Apakah Daging Tupai Aman Dikonsumsi Manusia?

Di beberapa wilayah, mengonsumsi hewan liar jadi praktik yang cukup lumrah. Ada beberapa hewan liar yang cukup umum dikonsumsi, salah satunya tupai. Namun, pertanyaan yang sering muncul, apakah tupai benar-benar aman dimakan manusia?
Dalam bahasa Inggris, tupai disebut treeshrew, termasuk dalam ordo Scandentia dan famili Tupaiidae atau Ptilocercidae. Meski tupai hidup di alam liar dan sering terlihat di sekitar pemukiman, ada berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum memasukkan tupai ke dalam menu makanan. Mari, kita bahas lebih lanjut mengenai keamanan konsumsi daging tupai dan apa saja yang perlu diperhatikan sebelum mencoba memakan mereka.
1. Penularan penyakit

Tupai diketahui rentan terhadap banyak virus, termasuk hepatitis B dan C. Mamalia kecil ini dapat terinfeksi hampir semua virus hepatitis dan menunjukkan gejala yang serupa dengan manusia, seperti peradangan hati. Infeksi hepatitis pada tupai bisa berkembang menjadi kondisi kronis yang serius, termasuk karsinoma hepatoseluler, yang merupakan salah satu jenis kanker hati paling umum di seluruh dunia.
Keberadaan virus hepatitis pada tupai menimbulkan kekhawatiran terkait potensi penularan zoonosis, yaitu penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Zoonosis bisa terjadi melalui kontak langsung atau konsumsi daging yang terinfeksi. Jika daging tupai tidak dimasak dengan benar, risiko penularan virus tersebut menjadi lebih tinggi.
2. Risiko kontaminasi
Daging hewan buruan liar, termasuk tupai, sering kali tidak menjalani kontrol keamanan yang ketat seperti halnya hewan ternak. Tidak adanya pengawasan ini meningkatkan risiko kontaminasi patogen yang dapat menyebabkan penyakit bawaan makanan. Patogen seperti bakteri atau virus lebih mudah menyebar pada daging yang tidak diolah dengan standar yang sesuai.
Penanganan yang kurang higienis selama pemotongan, penyimpanan, atau persiapan juga menjadi faktor yang memperbesar risiko penyakit bagi konsumen. Salah satu risiko utama ialah infeksi gastrointestinal yang bisa menyebabkan berbagai gejala, seperti diare, muntah, atau sakit perut. Dalam beberapa kasus, kontaminasi yang lebih parah dapat menyebabkan komplikasi kesehatan serius, seperti infeksi sistemis yang membutuhkan perawatan medis segera.
3. Implikasi kesehatan

Selain infeksi virus, tupai terbukti rentan mengembangkan penyakit hati dan kondisi lain ketika terpapar racun tertentu. Paparan aflatoksin B1, contohnya, yang telah terbukti dapat menyebabkan kanker hati pada tupai. Aflatoksin B1 adalah racun yang dihasilkan oleh jenis jamur tertentu dan sering ditemukan pada tanaman yang tercemar.
Saat tupai terpapar zat ini, racun tersebut dapat mengendap dalam tubuh mereka. INi menyebabkan kerusakan hati yang serius, bahkan berkembang menjadi karsinoma hepatoseluler. Ini menggambarkan bahwa hewan liar seperti tupai bisa menjadi inang bagi racun lingkungan yang berbahaya. Kondisi ini menyoroti potensi bahaya bagi manusia yang mengonsumsi daging tupai dan hewan liar lainnya. Tanpa pengetahuan yang jelas tentang sumber makanan atau lingkungan hewan tersebut, manusia mungkin secara tidak sengaja memasukkan zat berbahaya ke dalam makanan mereka.
Mengingat risiko kesehatan yang besar terkait dengan konsumsi daging tupai, sangat disarankan untuk menghindari konsumsi jenis satwa liar ini. Sebaliknya, pilihlah daging yang diternakkan dan diawasi secara ketat untuk memastikan keamanan yang lebih baik dan risiko kesehatan yang lebih rendah.
Referensi
Kayesh, M. E. H., dkk. 2021. "Tree Shrew as an Emerging Small Animal Model for Human Viral Infection: A Recent Overview". Viruses, 13(8), 1641.
"Now That's a Party Animal". Science. Diakses pada Januari 2025.
Zhang, L., dkk. 2016. "Tree shrew (Tupaia belangeri chinensis), a novel non-obese animal model of non-alcoholic fatty liver disease". Biology Open, 5(10), 1545–1552.