Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Dampak Negatif Pemanfaatan Energi Geothermal terhadap Lingkungan

Ilustrasi pembangkit listrik tenaga panas bumi (Freepik.com/freepik)
Ilustrasi pembangkit listrik tenaga panas bumi (Freepik.com/freepik)

Struktur bumi bagian dalam memiliki panas yang ekstrem, dari bagian inti bumi hingga mantel menyimpan panas yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan gas panasnya sebagai tenaga pembangkit listrik. Energi panas bumi tersebut disebut sebagai geothermal. Pemanfaatan panas bumi digunakan dengan cara air atau uap panas dari dalam bumi diambil melalui proses pengeboran, kemudian uap tersebut digunakan untuk menggerakan ubin untuk menghasilkan listrik. Setelah uap digunakan, dikondensasi kembali menjadi air, lalu air tersebut disuntikkan kembali ke tanah supaya reservoir panas tetap terjaga. 

Indonesia yang berada di jalur cincin api Pasifik menjadikan negara ini memiliki banyak potensi geothermal. Terdapat beberapa titik di Indonesia yang memanfaatkan geothermal sebagai energi pembangkit listrik.  Pemanfaatan geothermal merupakan salah satu strategi keberlanjutan lingkungan, karena prinsip kerja menggunakan air yang disirkulasikan kembali, selain itu energi panas bumi yang selalu tersedia, dan juga menghasilkan emisi karbon yang sangat rendah.

Meskipun pemanfaatan panas bumi ini merupakan langkah yang berkelanjutan, tetapi bukan berarti bebas dari dampak negatif. Terdapat beberapa dampak negatif dari pemanfaatan geothermal terhadap lingkungan. Untuk lebih lengkapnya, simak ulasan berikut ini!

1. Mengganggu ekosistem dan penggunaan air

Ilustrasi danau (Freepik.com/evening_tao)
Ilustrasi danau (Freepik.com/evening_tao)

Beberapa pembangkit tenaga listrik geothermal menggunakan sistem pendingin. Salah satu teknologi yang digunakan sebagai sistem pendingin yaitu resirkulasi basah dengan menara pendingin. Resirkulasi basah merupakan sistem pendingin yang menggunakan air untuk mendinginkan uap setelah uap tersebut digunakan. Air yang telah menyerap panas kemudian dididinginkan kembali (biasanya di menara pendingin) dan digunakan ulang.

Air yang digunakan dalam pembangkit listrik tenaga geothermal memerlukan air dalam jumlah besar, namun disirkulasikan kembali. Dikutip dari TWI Global, bergantung pada teknologi pendinginan yang digunakan, pembangkit listrik tenaga panas bumi dapat membutuhkan antara 1.700 dan 4.000 galon air per megawatt-jam.

Meski air yang digunakan disirkulasikan kembali, tetapi terdapat dampak negatif, jika tidak dikelola dengan baik. Dampaknya di antaranya oksigen dalam air bisa berkurang, jika air panas yang dibuang ke sungai atau danau yang menaikkan suhu permukaan sehingga mengakibatkan berkurangnya oksigen di dalam air. Dampak lebih jauhnya, kenaikan suhu air dapat mengganggu biota air yang bisa hewan seperti ikan atau organisme akuatik stres atau bahkan mati. 

Selain itu, pengambilan air yang berlebihan dari sungai atau debit air dapat mengganggu pasokan air untuk warga atau pertanian.

2. Memicu emisi gas bahaya

Ilustrasi emisi udara (Freepik.com/wirestock)
Ilustrasi emisi udara (Freepik.com/wirestock)

Dalam sistem geothermal terdapat dua teknik dalam pengolahan fluida panas, yaitu sistem loop terbuka dan sistem loop tertutup. Kedua sistem tersebut berkaitan dengan bagaimana fluida panas bumi (biasanya uap atau air) digunakan, apakah akan dikembalikan ke dalam tanah atau tidak. 

Dalam sistem loop tertutup menggunakan pipa tertutup yang berisi fluida, di mana pipa ditanam di dalam tanah, dan fluida dipanaskan secara tidak langsung oleh panas bumi, lalu naik ke permukaan untuk digunakan, lalu kembali ke dalam sistem yang sama.

 Dalam sistem loop terbuka, fluida (air atau uap) diambil langsung dari reservoir bawah tanah, lalu dialirkan ke permukaan untuk menggerakan turbin pembangkit listrik. Adapun, setelah digunakan, fluida tersebut dapat dibuang ke permukaan seperti sungai atau kolam, atau disuntikkan kembali ke dalam tanah. 

Sistem loop tertutup memiliki dampak emisi yang lebih kecil dibanding sistem loop terbuka, karena pada sistem loop tertutup, gas yang dikeluarkan dari sumur tidak terpapar ke atmosfer, sehingga emisi udara minimal. Sebaliknya, sistem loop terbuka mengeluarkan hidrogen sulfida, karbon dioksida, amonia, metana, dan boron. Bau khas paling umum yang bisa dicium manusia yaitu dari Hidrogen sulfida seperti "telur busuk".

Dikutip dari Union of Concernded Scientist, hidrogen sulfida saat berada di atmosfer dapat berubah menjadi sulfur dioksida (SO2) yang dapat berkontribusi pada pembentukan partikel asam kecil yang dapat diserap oleh aliran darah dan menyebabkan penyakit jantung dan paru-paru. Selain itu, sulfur dioksida (SO2) dapat menyebabkan hujan asam yang dapat merusak lingkungan, seperti merusakan tanaman, hutan, dan tanah, serta mengasamkan danau dan sungai.

Meski pengolahan geothermal ini memiliki dampak terhadap emisi SO2, namun dampak emisi udara tersebut 30 kali lebih rendah per megawatt-jam dibanding emisi udara dari pembangkir listrik tenaga batu bara.

3. Menciptakan limbah lumpur bahaya

Ilustrasi lumpur (Freepik.com/ArtPhoto_studio)
Ilustrasi lumpur (Freepik.com/ArtPhoto_studio)

Beberapa pemngkit listrik tenaga panas bumi juga menghasilkan emisi merkuri yang perlu di daur ulang menggunakan teknologi filter merkuri. Teknologi filter merkuri dapat menggunakan Scrubber. Namun, keahlian scrubber yang dapat mengurangi merkuri memiliki dampak lainnya yaitu menghasilkan lumpur berair yang terdiri dari bahan-bahan yang terperangkap, termasuk sulfur, vanadium, senyawa silika, klorida, arsenik, merkuri, nikel, dan logam berat lainnya. Untuk menghindari racun limbah ini harus dibuang di lokasi pembuangan limbah berbahaya.

4. Memicu risiko gempa buatan

Ilustrasi kerusakan akibat bencana (Freepik.com/freepik)
Ilustrasi kerusakan akibat bencana (Freepik.com/freepik)

Dikutip dari Stanford Report, terjadi gempa berkekuatan 5.5 skala Richer yang mengguncang Pohang, Korea Selatan, yang berdampak pada puluhan orang luka-luka dan memaksa lebih dari 1.700 penduduk kota tersebut untuk mengungsi ke rumah darurat. Penyebab dari gempa ini diisebabkan pembangunan proyek energi panas bumi menjadi penyebabnya.

Geothermal dapat menyebabkan gempa. Gempa yang disebabkan oleh aktivitas manusia disebut sebagai "induced seismicity". Adapun, gempa yang dihasilkan dari aktivitas pengolahan geothermal dapet terjadi melalui beberapa mekanisme:

  • Proses pengeboran sampai ratusan atau ribuan meter ke dalam bumi bisa mengganggu tekanan alami dalam batuan. Selain itu, pengeboran juga terkadang menyebabkan retakan mikro yang memicu getaran.
  • Injeksi fluida ke dalam tanah, saat fluida disuntikan kembali ke tanah setelah digunakan untuk menghasilkan listrik, tekanan di dalam batuan bawah tanah bisa meningkat.
  • Enchanced Geothermal System (EGS) merupakan sistem yang memanaskan batuan kering dengan menyuntikkan air secara paksa kedalamnya. Sehingga proses ini bisa membuat retakan-retakan baru, yang menjadi penyebab gempa buatan.

Nah! Pemanfaatan energi panas bumi sebagai pembangkit listrik, ternyata memiliki dampak negatif, meski dalam skala yang kecil. Namun, terdapat solusi dan teknologi yang sudah dikembangkan untuk mengurangi bahkan mencegah dampak-dampak di atas. Adapun, di Indonesia apakah sudah benar-benar mampu mengatasi dampak negatif tersebut? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, bisa kita bahas di lain kesempatan, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ane Hukrisna
EditorAne Hukrisna
Follow Us