5 Dampak Serius terhadap Kesehatan Akibat Hutan Gundul, Membahayakan!

- Penyakit dari satwa liar semakin mudah menular ke manusia
- Istilah zoonosis mungkin terdengar asing, tetapi ini adalah konsep kunci untuk memahami ancaman dari hutan gundul. Hutan yang sehat berfungsi sebagai rumah sekaligus benteng yang menjaga patogen—atau agen biologis penyebab penyakit—tetap berada di dalam ekosistemnya.
- Kebakaran hutan besar-besaran di Indonesia membuat kelelawar buah, pembawa alami virus Nipah, kehilangan sumber makanan. Mereka kemudian terbang ke Malaysia dan menetap di pohon-pohon buah dekat peternakan babi.
Saat kita membayangkan hutan, mungkin yang terlintas adalah udara sejuk, kicau burung, dan hijaunya pepohonan yang menenangkan. Namun, kenyataan di lapangan sering kali berbeda. Setiap tahun, jutaan hektare hutan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, lenyap akibat pembukaan lahan untuk pertanian, peternakan, dan pembangunan. Aktivitas manusia ini secara masif mengubah wajah bumi kita.
Kehilangan hutan sering kali hanya dilihat dari kacamata lingkungan, seperti hilangnya habitat satwa liar atau meningkatnya suhu global. Padahal, ada ancaman lain yang lebih dekat dan tak terlihat, yaitu ancaman bagi kesehatan manusia. Penggundulan hutan merusak sekat alami antara manusia dan satwa liar, memaksa hewan-hewan pembawa penyakit untuk berpindah dan berinteraksi lebih dekat dengan kita. Akibatnya, berbagai penyakit berbahaya kini mengintai di depan mata. Berikut adalah dampak serius terhadap kesehatan akibat hutan gundul yang harus diwaspadai!
1. Penyakit dari satwa liar semakin mudah menular ke manusia

Istilah zoonosis mungkin terdengar asing, tetapi ini adalah konsep kunci untuk memahami ancaman dari hutan gundul. Zoonosis adalah penyakit yang secara alami dapat menular dari hewan ke manusia. Hutan yang sehat berfungsi sebagai rumah sekaligus benteng yang menjaga patogen—atau agen biologis penyebab penyakit—tetap berada di dalam ekosistemnya. Ketika hutan dirusak, keseimbangan ini pun goyah.
Dilansir National Geographic, salah satu contoh paling nyata adalah wabah virus Nipah di Malaysia pada akhir 1990-an. Kebakaran hutan besar-besaran di Indonesia membuat kelelawar buah, pembawa alami virus Nipah, kehilangan sumber makanan. Mereka kemudian terbang ke Malaysia dan menetap di pohon-pohon buah dekat peternakan babi. Babi yang memakan buah sisa kelelawar akhirnya terinfeksi dan menularkannya kepada para peternak. Ini menunjukkan betapa rusaknya habitat satwa liar dapat secara langsung memicu lonjakan penyakit mematikan pada manusia.
2. Nyamuk penyebar malaria dan demam berdarah makin merajalela
Banyak yang mengira hutan lebat adalah sarang nyamuk, padahal penggundulan hutan justru menciptakan kondisi yang lebih ideal bagi beberapa jenis nyamuk berbahaya untuk berkembang biak. Saat hutan ditebang, tanah menjadi terbuka dan genangan-genangan air yang hangat dan terpapar matahari parsial pun terbentuk. Kondisi ini, menurut para peneliti, adalah tempat berkembang biak favorit nyamuk Anopheles darlingi, salah satu penyebar utama malaria di Amazon.
Sebuah penelitian yang dikutip oleh Healthline di Indonesia menemukan korelasi yang mengkhawatirkan. Setiap satu persen kehilangan tutupan hutan ternyata dapat meningkatkan kasus malaria hingga sepuluh persen. Ini membuktikan bahwa deforestasi tidak hanya menghilangkan pohon, tetapi juga menciptakan "inkubator" raksasa bagi vektor penyakit. Perubahan lanskap ini secara langsung meningkatkan risiko kita terkena penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, seperti malaria dan demam berdarah.
3. Kualitas air menurun drastis dan bisa memicu wabah kolera

Hutan sering disebut sebagai "menara air" alami, dan julukan ini sangat tepat. Akar-akar pohon dan lapisan tanah hutan berfungsi seperti spons raksasa yang menyerap dan menyaring air hujan, memastikan pasokan air tanah bersih dan aliran sungai tetap terjaga. Ketika hutan ditebang, fungsi vital ini hilang. Tanpa pepohonan, air hujan akan langsung mengikis lapisan atas tanah yang subur.
Material tanah, pupuk dari perkebunan, hingga kotoran hewan ternak akan terbawa langsung ke sungai dan sumber air warga. Dilansir dari Climate Impact Partners, polusi ini membuat air tidak aman untuk diminum atau digunakan untuk keperluan sehari-hari. Kondisi air yang tercemar merupakan pemicu utama wabah penyakit yang ditularkan melalui air, seperti kolera, diare, dan tifus. Jadi, hilangnya hutan secara langsung menurunkan kualitas kesehatan masyarakat melalui air yang mereka konsumsi setiap hari.
4. Stres dan depresi mengintai akibat hilangnya ruang hijau

"Penyakit" akibat hutan gundul tidak melulu soal infeksi virus atau bakteri. Kesehatan mental kita juga menjadi taruhannya. Kehidupan modern yang penuh tekanan sering kali membuat kita merindukan ketenangan alam. Ternyata, keinginan ini bukanlah sekadar perasaan, melainkan kebutuhan biologis yang didukung oleh sains. Di Jepang, ada praktik yang disebut Shinrin-yoku atau "mandi hutan", yaitu menghabiskan waktu di alam untuk menyerap energinya yang menenangkan.
Dilansir Healthline, berbagai penelitian telah membuktikan bahwa menghabiskan waktu di lingkungan hijau dapat meningkatkan emosi positif, mengurangi gejala kecemasan, dan memberikan rasa damai. Saat hutan di sekitar kita menghilang, kita kehilangan akses terhadap "terapi" gratis ini. Kehilangan ruang hijau dapat meningkatkan level stres dan risiko gangguan kesehatan mental dalam masyarakat. Hutan bukan hanya paru-paru dunia, tetapi juga penjaga kewarasan kita.
5. Risiko pandemi baru seperti COVID-19 terus meningkat

Pandemi COVID-19 telah menyadarkan dunia bahwa penyakit baru yang muncul dari satwa liar bisa melumpuhkan peradaban global. Para ilmuwan dari Rainforest Alliance dan berbagai lembaga lainnya telah lama memperingatkan bahwa deforestasi adalah salah satu pendorong utama munculnya pandemik. Penggundulan hutan, pembangunan jalan, dan pertambangan membawa manusia semakin jauh ke dalam wilayah yang sebelumnya liar dan tak terjamah.
Aktivitas ini meningkatkan frekuensi kontak antara manusia dengan satwa liar yang mungkin membawa virus-virus yang belum pernah dikenal sebelumnya. Menurut laporan yang dimuat di Healthline, setidaknya satu dari tiga wabah penyakit baru, seperti Ebola, Zika, dan Nipah, terkait langsung dengan perubahan penggunaan lahan seperti deforestasi. Dengan terus merusak hutan, pada dasarnya kita sedang "mengocok sarang patogen" dan membuka kotak pandora yang bisa memicu pandemi berikutnya, yang mungkin lebih buruk dari yang sudah kita alami.
Pada akhirnya, menjaga kelestarian hutan bukan lagi sekadar isu lingkungan yang jauh di sana. Ini adalah tindakan darurat untuk menjaga kesehatan publik dan mencegah krisis medis di masa depan. Melindungi hutan sama artinya dengan melindungi diri kita sendiri dari wabah penyakit yang tak terduga.



















