5 Fenomena Alam yang Menyebabkan Terbentuknya Salju, Tidak Kenal Musim

Salju adalah salah satu fenomena alam yang memukau, terutama bagi mereka yang jarang melihatnya. Salju terbentuk melalui proses yang sangat kompleks, bergantung pada kondisi cuaca tertentu serta melibatkan berbagai fenomena alam yang menarik. Fenomena alam ini menjadi simbol musim dingin yang tidak hanya memukau, tetapi juga memengaruhi kehidupan di berbagai belahan dunia, salah satunya sebagai indikator perubahan iklim.
Walapun lekat dengan musim dingin, salju tidak hanya terbentuk di musim dingin saja, lho. Fenomena-fenomena di bawah ini, membuktikan bahwa salju dapat saja terbentuk di berbagai belahan dunia tanpa melihat musim. Ingin mengetahui, fenomena alam apa saja yang menyebabkan terbentuknya salju? Yuk, simak artikel di bawah!
1. Proses kristalisasi uap air di suhu ekstrem

Dilansir laman National Oceanic and Atmospheric Administration, proses kristalisasi uap air terjadi ketika suhu udara turun di bawah titik beku, yaitu 0°C, dan uap air di atmosfer mulai berubah menjadi kristal es. Fenomena ini sering terjadi di wilayah pegunungan tinggi seperti Pegunungan Himalaya, di mana suhu ekstrem memungkinkan pembentukan salju hampir sepanjang tahun. Apabila di Indonesia, suhu ini dapat ditemukan di puncak Gunung Jaya Wijaya.
Sebagai contoh, Gunung Everest memiliki suhu yang sangat rendah, bahkan di musim panas, sehingga salju permanen menutupi puncaknya. Proses ini melibatkan molekul-molekul air yang berkumpul di sekitar partikel kecil, seperti debu atau serbuk sari, yang berfungsi sebagai inti pembentukan kristal. Kristalisasi ini menciptakan bentuk unik pada setiap butir salju, menjadikannya berbeda satu sama lain. Proses ini juga menjadi dasar terbentuknya salju dalam badai salju yang sering terjadi di wilayah seperti Siberia atau Alaska.
2.Fenomena sublimasi atmosfer

Dilansir NOAA Global Monitoring Laboratory, sublimasi atmosfer adalah proses di mana uap air langsung berubah menjadi kristal es tanpa melalui fase cair. Fenomena ini umumnya terjadi di wilayah dengan kelembapan rendah dan suhu yang sangat dingin, seperti Antartika.
Pada 2018, para ilmuwan menemukan bahwa sublimasi ini bertanggung jawab atas terbentuknya lapisan salju tipis di wilayah Kutub Selatan, di mana suhu bisa mencapai -60°C. Salju yang terbentuk melalui sublimasi ini biasanya lebih ringan dan memiliki struktur yang lebih rapuh. Proses ini juga sering diamati di dataran tinggi Andes di Amerika Selatan, terutama di musim dingin ketika kelembapan udara sangat rendah.
3.Efek pendinginan angin pegunungan (orografis)

Dilansir laman Dutton Institute, efek orografis terjadi ketika angin yang membawa uap air dipaksa naik ke atas lereng pegunungan. Saat udara naik, suhunya menurun drastis, menyebabkan uap air membeku menjadi salju.
Fenomena ini sering terjadi di pegunungan Alpen di Eropa dan Pegunungan Rocky di Amerika Utara. Misalnya, Kota Zermatt di Swiss dikenal sebagai salah satu destinasi ski terbaik karena salju yang terbentuk melalui proses ini.
Pada musim dingin, efek orografis juga menghasilkan badai salju besar di sisi angin pegunungan, sementara sisi lainnya sering mengalami kondisi kering, yang dikenal sebagai bayangan hujan. Efek ini juga terlihat di wilayah Himalaya, di mana salju lebat sering menutupi area seperti Lembah Spiti.
4.Interaksi antara arus udara dingin dan lembap (front polar)

Dilansir laman UCI ESS, front polar adalah pertemuan antara arus udara dingin dari kutub dengan arus udara hangat dari daerah tropis. Ketika udara hangat yang lembap naik ke atas udara dingin, uap air dalam udara tersebut mulai membeku, dan menghasilkan salju.
Fenomena ini sering menyebabkan badai salju besar di Amerika Serikat bagian timur, terutama di musim dingin. Contohnya adalah badai salju yang melanda New York pada 2016, yang dikenal sebagai "Snowzilla." Badai ini membawa salju hingga setinggi 80 cm di beberapa wilayah. Proses ini juga sering diamati di Eropa Utara, seperti di negara-negara Skandinavia, di mana salju menjadi bagian penting dari musim dingin mereka.
5.Kondisi lapisan inversi temperatur

Dilansir laman Britannica, lapisan inversi temperatur terjadi ketika suhu udara lebih hangat di lapisan atas atmosfer dibandingkan dengan lapisan bawahnya. Kondisi ini menyebabkan uap air di lapisan bawah membeku menjadi salju.
Fenomena ini sering terjadi di wilayah seperti Jepang, terutama di daerah Pegunungan Hokkaido, yang terkenal dengan salju lembutnya atau disebut "powder snow." Pada 2021, Jepang mengalami musim dingin dengan curah salju yang sangat tinggi akibat fenomena inversi ini.
Selain itu, salju yang terbentuk dalam kondisi ini sering kali lebih lebat dan berlangsung dalam waktu yang lama. Hal tersebut menciptakan kondisi yang ideal untuk olahraga salju seperti ski dan snowboarding.
Salju bukan sekadar fenomena alam, tetapi juga hasil dari proses alam yang memukau dan indah. Tidak hanya memberikan keindahan, salju juga memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global, salah satunya membantu menjaga suhu bumi melalui refleksi sinar matahari. Dari proses kristalisasi hingga efek orografik, setiap fenomena memiliki karakteristik unik yang berkontribusi pada terbentuknya salju. Menarik sekali bukan? Fenomena-fenomena tersebut membuktikan bahwa salju bisa terbentuk kapan saja tanpa terhalang musim panas maupun dingin.