Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mengenal WC-135, Pesawat Khusus Militer AS Pengendus Radiasi Nuklir

potret pesawat militer AS yang digunakan untuk misi khusus, Boeing WC-135W Constant Phoenix (commons.wikimedia.org/Ken H)
potret pesawat militer AS yang digunakan untuk misi khusus, Boeing WC-135W Constant Phoenix (commons.wikimedia.org/Ken H)

Agak Berbeda dengan kode (prefiks) pesawat militer milik Amerika Serikat (AS) pada umumnya seperti "F" untuk Fighter, "B" untuk Bomber , "A" untuk pesawat serang (attack) dan "C" untuk pesawat transportasi (kargo), kode WC mungkin masih jarang terdengar. Kode WC pada pesawat militer AU AS WC-135 Constant Phoenix merujuk pada Weather Collection, merupakan pesawat militer AU AS yang memiliki kemampuan khusus untuk mendeteksi radiasi nuklir di atmosfer yang diakibatkan oleh ledakan nuklir, insiden nuklir atau pun uji coba senjata nuklir.

Pesawat tersebut dikembangkan dari basis pesawat Boeing C-135 Stratolifter dan untuk varian yang aktif saat ini, WC-135R dikembangkan dari basis pesawat tanker KC-135R. Baik C-135 dan KC-135R sama-sama memiliki basis dari pesawat prototipe Boeing 367-80. WC-135 dikenal pula dengan nama "Nuke Sniffer".

Sejarah mencatat, senjata nuklir pertama kali digunakan untuk mengakhiri Perang Dunia II di front Pasifik pada tahun 1945, ketika pesawat pengebom jarak jauh B-29 milik AS  menjatuhkan 2 buah bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki. Saat itu, senjata dahsyat yang baru saja ditemukan oleh manusia tersebut menunjukkan efeknya yang sangat mengerikan, ironisnya setelah perang selesai teknologi senjata nuklir semakin berkembang menjadi jauh lebih dahsyat dan dimiliki oleh sejumlah negara.

Menurut laman Smithsonianmag, sejarah pesawat WC-135 Constant Phoenix dilahirkan oleh perang dingin dan dibesarkan dalam situasi persaingan negara adikuasa saat itu. Meski era perang dingin telah berakhir saat ini, WC-135 masih terus bertugas karena dinamika keamanan global yang terus berkembang serta kenyataan saat ini bahwa negara AS bukanlah satu-satunya negara yang memiliki teknologi senjata nuklir.

Ingin tahu lebih lanjut mengenai pesawat "pengendus" radiasi nuklir ini? Simak lima fakta menariknya berikut ini, yuk!

1. Sejarah penerbangannya dimulai pada tahun 1947

Menurut Airforce, secara historis sejarah penerbangan dari WC-135 ini telah dimulai pada tahun 1947. Jenderal Dwight D. Eisenhower secara resmi membentuk program Constant Phoenix pada tanggal 16 September 1947, ketika ia menugaskan satuan tugas Army Air Forces (nama AU AS saat itu) dengan tanggung jawab menyeluruh untuk mendeteksi ledakan atom di mana pun di seluruh dunia. Pada bulan September 1949, sebuah pesawat WB-29 yang terbang di antara Alaska dan Jepang mendeteksi jejak-jejak radioaktif nuklir dari uji coba bom atom pertama Rusia, suatu peristiwa yang sebenarnya telah diprediksi oleh analis militer AS namun dianggap tidak mungkin terjadi sebelum pertengahan tahun 1950.

Pada bulan Agustus 1950, digunakan pesawat Boeing B-50 Superfortress, pengebom yang dimodifikasi dan diberikan kode (designation code) WB-50 untuk pengambilan sampel udara selama periode 2 tahun. Pesawat WC-135 sendiri mulai menggantikan WB-50 pada bulan Desember 1965 dan dengan sejumlah variannya hingga hari ini telah menjadi platform andalan dalam program pengumpulan sampel radioaktif di atmosfer.

Misi pengambilan sampel udara pernah dilakukan secara rutin di timur jauh, Samudra Hindia, Teluk Benggala, Laut Mediterania, wilayah kutub dan lepas pantai Amerika Selatan dan Afrika. Sebagai informasi, WC-135 berfungsi sebagai pesawat pengumpul data ilmiah non-kombatan, yang ditujukan untuk memastikan negara-negara mematuhi Perjanjian larangan uji coba nuklir terbatas tahun 1963 yang melarang untuk melakukan pengujian senjata nuklir di atas permukaan tanah. 

2. Memiliki kemampuan mendeteksi radiasi nuklir secara real time

ilustrasi ledakan yang diakibatkan oleh uji coba senjata nuklir (commons.wikimedia.org/United States Department of Energy)
ilustrasi ledakan yang diakibatkan oleh uji coba senjata nuklir (commons.wikimedia.org/United States Department of Energy)

Salah satu fitur utama dari pesawat militer WC-135 ini adalah kemampuannya untuk mendeteksi jejak radioaktif nuklir di atmosfer secara real-time sehingga ia dijuluki sebagai "Nuke Sniffer" atau pengendus nuklir. Dilansir Smithsonianmag, dalam kasus terjadinya ledakan nuklir WC-135 dapat langsung diterbangkan ke wilayah udara internasional dekat lokasi yang dicurigai ketika salah satu jaringan sensor Air Force Technical Applications Center (AFTAC) yang tersebar di seluruh dunia dan dipasang di satelit mendeteksi ledakan nuklir baik yang terjadi di permukaan tanah, di bawah tanah maupun di bawah permukaan laut.

Pesawat WC-135 yang terbang ke lokasi terjadinya ledakan nuklir, biasanya membawa lebih dari 30 awak termasuk 3 orang pilot, 2 orang navigator, 1 orang komandan misi yang bertanggung jawab atas pelaksanaan misi pengumpulan sampel udara,  3 orang operator peralatan khusus serta awak pesawat dengan kemampuan spesialisasi lainnya.

WC-135 dapat terbang selama puluhan jam sebelum tiba di wilayah udara lokasi yang dicurigai terjadinya ledakan nuklir untuk melakukan pengambilan sampel. Modifikasi khusus yang terdapat dalam pesawat WC-135 terutama terkait dengan perangkat canggih pengumpul sampel udara, memungkinkan kru misi mendeteksi "awan" radioaktif secara langsung atau real time. Pesawat khusus ini dilengkapi dengan perangkat aliran eksternal untuk mengumpulkan partikel-partikel radioaktif pada kertas saring dan sistem kompresor untuk pengambilan sampel udara yang dimuat dalam sebuah tangki udara khusus.

Pendaratan pesawat diperlukan setiap 24 jam untuk memungkinkan kru beristirahat dan menurunkan sample yang harus dikirim ke labolatorium untuk analisis cepat. Kombinasi antara data yang disediakan oleh sensor AFTAC dan hasil sampel yang dikumpulkan oleh WC-135 dapat memberikan data yang akurat mengenai apa yang terjadi di lapangan.

3. Memiliki sejumlah varian pesawat

potret pesawat WC-135B AU AS di acara RIAT Airshow, Inggris pada tahun 1993 silam (commons.wikimedia.org/Andrew Thomas)
potret pesawat WC-135B AU AS di acara RIAT Airshow, Inggris pada tahun 1993 silam (commons.wikimedia.org/Andrew Thomas)

Selama beroperasi di AU AS dari tahun 1965 hingga saat ini, WC-135 telah menggunakan sejumlah varian pesawat. Sejumlah informasi, menuliskan varian pertama adalah WC-135B yang terdiri atas 10 pesawat yang merupakan modifikasi khusus dari pesawat Boeing C-135 Stratolifter, varian kedua adalah WC-135C yang merupakan modifikasi khusus dari keluarga pesawat komando udara EC-135C dengan no ekor pesawat (tail number) 62-3582, varian ketiga adalah WC-135W yang merupakan upgrade dari varian WC-135B yang memiliki no ekor pesawat 61-2667.

Menurut laman Flying-Eyes, pada bulan April 2018, AU AS mengumumkan bahwa 3 pesawat tanker (pengisi bahan bakar pesawat di udara/air refueling) KC-135R akan dikonversi menjadi pesawat WC-135R Constant Phoenix. Pesawat KC-135R sendiri merupakan keluarga pesawat tanker terkenal buatan pabrikan Boeing yang merupakan pesawat tanker pertama bermesin jet yang telah operasional sejak tahun 1957.

Pada bulan Juli 2022, pesawat pertama (tail number 64-14836) dari 3 pesawat WC-135R, diserahkan ke Skuadron 45 Reconnaissance yang berpangkalan di Nebraska. Skuadron 45 Reconnaissance merupakan bagian dari Wing ke-55 AU AS. Dua pesawat lainnya diserahkan pada bulan Mei 2023 (tail number 64-14831) dan Desember 2023 (tail number 64-14829). Saat ini hanya 3 buah pesawat WC-135R tersebut yang aktif di AU AS dan pesawat-pesawat WC-135 tersebut merupakan satu-satunya platform pesawat dalam inventaris AU AS yang memiliki kemampuan melakukan operasi pengumpulan sampel udara dari atmosfer.

4. terlibat dalam sejumlah misi yang berkaitan dengan nuklir

pesawat WC-135 Constant Phoenix yang sedang melakukan pengisian bahan bakar di udara dari sebuah pesawat tanker (commons.wikimedia.org/USAF)
pesawat WC-135 Constant Phoenix yang sedang melakukan pengisian bahan bakar di udara dari sebuah pesawat tanker (commons.wikimedia.org/USAF)

Sejarah aviasi mencatat WC-135 telah menjalani sejumlah misi yang berkaitan dengan insiden nuklir di berbagai wilayah belahan dunia. Airforce-technology melansir beberapa yang terkenal di antaranya: pada tahun 1986, WC-135 berperan penting dalam melacak jejak-jejak radioaktif dari bencana pembangkit listrik tenaga nuklir Chernobyl di wilayah bekas Uni Soviet, Ukraina. Bencana Chernobyl  merupakan bencana nuklir terburuk sepanjang sejarah, ketika reaktor nuklirnya meledak dan melepaskan material radioaktif 400 kali lebih besar dibandingkan dengan bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima. Kemudian, ketika Jepang dilanda gempa bumi besar dan tsunami di tahun 2011 silam, pesawat tersebut juga mengumpulkan sampel udara di wilayah udara internasional di atas Samudra Pasifik untuk mendukung operasi kemanusian bertajuk "Operation Tomodachi". Diketahui pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi mengalami kebocoran 

Pada tahun 2006 WC-135 juga diketahui diterbangkan di wilayah udara dekat Korea Utara dan mendeteksi uji coba nuklir yang dilakukan pihak Korea Utara. Yang terbaru, sebagaimana diinformasikan dalam laman Theaviationist, bahwa di awal Desember 2024 lalu AU AS merilis foto-foto WC-135R dalam penugasannya ke wilayah Timur Tengah untuk pengujian atmosfer di wilayah tersebut. Beberapa hari setelahnya, dalam perjalanan pulang (return flight)  ke pangkalannya di Nebraska AS, dalam citra radar pesawat tersebut menggunakan nama kode Atom-31 (tail number: 64-14831) diketahui bergerak dari pangkalan militer rahasia AS di tengah Samudra Hindia yang bernama Diego Garcia dan kemudian transit di pangkalan udara Andersen, Guam untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke pangkalannya di AS.

5. Memiliki biaya operasional yang mahal

potret pesawat WC-135B  yang sedang mengudara di Inggris (commons.wikimedia.org/Anthony Noble)
potret pesawat WC-135B yang sedang mengudara di Inggris (commons.wikimedia.org/Anthony Noble)

WC-135 sebagai pesawat langka yang memiliki kemampuan khusus ini, tentu memiliki biaya operasional serta biaya upgrade yang cukup mahal dan karena telah beroperasi selama puluhan tahun diperlukan peremajaan unit pesawatnya. Menurut sejumlah sumber informasi, di tahun 2003 silam saja diketahui anggaran operasional tahunan untuk pesawat ini telah menyentuh USD 2,3 juta dan tentu jauh lebih besar lagi saat ini. Menurut Defense News, pihak AU AS meminta anggaran USD 208 juta pada tahun anggaran 2019 untuk melakukan upgrade pada armada Constant Phoenix dan tambahan USD 8 juta lagi pada tahun anggaran 2020. Akhirnya, program peremajaan yang dilakukan menunjukkan bahwa lebih hemat untuk mengubah pesawat tanker KC-135R menjadi WC-135R daripada memodifikasi pesawat varian: WC-135W yang telah ada sebelumnya.

Saat ini, sejumlah konflik militer regional telah meningkatkan ketegangan dan kekhawatiran akan perang yang akan semakin meluas dan kemungkinan penggunaan senjata pemusnah massal seperti senjata nuklir. Salah satu contohnya saat ini adalah konflik peperangan yang terjadi antara Ukraina dan Rusia yang secara kasat mata telah melibatkan sejumlah negara barat yang tergabung dalam aliansi militer NATO memasok senjata ke Ukraina untuk melawan Rusia. Sejumlah negara aliansi NATO dan Rusia dikenal sebagai negara yang memiliki kekuatan nuklir.

Selain itu, masih terdapat pula konflik regional di timur tengah, laut China Selatan, serta Korea Utara dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya seperti militer AS tentu saja terus mengembangkan kecanggihan teknologi persenjataannya untuk menjadi yang paling unggul untuk melindungi aset-aset dan kepentingannya yang tersebar di seluruh dunia, sehingga pesawat langka dengan kemampuan khusus seperti WC-135 Constant Phoenix ini masih memainkan peranan penting dalam setiap program pengintaian strategis militernya.

Semoga senjata nuklir tidak pernah digunakan lagi dalam peperangan karena dampaknya yang sangat merusak serta dapat menghancurkan peradaban manusia itu sendiri dan semoga informasi ini dapat menambah wawasan kamu mengenai salah satu pesawat militer yang mempunyai kemampuan khusus dan unik, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dodi Wijoseno
EditorDodi Wijoseno
Follow Us