoba menghidupkan kembali kota ini dengan memindahkan kantor pemerintahan dan fasilitas publik ke Kangbashi. Mahasiswa, pegawai negeri, dan keluarga muda mulai menempati apartemen yang dulu kosong.
Beberapa acara besar seperti festival budaya dan pameran internasional kini rutin diadakan di sana. Meskipun belum seramai yang diharapkan, tanda-tanda kehidupan mulai terlihat. Ordos mungkin tak pernah menjadi kota sejuta jiwa, tapi ia telah berevolusi menjadi simbol refleksi—bahwa kemajuan sejati tak selalu bisa dibangun dengan uang dan beton semata.
Kisah Ordos adalah gambaran sempurna tentang ambisi manusia untuk menaklukkan ruang dan waktu. Kota megah ini dibangun dengan visi besar, tapi akhirnya menjadi pengingat bahwa pembangunan tanpa perencanaan sosial bisa berujung kosong. Kini, Ordos berdiri di antara dua dunia: masa lalu yang ambisius dan masa depan yang masih mencari makna.


















