Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Fakta Makanan Pengubah Sejarah, Jagung Jadi Kunci Peradaban Amerika

demo konservasi makanan oleh wanita pada zaman dahulu (https://commons.wikimedia.org/National Archives and Records Administration)

Sepanjang sejarah, makanan menjadi kebutuhan dasar manusia dan juga memainkan peran penting dalam membentuk peradaban, ekonomi, dan bahkan politik dunia. Beberapa jenis makanan memiliki pengaruh yang begitu besar hingga memicu perang, mempengaruhi perdagangan global, dan mengubah struktur sosial masyarakat.

Dari rempah-rempah yang menjadi alasan ekspedisi besar hingga kentang yang mengubah nasib Eropa. Fenomena sejarah ini menjadi sangat menarik untuk kita ketahui agar lebih memahami rantai pangan dan jadi lebih menghargai keberadaan makanan. Berikut adalah beberapa makanan yang telah mengubah sejarah dunia, kita pelajari bersama, yuk!

1. Rempah-rempah, penjelajah berkeliling dunia untuk mencari wilayah sumber rempah melimpah

rempah-rempah (https://commons.wikimedia.org/Roded Shlomo Pikiwiki Israel)

Pada abad ke-15 dan 16, rempah-rempah seperti lada, cengkeh, kayu manis, dan pala menjadi komoditas yang sangat berharga di Eropa. Harga rempah yang tinggi memicu bangsa-bangsa seperti Portugal, Spanyol, dan Belanda untuk mencari jalur perdagangan baru ke Asia.

Pada tahun 1498, Vasco da Gama, seorang penjelajah asal Portugal, berhasil mencapai India melalui jalur laut, membuka pintu bagi dominasi perdagangan rempah oleh bangsa Eropa. Sementara itu, pada tahun 1519, Ferdinand Magellan memimpin ekspedisi pertama yang mengelilingi dunia untuk mencari sumber rempah-rempah.

Perebutan rempah juga menyebabkan kolonisasi besar-besaran di Asia Tenggara, termasuk pendudukan Belanda di Nusantara selama ratusan tahun. Rempah-rempah tidak hanya mengubah peta perdagangan dunia, tetapi juga mempengaruhi hubungan politik antarbangsa. Ada banyak negara yang terdampak kolonialisme akibat perdagangan rempah oleh Bangsa Eropa ini, mulai dari Indonesia, India, Sri Lanka, Filipina, Malaysia, Madagaskar, Tanzania, Brazil, hingga Kepulauan Karibia. 

Sebagian besar negara yang dijajah karena rempah-rempah kini telah merdeka, tetapi dampak kolonialisme masih terasa dalam bentuk ketimpangan ekonomi, warisan budaya, industri rempah, hingga pariwisata sejarah. Di balik baik dan buruknya fenomena eksploitasi komoditas rempah oleh penjajah, rempah-rempah yang dahulu menjadi pemicu kolonisasi kini menjadi bagian dari kebangkitan ekonomi negara-negara tersebut melalui ekspor dan pariwisata.

2. Kentang memiliki peran penting dalam proses terjadinya revolusi industri

pekerja di kebun kentang (https://commons.wikimedia.org/Dorothea Lange)

Kentang pertama kali dibawa ke Eropa dari Amerika Selatan oleh penjelajah Spanyol pada abad ke-16. Awalnya, kentang dianggap sebagai makanan kelas bawah, tetapi pada abad ke-18, tanaman ini menjadi penyelamat bagi banyak negara Eropa karena hasil panennya yang tinggi dan kemampuannya bertahan dalam berbagai kondisi cuaca.

Kentang berperan penting dalam mendukung pertumbuhan populasi dan tenaga kerja di masa Revolusi Industri. Namun, ketergantungan yang tinggi pada kentang menyebabkan bencana besar, seperti Great Irish Famine (1845–1852), ketika gagal panen akibat penyakit Phytophthora infestans menyebabkan kelaparan massal dan migrasi besar-besaran dari Irlandia ke Amerika Serikat.

Meskipun kentang bukan penyebab utama perang besar, dampaknya terhadap ketahanan pangan dan ekonomi telah memicu berbagai perselisihan, mulai dari perang kentang tahun 1778–1779, di mana tentara lebih banyak mencuri kentang daripada bertempur. Hingga
kerusuhan akibat kentang di Prancis tahun 1789 yang berkontribusi terhadap Revolusi Prancis.

Kentang mungkin tampak sederhana, tetapi sejarahnya menunjukkan bahwa ketergantungan pada satu sumber makanan bisa membawa dampak sosial dan politik yang besar!

3. Perdagangan gula yang masif menjadi pemicu kasus perbudakan dan perdagangan manusia

proses panen gula tebu (commons.wikimedia.org/Hannes Grobe)

Perdagangan gula menjadi salah satu pendorong utama sistem perbudakan transatlantik pada abad ke-17 hingga ke-19. Permintaan gula yang tinggi di Eropa menyebabkan berkembangnya perkebunan tebu di Karibia, Brasil, dan Amerika Serikat bagian selatan. Namun, industri ini membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah besar, yang akhirnya mengarah pada perdagangan budak dari Afrika. Budak diperjualbelikan melalui sistem perdagangan segitiga, di mana mereka dikirim dari Afrika ke Dunia Baru dalam perjalanan brutal yang dikenal sebagai Middle Passage.

Perkebunan gula di Karibia dan Brasil sangat bergantung pada tenaga budak, dengan lebih dari 90% populasi di beberapa pulau terdiri dari orang Afrika yang diperbudak. Kondisi kerja yang kejam dan eksploitasi tanpa henti memicu perlawanan, salah satunya Revolusi Haiti di tahun 1791-1804, yang berhasil menggulingkan kekuasaan Prancis dan mendirikan republik merdeka pertama yang dipimpin oleh orang kulit hitam. Revolusi ini mengguncang sistem perbudakan di seluruh Dunia Baru dan menjadi simbol perjuangan melawan penindasan.

Seiring waktu, tekanan moral dan politik menyebabkan penghapusan perdagangan budak, dimulai dengan Inggris yang melarang perdagangan budak pada tahun 1807 dan menghapus perbudakan di seluruh koloninya pada 1833. Amerika Serikat menyusul pada 1865 setelah Perang Saudara, sementara Brasil menjadi negara terakhir yang menghapus perbudakan pada 1888. Meskipun sistem ini berakhir, dampaknya masih terasa dalam bentuk ketimpangan ekonomi, diskriminasi rasial, dan kesenjangan sosial di negara-negara bekas koloni hingga saat ini.

Kisah perdagangan gula dan perbudakan menunjukkan bagaimana makanan bisa membentuk sejarah dunia dengan cara yang mendalam. Di satu sisi, gula menjadi komoditas berharga yang menggerakkan ekonomi global, tetapi di sisi lain, hal ini terjadi dengan mengorbankan jutaan nyawa dan kebebasan manusia. Peristiwa ini mengingatkan kita akan dampak kompleks dari eksploitasi sumber daya dan bagaimana warisan masa lalu masih membentuk kondisi sosial dan ekonomi dunia saat ini.

4. Kebutuhan komoditas teh berubah menjadi penyelundupan opium hingga terjadi Perang Candu

korban dari peperangan candu di Tiongkok (commons.wikimedia.org/xiquinhosilva)

Perdagangan teh dan opium menjadi salah satu faktor utama yang mengubah sejarah dunia pada abad ke-18 dan 19, terutama dalam hubungan antara Inggris dan Tiongkok. Inggris sangat bergantung pada impor teh dari Tiongkok, tetapi mengalami defisit perdagangan karena Tiongkok tidak tertarik dengan produk Inggris. Untuk mengatasi ketidakseimbangan ini, Inggris mulai menyelundupkan opium dari India ke Tiongkok, menyebabkan peningkatan kecanduan opium di kalangan masyarakat Tiongkok.

Pemerintah Dinasti Qing menyadari dampak buruk opium terhadap rakyatnya dan berusaha menghentikan perdagangan ini. Pada tahun 1839, Kaisar Daoguang mengutus pejabat Lin Zexu untuk memberantas opium, termasuk dengan menghancurkan ribuan peti opium di Pelabuhan Kanton. Tindakan ini memicu Perang Candu pertama pada tahun 1839–1842, di mana Inggris menyerang Tiongkok dan memaksanya menandatangani Perjanjian Nanjing. Perjanjian ini menguntungkan Inggris dengan memberikan kendali atas Hong Kong dan membuka lebih banyak pelabuhan bagi perdagangan Barat.

Ketegangan kembali meningkat dalam Perang Candu kedua pada tahun1856–1860, yang melibatkan Inggris dan Prancis melawan Tiongkok. Konflik ini semakin melemahkan Dinasti Qing dan mempercepat dominasi Barat di wilayah tersebut. Akibatnya, Tiongkok mengalami krisis ekonomi dan sosial yang berkepanjangan, sementara Inggris semakin mengukuhkan kekuatan globalnya melalui perdagangan teh dan opium.

Dampak dari perdagangan ini terasa hingga hari ini. Teh tetap menjadi komoditas penting dalam budaya global, sementara sejarah opium meninggalkan jejak kelam dalam politik dan ekonomi Tiongkok. Peristiwa ini juga menjadi simbol bagaimana perdagangan bahan konsumsi dapat digunakan sebagai alat politik dan kekuasaan di panggung dunia.

5. Jagung sebagai sumber daya makanan yang mempengaruhi kondisi politik dan ekonomi AS

proses pemilahan jagung di Meksiko (https://commons.wikimedia.org/Smithsonian Institution)

Jagung bukan hanya bahan pangan utama di Amerika, tetapi juga memainkan peran penting dalam politik dan ekonomi sejak era kolonialisme. Setelah kedatangan bangsa Eropa, jagung menjadi tanaman strategis yang membantu koloni bertahan hidup dan berkembang. Pada abad ke-19, ekspansi Amerika Serikat ke wilayah barat didorong oleh pertanian jagung, didukung oleh Homestead Act tahun 1862 yang memberi tanah gratis kepada pemukim untuk bercocok tanam.

Di abad ke-20, peran jagung semakin besar dengan kebijakan pertanian seperti Farm Bill di tahun 1933 yang memberikan subsidi besar-besaran untuk meningkatkan produksi. Ini membuat AS menjadi eksportir jagung terbesar dunia, mendominasi pasar global. Perjanjian perdagangan seperti NAFTA (1994) semakin memperkuat pengaruh jagung dalam ekonomi internasional, tetapi juga memicu protes di negara-negara seperti Meksiko yang ekonominya terganggu oleh impor jagung murah dari AS.

Selain sebagai bahan pangan, jagung juga menjadi bahan baku utama industri bioetanol, yang semakin penting di tengah krisis energi global. Pemerintah AS mendorong produksi bioetanol berbasis jagung sebagai alternatif bahan bakar fosil, yang memicu ketegangan dengan negara-negara pengimpor jagung. Harga jagung yang berfluktuasi akibat kebijakan energi ini bahkan sempat menyebabkan krisis pangan global pada 2007-2008, mempengaruhi negara-negara berkembang yang bergantung pada impor.

Hingga saat ini, jagung tetap menjadi komoditas politik dan ekonomi yang berpengaruh, bukan hanya dalam kebijakan pertanian AS tetapi juga dalam hubungan perdagangan global. Dominasi perusahaan agribisnis besar seperti Monsanto dan Cargill dalam produksi jagung juga menuai kritik terkait monopoli, dampak lingkungan, dan ketahanan pangan dunia. Dengan perannya yang begitu luas, jagung bukan sekadar makanan, tetapi juga alat diplomasi, kekuatan ekonomi, dan instrumen kebijakan global.

Makanan tidak hanya berfungsi sebagai sumber nutrisi tetapi juga sebagai faktor yang membentuk jalannya sejarah dunia. Dari rempah-rempah yang mendorong ekspedisi global hingga kentang yang mengubah perekonomian Eropa, makanan telah memainkan peran penting dalam membentuk masyarakat seperti yang kita kenal saat ini. Dengan memahami bagaimana makanan memengaruhi sejarah, kita dapat lebih menghargai peran kuliner dalam perkembangan peradaban manusia. Fakta makanan apalagi yang ini kamu ketahui? Komen di bawah, yuk!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ane Hukrisna
EditorAne Hukrisna
Follow Us