Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenapa Perbedaan Suhu di Bulan Sangat Ekstrem?

ilustrasi permukaan Bulan (commons.wikimedia.org/Pelligton)
ilustrasi permukaan Bulan (commons.wikimedia.org/Pelligton)
Intinya sih...
  • Atmosfer sebagai kunci pengatur suhu permukaan
  • Kenapa Bulan tidak memiliki atmosfer?
  • Faktor lain yang membuat suhu di Bulan sangat ekstrem

Menurut laporan Berkeley Earth, di permukaan Bumi, rata-rata suhu yang tercatat pada 2024 yaitu sekitar 16,6 derajat Celsius. Sebenarnya, suhu itu sudah meningkat sekitar 1,6 derajat Celsius dari suhu rata-rata Bumi sekitar 100—200 tahun yang lalu akibat adanya pemanasan global yang ekstrem dalam beberapa dekade ke belakang. Akan tetapi, kalau kita bandingkan dengan suhu yang ada di permukaan Bulan, perbedaannya akan membuat kita melongo karena sangat jauh sekali.

Bayangkan saja, Bulan memiliki suhu yang kontras antara setengah bagian yang disinari dan sisi yang tidak disinari Matahari. NASA melansir kalau suhu permukaan Bulan yang disinari Matahari—terutama di bagian khatulistiwa—menembus angka 121 derajat Celsius, sementara bagian yang tak disinari Matahari justru menjadi sangat dingin—terutama di bagian kawah—yakni -133 derajat Celsius. Kira-kira apa penyebab suhu di permukaan Bulan itu sangat ekstrem dan fluktuatif, ya?

1. Atmosfer sebagai kunci pengatur suhu permukaan

ilustrasi Bulan yang tangkap dengan kamera profesional Bumi (commons.wikimedia.org/Lviatour)
ilustrasi Bulan yang tangkap dengan kamera profesional Bumi (commons.wikimedia.org/Lviatour)

Di tata surya kita, suhu di planet maupun satelit itu dipengaruhi oleh Matahari yang jadi pusatnya. Namun, seberapa panas atau dinginnya planet dan satelit itu dipengaruhi oleh banyak hal, misalnya, jarak dengan Matahari dan lapisan atmosfer di dalamnya. Dari jarak, Bulan jelas memiliki rentang yang cukup mirip dengan Bumi, yakni sekitar 150 juta km.

Seharusnya, jarak tersebut membuat Bulan memiliki rata-rata suhu yang sama seperti Bumi. Hanya saja, ada satu faktor kunci yang memunculkan perbedaan mencolok, yakni atmosfer. Dilansir Live Science, atmosfer seperti yang ada di Bumi itu berfungsi sebagai “tudung” yang memerangkap panas dari sinar Matahari. Berkat lapisan atmosfer, Bumi dapat mempertahankan suhu yang sesuai untuk kehidupan, sekalipun disinari teriknya Matahari atau tidak menerima sinar Matahari dalam waktu tertentu.

Lapisan pelindung itu tidak ditemukan di Bulan sehingga seluruh sinar Matahari yang masuk akan langsung menyentuh permukaan dengan intensitas yang sangat tinggi. Akibatnya, suhu yang disinari Matahari akan jadi sangat panas. Di sisi lain, bagian Bulan yang tidak disinari Matahari dapat dengan cepat melepas panas, sehingga suhunya jadi sangat dingin.

2. Kenapa Bulan tidak memiliki atmosfer?

potret astronaut Eugene A Cernan yang melakukan perjalanan di Bulan (commons.wikimedia.org/NASA)
potret astronaut Eugene A Cernan yang melakukan perjalanan di Bulan (commons.wikimedia.org/NASA)

Secara mendasar, atmosfer itu adalah lapisan gas yang mengelilingi planet ataupun objek luar angkasa lain. Gas-gas yang ada di dalam atmosfer itu berbeda-beda. Di Bumi, lapisan atmosfer didominasi oleh nitrogen dan oksigen, sementara di planet lain seperti Mars dan Venus komposisi utamanya terdiri atas karbon dioksida. Sayangnya, gas atau molekul tersebut sama sekali tidak ditemukan di Bulan.

Dilansir University of Tennessee, faktor kunci yang menyebabkan Bulan tidak memiliki atmosfer seperti di Bumi adalah gaya gravitasi yang jauh lebih lemah sehingga tidak dapat memerangkap gas atau molekul yang menyusun atmosfer. Sebenarnya, tetap ada lapisan gas helium, neon, dan argon yang mengelilingi Bulan yang bernama eksosfer. Akan tetapi, lapisan tersebut sangat tipis dan tidak saling mengikat sampai tidak bisa disebut sebagai atmosfer sungguhan. Selain itu, eksosfer di Bulan juga sama sekali tidak bisa menjalankan fungsi-fungsi atmosfer seperti yang ada di Bumi dan planet lain.

3. Faktor lain yang membuat suhu di Bulan sangat ekstrem

potret permukaan Bulan (commons.wikimedia.org/Larryelifritz)
potret permukaan Bulan (commons.wikimedia.org/Larryelifritz)

Atmosfer bukan jadi satu-satunya faktor yang menyebabkan suhu di Bulan jadi sangat ekstrem. Faktor lain terkait dengan durasi rotasi yang diperlukan Bulan untuk menyelesaikan satu hari. Space melansir kalau Bulan butuh waktu sekitar 27,3 hari untuk menyelesaikan satu kali putaran. Itu artinya, waktu terbitnya Matahari di satu bagian dan terbenamnya Matahari di bagian yang lain memiliki selisih hampir 2 minggu.

Akibatnya, bagian yang disinari Matahari akan mengalami panas yang ekstrem dalam waktu panjang, sementara bagian yang tak disinari akan jadi lebih dingin. Belum lagi, ada faktor berupa jenis batuan di Bulan yang terbilang unik. Bulan didominasi oleh batuan bernama regolit yang merupakan isolator.

Dilansir Live Science, saking baiknya isolator dari jenis batuan itu, permukaan yang disinari Matahari dapat menyimpan panas dalam waktu panjang, sementara saat tidak disinari Matahari suhunya jadi sangat dingin dalam waktu yang panjang pula. Menariknya, akibat batuan inilah beberapa kawah besar yang ada di permukaan Bulan dapat berubah jadi tempat yang sangat dingin. Selain karena tidak disinari Matahari, bayangan yang terbentuk membuat temperatur dingin bisa terjebak di sana.

4. Apakah Bumi berpotensi memiliki suhu permukaan yang ekstrem seperti Bulan?

awan yang ada di Bumi (commons.wikimedia.org/NASA)
awan yang ada di Bumi (commons.wikimedia.org/NASA)

Saat ini, Bumi memiliki apa yang tidak dimiliki Bulan untuk menjaga temperatur permukaan yang lebih stabil dan nyaman untuk ditinggali makhluk hidup, yakni atmosfer. Namun, perlahan lapisan itu mulai rusak karena berbagai faktor, utamanya karena ulah manusia. Salah satu isu yang paling mengkhawatirkan adalah pemanasan global yang meningkatkan efek gas rumah kaca terus terjadi selama 100 tahun ke belakang.

Seperti yang disebutkan di awal, saat ini suhu permukaan Bumi sudah meningkat sekitar 1,6 derajat Celsius dari angka 15 derajat Celsius sekitar tahun 1800-an. Akan tetapi, rentang ini tidak akan sampai membuat suhu permukaan Bumi menjadi terlampau ekstrem. Peningkatan suhu yang kita rasakan cenderung terjadi secara perlahan dan masih bisa diatasi dengan aksi-aksi kepedulian manusia terhadap lingkungan.

Malahan, berdasarkan simulasi komputer yang dilakukan Kazumi Ozaki dari Universitas Toho dan Christopher Reinhard dari Georgia Institute of Technology, disebutkan kalau oksigen yang jadi salah satu komponen atmosfer di Bumi itu akan tetapi bertahan selama 1 miliar tahun lagi, dilansir BBC Sky at Night Magazine.

Meski hanya simulasi komputer, model menunjukkan kalau proses Bumi kehilangan lapisan atmosfer itu baru terjadi saat gas metana semakin besar, karbon dioksida yang menipis, dan menghilangnya lapisan ozon. Saat hal-hal tersebut terjadi, barulah oksigen yang jadi salah satu gas paling dominan di atmosfer akan menghilang.

Sebenarnya, pemanasan global lebih mengancam manusia dari sisi lain. Dilansir NASA, perubahan iklim akan menyebabkan cuaca jadi sangat bervariasi. Misalnya saja, intensitas badai yang sangat tak terduga, kebakaran hutan yang ekstrem, kekeringan parah di satu daerah, dan curah hujan yang ekstrem di daerah lain.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Naufal Al Rahman
EditorNaufal Al Rahman
Follow Us