Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Fakta Poksai Ekor Merah, si Kecil dengan Penampilan yang Cantik

potret poksai ekor merah yang cantik
potret poksai ekor merah yang cantik (commons.wikimedia.org/JJ Harrison)
Intinya sih...
  • Poksai ekor merah (Trochalopteron milnei) adalah burung pengicau kecil dengan corak warna mencolok, terutama merah pada sayap dan ekor.
  • Burung ini tersebar di Asia Timur dan Asia Tenggara serta hidup dalam kelompok kecil. Mereka membangun sarang rendah untuk merawat anak.
  • Suara kicauan mereka mirip tawa bagi manusia sehingga membuat burung ini dijuluki red-tailed laughingthrush dalam bahasa Inggris.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pernah dengar burung bernama poksai ekor merah (Trochalopteron milnei)? Mereka masuk dalam kelompok burung pengicau (ordo Passeriformes) dan famili Leiothrichidae. Burung ini pertama kali diidentifikasi oleh ahli alam sekaligus pendeta Katolik asal Prancis bernama Armand David pada 1874. Sebenarnya, ada empat subspesies berbeda dari burung ini yang dibagi berdasarkan lokasi geografis masing-masing.

Soal ukuran, poksai ekor merah termasuk burung kecil. Panjang tubuh mereka sekitar 26—28 cm, rentang sayap 28—30 cm, dan bobot 66—93 gram saja. Nah, pada kesempatan kali ini, kita akan kenalan lebih dalam lagi dengan spesies burung dengan warna bulu yang menawan ini. Kalau penasaran, simak ulasan ini sampai selesai, ya!

1. Bagaimana penampilan poksai ekor merah?

poksai ekor merah sedang bertengger di atas pohon
poksai ekor merah sedang bertengger di atas pohon (commons.wikimedia.org/Susanne Nilsson)

Dari foto mereka, rasanya gambaran soal penampilan poksai ekor merah sudah sangat jelas. Burung kecil yang satu ini memadukan bulu berwarna cerah dan pucat sehingga menghasilkan pola warna yang menarik. Animalia melansir kalau warna bulu di tubuh didominasi abu-abu pucat, tetapi dengan beberapa warna lain di beberapa bagian tubuh.

Sebagai contoh, di area kepala atas hingga punggung ada corak warna jingga, di sekitar paruh dan ujung ekor berwarna hitam, dan area sekitar mata agak keputihan. Tentunya, ciri khas dari poksai ekor merah terletak pada corak warna merah cerah yang dapat kita lihat jelas pada separuh bagian sayap dan ekor. Perpaduan warna yang cenderung ramai ini membuat penampilan mereka sangat menonjol ketika diamati di habitat alami.

2. Peta persebaran, habitat, dan makanan favorit

potret lucu poksai ekor merah
potret lucu poksai ekor merah (commons.wikimedia.org/Perry Quan)

Persebaran poksai ekor merah terpusat di sekitar Asia Timur dan Asia Tenggara. Lebih spesifiknya, burung kecil ini berada di China bagian selatan dan timur, Laos, Myanmar, Thailand, dan Vietnam. Dilansir BirdLife DataZone, luas area yang jadi cakupan persebaran poksai ekor merah mencapai 2,72 juta km persegi.

Burung ini suka berada di sekitar dataran tinggi dengan elevasi antara 610—2.500 meter di atas permukaan laut. Jenis habitat yang jadi favorit mereka antara lain hutan tropis, hutan subtropis, padang rumput, dan semak belukar. Poksai ekor merah tidak melakukan migrasi sehingga akan selalu ada di tempat yang sama sepanjang tahun.

Untuk urusan makanan, poksai ekor merah tergolong omnivor. Pilihan makanan utama mereka sebenarnya berupa serangga dan artropoda kecil, semisal kumbang dan kelabang. Namun, untuk melengkapi menu makanan, mereka turut melengkapinya dengan berbagai jenis buah dan beri-berian yang ada di sekitar tempat tinggal.

3. Kehidupan sosial

Suara kicauan poksai ekor merah mirip seperti suara tertawa bagi manusia.
Suara kicauan poksai ekor merah mirip seperti suara tertawa bagi manusia. (commons.wikimedia.org/Susanne Nilsson)

Dalam kehidupan sehari-hari, poksai ekor merah umumnya berada dalam kelompok kecil dengan jumlah beberapa individu saja. Kelompok ini akan mencari makan bersama-sama dan saling memperingatkan ketika ada potensi predator di sekitar. Kadang-kadang, kelompok poksai ekor merah juga bergabung dalam kelompok campuran dengan beberapa spesies burung lain.

Ketika berkomunikasi, burung ini memanfaatkan suara kicauan yang terdengar seperti suara tertawa bagi kita. Hal inilah yang membuat poksai ekor merah dinamakan red-tailed laughingthrush dalam bahasa Inggris. Ada pula beberapa suara kicauan pendek lain yang dikeluarkan burung ini untuk memanggil individu lain. Ketika memasuki musim kawin, kelompok kecil poksai ekor merah terpisah karena masing-masing akan tinggal dengan pasangan untuk sementara waktu.

Pasangan poksai ekor merah ini sangat kompak karena akan bersama-sama menyediakan sarang untuk anak sekaligus merawat mereka sampai dapat hidup secara independen. Sarang dari burung ini terbuat dari rumput dan daun bambu yang dibentuk sampai menyerupai cangkir. Menariknya, ketinggian sarang dari poksai ekor merah relatif rendah dengan permukaan tanah, tepatnya di atas pohon dengan ketinggian sekitar 1 meter saja.

4. Sistem reproduksi

pasangan poksai merah yang kompak
pasangan poksai merah yang kompak (commons.wikimedia.org/David J. Stang)

Musim kawin bagi poksai ekor merah berlangsung antara April—Juni. Burung ini termasuk kelompok hewan monogami. Artinya, ketika satu pasangan terbentuk, mereka akan selalu bersama sepanjang waktu, bahkan sampai salah satu di antara mereka mati. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pasangan burung ini terbilang sangat kompak dalam urusan menjaga anak.

Dilansir Animalia, poksai ekor merah betina umumnya menghasilkan 2—3 butir telur dalam 1 musim kawin. Telur tersebut akan menjalani masa inkubasi selama 17—18 hari. Adapun, kedua induk bergantian untuk mengerami telur tersebut. Setelah menetas, anak poksai ekor merah akan berada di sarang buatan induk selama 14—16 hari sebelum akhirnya hidup secara mandiri.

5. Status konservasi

Populasi poksai ekor merah menurun karena kerusakan habitat yang ekstrem.
Populasi poksai ekor merah menurun karena kerusakan habitat yang ekstrem. (commons.wikimedia.org/Susanne Nilsson)

Menurut catatan IUCN Red List, status konservasi poksai ekor merah masuk dalam kategori hewan dengan kekhawatiran rendah (Least Concern). Akan tetapi, tren populasi mereka diperkirakan terus menurun sepanjang tahun meski belum sampai pada tahap menurunkan status konservasi. Lantas, ada beberapa masalah yang dihadapi spesies burung ini yang menyebabkan penurunan populasi.

IUCN Red List sendiri menyebut kalau masalah utama mereka terdiri atas fragmentasi dan kerusakan hutan akibat pembukaan besar-besaran oleh manusia. Hal ini menyebabkan poksai ekor merah sulit menemukan tempat tinggal yang nyaman. Sebenarnya, belum ada upaya konservasi khusus terhadap spesies burung ini mengingat status konservasi mereka yang masih dalam kategori aman.

Namun, kalau kerusakan habitat terus terjadi, bukan tak mungkin populasi poksai ekor merah beserta hewan-hewan lain yang tinggal di habitat sama akan semakin menurun. Oleh sebab itu, sudah sewajarnya bagi kita untuk memperhatikan antara mana lahan yang boleh dibuka dan mana yang tidak. Kalaupun sudah membuka lahan yang tadinya jadi habitat hewan-hewan setempat, pastikan untuk mengembalikan lahan itu setelah selesai digunakan. Selain itu, manusia juga perlu bertanggung jawab agar tidak merusak dan mencemari lahan lain di sekitar yang masih asri demi kelangsungan ekosistem.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yudha ‎
EditorYudha ‎
Follow Us

Latest in Science

See More

5 Fakta Poksai Ekor Merah, si Kecil dengan Penampilan yang Cantik

23 Sep 2025, 22:04 WIBScience