"Alih-alih membangun sistem pengatur baru bagi pembentukan jari, alam justru memanfaatkan mekanisme yang sudah ada sebelumnya, yang awalnya aktif pada kloaka," ujarnya dalam sebuah rilis.
Asal-usul Jari Manusia Berawal dari Organ Ikan 380 Juta Tahun Lalu

- Evolusi mendaur ulang sistem lama
- Temuan DNA pada jari tikus dan kolaka
- Peneliti menggunakan teknologi CRISPR-Cas9
Asal-usul jari manusia ternyata bisa ditelusuri kembali ke seekor ikan purba yang hidup ratusan juta tahun lalu. Penelitian terbaru yang diterbitkan di jurnal Nature (17 September 2025) mengungkap bahwa "saklar DNA" yang mengatur pembentukan jari tangan dan kaki manusia berawal dari mekanisme genetik yang dulu berfungsi membentuk kloaka pada ikan sekitar 380 juta tahun silam.
Temuan ini menjadi bukti menakjubkan tentang bagaimana evolusi bekerja dengan prinsip “tidak ada yang terbuang”. Evolusi memanfaatkan kembali perangkat genetik lama untuk menciptakan struktur tubuh baru yang lebih kompleks.
1. Evolusi mendaur ulang sistem lama
Ahli genetika perkembangan dari University of Geneva, Denis Duboule, yang terlibat dalam penelitian tersebut menjelaskan bahwa temuan ini menjadi contoh mencolok bagaimana evolusi berinovasi dengan cara mendaur ulang sistem lama untuk menciptakan yang baru.
Pertanyaan tentang bagaimana hewan berkaki empat (tetrapoda) berevolusi dari nenek moyang ikan untuk memiliki jari telah lama menarik perhatian para ilmuwan. Selama ini, salah satu teori menyebut bahwa jari berevolusi dari sirip ikan.
2. Temuan DNA pada jari tikus dan kolaka

Proses pembentukan jari pada hewan berkaki empat (tetrapoda) diatur oleh gen bernama Hoxd yang merupakan bagian dari sistem pengendali genetik yang kompleks. Untuk memahami asal-usulnya, tim peneliti dari Amerika Serikat dan Swiss membandingkan genom ikan zebra (zebrafish) dan tikus. Peneliti melihat pada wilayah di sekitar gen Hoxd yang mengandung “saklar DNA” pengatur ekspresi gen tersebut.
Menariknya, meskipun ikan zebra tidak memiliki jari dan kehilangan beberapa gen Hoxd, mereka tetap memiliki lanskap genetik di sekitar gen Hox yang tersisa. Hal ini memunculkan pertanyaan, apa fungsi awal apa yang sebenarnya dimiliki oleh sistem genetik tersebut?
Untuk menjawabnya, para peneliti memberi penanda fluoresen pada saklar DNA tersebut di embrio tikus dan ikan zebra. Hasilnya, pada embrio tikus, saklar itu menyala di bagian jari, sedangkan pada ikan zebra justru menyala di kloaka, yaitu lubang untuk pembuangan urine atau feses.
Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme pembentukan jari modern mungkin berevolusi dari sistem genetik yang dulunya mengatur pembentukan organ kloaka pada nenek moyang ikan.
3. Peneliti menggunakan teknologi CRISPR-Cas9
Langkah selanjutnya dalam penelitian ini adalah melihat apa yang terjadi jika elemen pengatur tersebut dihapus menggunakan teknologi CRISPR-Cas9. Hasilnya memberikan bukti bahwa pada tikus yang kehilangan wilayah pengatur itu, jari tangan dan kaki mereka gagal terbentuk dengan sempurna. Sebaliknya, pada ikan zebra, bagian yang tidak berkembang sesuai rencana justru kloaka, bukan siripnya.
Temuan ini menunjukkan bahwa fungsi asli dari lingkup genetik tersebut adalah membantu pembentukan kloaka pada ikan purba yang berperan dalam pembuangan dan reproduksi.
Namun, seiring evolusi hewan berkaki empat dari nenek moyang akuatik mereka, sistem genetik lama ini kemudian “didaur ulang” oleh alam untuk membentuk struktur baru, yaitu jari-jari yang kini menjadi ciri khas manusia dan banyak hewan darat lainnya.
Masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menelusuri keterkaitan ini serta berbagai perubahan lain yang mungkin terjadi sepanjang evolusi kehidupan di Bumi. Namun, bisa dipastikan bahwa evolusi bukanlah proses yang selalu dimulai dari nol, melainkan perjalanan panjang yang penuh kreativitas.
Referensi
Hintermann, Aurélie, Christopher C Bolt, M Brent Hawkins, Guillaume Valentin, Lucille Lopez-Delisle, Madeline M Ryan, Sandra Gitto, et al. “Co-option of an Ancestral Cloacal Regulatory Landscape During Digit Evolution.” Nature, September 17, 2025.
"The origin of our digits". Diakses pada Oktober 2025. Université de Genève.

















