Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tak Selalu Baik, Ini 5 Dampak Buruk Akibat Selalu Berpikir Positif

pexels.com/Vlada Karpovich

Sejak lama, kita semua didikte untuk menjadi pribadi yang positif dalam segala aspek. Bahkan, tak terhitung jumlah buku, blog, artikel, dan berita yang memberikan pujian atas kekuatan pemikiran positif. Namun, semakin ke sini, makin banyak yang mempertanyakan manfaat menjadi positif. Apakah ini benar-benar sehebat yang selama ini orang-orang pikir.

Faktanya, walaupun menjadi orang yang positif memiliki banyak manfaat, memaksakan diri untuk menjadi positif setiap saat justru bisa menimbulkan dampak negatif. Yuk, kita bahas apa saja dampak buruk yang mungkin ditimbulkan akibat selalu berpikir positif.

1. Ini bisa membuat orang yang sedang tidak baik-baik saja menjadi lebih buruk

unsplash.com/Yuris Alhumaydy

Barbara Ehrenreich, dalam bukunya yang berjudul Bright-Sided: How Positive Thinking Is Undermining America, menceritakan pengalaman pribadinya dalam melawan kanker. Dalam pengalamannya, berpikir positif menuntun orang-orang yang mengalami masa-masa sulit untuk secara sadar atau tidak justru menjatuhkan diri mereka sendiri. Ketika seseorang terluka atau sakit, kemarahan dan kesedihan adalah emosi yang rasional untuk dimiliki seseorang, bukannya memaksakan diri untuk berpikir positif yang justru membuat kondisi semakin parah.

Bahkan, di antara populasi yang sehat, psikolog menemukan bahwa mencoba untuk bahagia bisa membuat seseorang lebih sengsara, menurut laman Psychology Today.

2. Ekspektasi yang tidak realistis bisa menjadi bumerang bagi diri sendiri

unsplash.com/Tachina Lee

Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam American Psychologist, para peneliti memperkirakan sekitar satu dari empat resolusi diabaikan dalam minggu pertama dan hingga 90 persen dari upaya perbaikan diri secara keseluruhan berakhir dengan kegagalan. Menariknya, hal ini bukan disebabkan karena pesimisme atau kepercayaan diri yang lemah, melainkan karena optimisme yang berlebihan. Semakin ambisius tujuan, semakin percaya diri kamu untuk mencapainya. Selain itu, semakin kamu berharap mendapatkan keuntungan darinya, pada akhirnya, semakin kecil kemungkinan untuk berhasil.

Di sisi lain, mereka yang cenderung lebih pesimis justru lebih mungkin untuk mencapai tujuannya. Ini karena keraguan diri mendorong mereka untuk bekerja lebih keras guna mencapai tujuannya. Jadi, jika kamu benar-benar menginginkan sesuatu, lebih baik kamu berpikir bahwa kamu akan kesulitan mendapatkannya daripada berasumsi bahwa kamu sudah pasti akan mendapatkannya agar kamu termotivasi untuk mengejarnya.

3. Terobsesi membuat orang lain jadi orang yang positif dalam waktu singkat

pexels.com/nappy

Orang yang selalu berpikir positif cenderung menganggap motivasi sebagai sesuatu yang dapat ditempa, padahal kenyataannya tidak selalu demikian. Pada kebanyakan kasus, tingkat kemauan seseorang bergantung pada kepribadian dan nilai inti. Inilah sebabnya mengapa dua orang akan bereaksi sangat berbeda terhadap pengalaman yang sama, bahkan dalam kasus yang ekstrem.

Menurut studi dalam Journal of Personality and Social Psychology, orang yang bahagia cenderung tetap tenang ketika hal-hal buruk menimpa mereka, sedangkan orang yang berpikiran negatif tampaknya hanya dapat menikmati peristiwa dalam waktu singkat. Jadi, kita tidak dapat mengharapkan orang untuk mengubah pola pikir mereka dengan cara yang mudah. Artinya, lebih baik kita menerima hal ini daripada memaksakan orang lain untuk menjadi pribadi yang positif.

4. Selalu berpikir positif membuatmu mengabaikan fleksibilitas psikologis

pexels.com/Vlada Karpovich

Dikutip dari laman Psychology of Wellbeing, fleksibilitas psikologis adalah kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya psikologis yang kita miliki pada saat kita paling membutuhkannya. Teori ini menolak gagasan bahwa kita semua harus berjuang untuk optimisme yang lebih besar dan gaya berpikir yang lebih positif.

Sebaliknya, kita paham tentang kapan waktunya menggunakan optimisme dan kapan menggunakan pesimisme. Sebab, semua emosi ini bermanfaat bagi diri kita sendiri. Jadi, daripada berfokus pada emosi positif, kita harus menggunakan seluruh spektrum respons emosional yang kita miliki dan menggunakannya pada situasi yang tepat.

5. Tidak bagus untuk persahabatan

unsplash.com/Mimi Thian

Ketika sahabatmu mengalami kesulitan, kamu harus memberikan dukungan yang tepat. Orang yang positif cenderung menghibur dan meyakinkan orang lain bahwa semuanya akan baik-baik saja. Sayangnya, dalam hal memberikan dukungan sosial, kepositifan seperti ini justru dapat dianggap meremehkan atau tidak peka. Menurut studi kecil dalam laman The Psychologist menyatakan bahwa menyuruh orang yang sedang curhat untuk tidak khawatir justru membuat orang tersebut merasa kesal.

Hal senada ditunjukkan oleh studi yang telah diterbitkan dalam jurnal Perspectives on Psychological Science. Dalam penelitian tersebut, disebutkan bahwa orang yang secara konsisten mengalami banyak emosi positif dalam hidup cenderung tidak mampu memahami ketika orang lain tidak merasa terlalu optimis.

Intinya, kita membutuhkan setiap emosi, baik positif maupun negatif. Namun, pengaturan waktu dan moderasi adalah segalanya. Kamu tidak perlu memaksakan diri sendiri atau orang lain selalu menjadi positif karena hal ini justru tidak baik.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Eka Ami
EditorEka Ami
Follow Us