Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Spesies Burung Parasit, Merugikan Pasangan Burung Lain

Burung kukuk dewasa sedang mengawasi wilayah di sekitarnya. (commons.wikimedia.org/mourad-harzallah)

Dalam dunia burung, ada perilaku khusus yang dilakukan jenis tertentu bernama parasitisme induk. Perilaku ini merupakan bentuk simbiosis parasitisme yang dilakukan satu jenis induk burung yang merugikan indukan burung lagi. Bentuk parasitisme yang dilakukan si burung parasit ini pun sangat spesifik, yakni meletakkan telurnya di sarang burung lain sehingga telur mereka akan dirawat oleh indukan jenis burung lain hingga dewasa.

Hasil dari parasitisme induk ini pun beragam bagi induk korbannya. Ada yang harus kehilangan anak-anak aslinya karena sang "anak titipan" ini dapat dengan tega menjatuhkan saudara tirinya dari sarang atau bisa juga mereka tumbuh bersama-sama dalam satu sarang. Hasil-hasil tersebut tergantung dengan jenis burung parasit induk apa yang menitipkan telurnya di sarang mereka. Nah, kali ini, yuk, kita cari tahu sama-sama soal jenis burung yang punya perilaku parasitisme induk! Keep scrolling, ya!

1. Titihan leher hitam

seekor titihan leher hitam yang sedang berenang (commons.wikimedia.org/Andreas Trepte)

Sama seperti jenis titihan (genus Podiceps) lainnya, titihan leher hitam (Podiceps nigricollis) sangat menyukai habitat yang dekat dengan sumber air tawar. Mereka merupakan keluarga titihan dengan populasi dan peta persebaran terluas di dunia meliputi Afrika, Amerika Utara, Asia, hingga Eropa. Ukuran tubuh burung dengan mata berwarna merah ini sekitar 28—33 cm dengan bobot 263—450 gram. Sementara, rentang sayap berwarna hitam kecokelatannya bisa mencapai 54 cm.

Menurut AZ Animals, sifat parasitisme induk yang ditunjukkan titihan leher hitam ternyata bukan ditujukan pada spesies burung lain, melainkan pada sesama induk di sekitar area bertelur. Hal ini terjadi karena ketika musim kawin tiba, titihan leher hitam akan membentuk koloni dalam jumlah besar. Oleh karena itu, terdapat banyak sarang berbeda yang dibangun dari pasangan-pasangan yang terbentuk ketika musim kawin.

Meski jantan dan betina sama-sama menjaga sarangnya, mereka bisa saja kecolongan oleh pasangan lain. Ketika merasa sarangnya sudah penuh pada gelombang telur pertama, para titihan leher hitam betina akan mencari sarang betina lain untuk meletakkan sisa telurnya. Akibat perilaku ini, muncul fakta bahwa sekitar 40 persen telur yang ada dalam 1 sarang pasangan titihan leher panjang ternyata merupakan telur yang diletakkan oleh betina-betina dari pasangan lainnya!

2. Burung kukuk

potret burung kukuk dewasa yang sedang bertengger (commons.wikimedia.org/Vogelartinfo)

Kalau ada nominasi induk hewan paling tak bertanggung jawab, burung kukuk (Cuculus canorus) pasti jadi salah satu kandidatnya. Burung yang satu ini hidup di area terbuka dan hutan dengan peta persebaran yang sangat luas, yakni Afrika, Asia, serta Eropa. Panjang tubuh keseluruhan burung ini antara 32—34 cm dengan bobot hanya 2—2,5 gram. Akan tetapi, rentang sayap mereka termasuk sangat panjang karena bisa mencapai 55 cm.

Alasan mengapa burung kukuk jadi induk hewan paling tak bertanggung jawab karena cara mereka meletakkan telurnya di sarang burung jenis lain. Dilansir Animal Diversity, induk burung kukuk bisa menghasilkan 12—22 butir telur yang seluruhnya diletakkan di sarang jenis burung yang berbeda! Parahnya lagi, jika sarang burung targetnya sudah ada telur dan membuat burung kukuk betina tidak bisa meletakkan telurnya, mereka akan menjatuhkan telur burung pemilik sarangnya.

Kalau burung pemilik sarang tak menyadari telur burung kukuk, mereka yang akan mengerami hingga merawat anak burung kukuk ketika sudah menetas nanti. Bak buah yang jatuh tak jauh dari pohonnya, anak burung kukuk juga akan menjatuhkan "saudara tiri" mereka jika dirasa mengganggunya. Anak burung kukuk akan tinggal di sarang tersebut selama 22 hari sebelum mulai bisa hidup mandiri. Namun, ketika sudah mandiri sekalipun, anak burung kukuk akan tetap tinggal di sekitar sarang induk sambungnya selama 6—8 minggu berikutnya.

3. Walet tebing

potret sarang buatan walet tebing (commons.wikimedia.org/Jacob W. Frank)

Walet tebing (Petrochelidon pyrrhonota) dapat ditemui di Amerika Utara maupun Amerika Selatan. Sesuai dengan namanya, burung yang satu ini sangat suka tinggal di tempat-tempat tinggi dan curam, semisal tebing, lembah, bukit, sampai bangunan buatan manusia. Panjang tubuh walet tebing biasanya berkisar 127—152 mm dengan bobot antara 22—24 gram. Sementara, rentang sayap burung ini ada pada angka 278—299 mm.

Sama seperti titihan leher hitam, perilaku parasitisme induk dari walet tebing lebih ditujukan pada pasangan walet lain ketika musim kawin tiba. Menurut Animal Diversity, walet tebing sebenarnya hidup dalam kelompok besar, termasuk saat musim kawin tiba. Pasangan yang terbentuk pun sangat solid dalam membangun sarang dan menjaga telurnya dari kemungkinan predator. Akan tetapi, bukan hanya predator yang harus diwaspadai pasangan walet tebing. Jika lengah, bisa saja pasangan walet tebing lain menyusup ke sarangnya untuk bertelur di sana. Parahnya lagi, dalam beberapa kasus, si penyusup bahkan akan membuang telur asli pasangan pemilik sarang jika diperlukan.

Umumnya, pasangan walet tebing akan menghasilkan 1—6 butir telur. Namun, jika telur-telur pertama tak menetas karena dijatuhkan pasangan lain, walet tebing betina akan bertelur lagi, tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit. Menariknya, telur walet tebing hanya butuh 10—19 hari saja untuk menetas, lho.

4. Burung koboi berkepala cokelat

burung koboi berkepala cokelat yang sedang makan di atas batu (commons.wikimedia.org/Ant.tab)

Sebenarnya, seluruh keluarga burung koboi (genus Molothrus) memang mempraktikkan perilaku parasitisme induk. Hanya saja, burung koboi berkepala cokelat (Molothrus ater) mungkin jadi spesies dengan parasitisme induk yang paling populer. Burung ini dapat ditemui di padang rumput sepanjang Amerika Utara sampai Amerika Tengah. Untuk ukurannya, burung koboi berkepala cokelat punya panjang antara 16—22 cm dengan bobot 38—50 gram. Adapun, rentang sayap dari burung ini sekitar 32—38 cm.

Dilansir Nest Watch, burung koboi berkepala cokelat betina mulanya akan berkeliling dan mencari sarang dari jenis burung lain. Setelah itu, mereka akan menyelinap, meletakkan telurnya di sarang tersebut, kemudian pergi begitu saja. Meski tak separah burung kukuk, kadang si betina akan menyingkirkan telur milik burung inangnya jika tidak ada tempat yang tersisa di sarang tersebut. Selain itu, burung ini diketahui telah menjadi parasit induk setidaknya bagi 220 jenis burung berbeda di Amerika Utara.

Bagi inang yang tidak tahu kalau sedang menjadi korban burung koboi berkepala cokelat, mereka akan dengan sukarela mengerami dan merawat telur si parasit. Masa inkubasi telur burung ini hanya sekitar 10—12 hari. Anak burung koboi berkepala cokelat akan berada di sarang induk tirinya setidaknya selama 1 bulan sebelum akhirnya bisa hidup mandiri.

5. Jalak eropa

potret jalak eropa dewasa (commons.wikimedia.org/Marek Szczepanek)

Secara umum, jalak eropa (Sturnus vulgaris) dikenal sebagai burung hama yang sangat mengganggu. Sektor pertanian, peternakan, penerbangan, sampai kesehatan manusia bisa terpengaruh oleh kehadiran burung yang satu ini. Apalagi, mereka punya peta persebaran yang sangat luas, yakni meliputi Amerika Utara, Eropa, Asia, hingga Afrika. Panjang burung ini sekitar 19—23 cm dengan bobot 58—101 gram. Sementara, rentang sayap mereka ada pada angka 31—44 cm.

Dalam praktiknya, jalak eropa menunjukkan perilaku parasitisme induk pada sesama jenisnya saja. Dalam tulisan jurnal "Brood Parasitic European Starlings Do Not Lay High-quality Eggs", disebutkan bahwa pelaku parasitisme induk pada jalak eropa adalah betina yang baru pertama kali bertelur ke sarang jalak lain ketika sedang tidak dijaga. Sekitar 37 persen dari seluruh sarang pasangan jalak eropa yang terbentuk ketika musim kawin diketahui memiliki telur yang berasal dari betina pelaku parasitisme induk tersebut.

Telur jalak eropa biasanya butuh 12 hari untuk menetas. Setelah itu, mereka akan dirawat oleh induk tirinya hingga bisa mandiri pada usia 3 minggu. Hebatnya, meski punya perilaku parasitisme induk, populasi jalak eropa terbilang sangat besar. Berkat kemampuan adaptasinya yang luar biasa, saat ini setidaknya ada ratusan juta jalak eropa yang tersebar di seluruh dunia.

Perilaku parasitisme induk mungkin terdengar kejam bagi kita. Akan tetapi, perilaku ini bukan sesuatu yang dimiliki burung-burung di atas hanya dalam waktu semalam. Berkat adaptasi, insting, dan keadaan di sekitarnya, burung pelaku parasitisme induk nyatanya bisa bertahan dengan baik di habitat alaminya. Pada akhirnya, dalam dunia hewan, hanya yang kuat dan bisa beradaptasi dengan baik di alamlah yang dapat bertahan sekalipun caranya terkesan kotor bagi kita sebagai manusia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yudha
EditorYudha
Follow Us