Godden, Alice M, Benjamin T Rix, and Simone Immler. “Diverging Transposon Activity Among Polar Bear Sub-populations Inhabiting Different Climate Zones.” Mobile DNA 16, no. 1 (December 12, 2025): 47.
Laidre, Kristin L., Megan A. Supple, Erik W. Born, Eric V. Regehr, Øystein Wiig, Fernando Ugarte, Jon Aars, et al. “Glacial Ice Supports a Distinct and Undocumented Polar Bear Subpopulation Persisting in Late 21st-century Sea-ice Conditions.” Science 376, no. 6599 (June 16, 2022): 1333–38.
"Polar bears are adapting to climate change at a genetic level – and it could help them avoid extinction". Diakses pada Desember 2025. The Conversation.
Beruang Kutub Menunjukkan Tanda Evolusi di Iklim yang Lebih Hangat

- Perubahan DNA terkait langsung dengan kenaikan suhu
- Populasi terisolasi menunjukkan aktivitas gen yang berbeda
- Lingkungan lebih hangat memicu tekanan ekologis
Samudra Arktik kini berada pada kondisi terhangat dalam 125.000 tahun terakhir. Suhu terus meningkat, dan dampaknya mengancam masa depan beruang kutub. Lebih dari dua pertiga populasi diperkirakan punah pada 2050, dengan risiko kepunahan total menjelang akhir abad ini.
Namun penelitian terbaru memberi gambaran yang lebih kompleks. Perubahan iklim ternyata mendorong perubahan pada genom beruang kutub. Adaptasi genetik ini berpotensi membantu mereka bertahan di lingkungan yang lebih hangat.
Jika beruang kutub masih bisa menemukan cukup makanan dan pasangan berkembang biak, peluang bertahan hidup di iklim baru ini belum sepenuhnya tertutup.
1. Perubahan DNA terkait langsung dengan kenaikan suhu
Penelitian ini menemukan hubungan kuat antara kenaikan suhu di Greenland tenggara dan perubahan DNA beruang kutub. Tim peneliti mencatat perbedaan suhu yang besar antara wilayah Greenland timur laut dan tenggara. Wilayah tenggara mengalami kondisi yang jauh lebih hangat.
Untuk menguji dampaknya, peneliti menggunakan data genetik beruang kutub yang tersedia secara publik dari University of Washington. Data ini berasal dari sampel darah beruang kutub di Greenland utara dan tenggara. Perbandingan ini menunjukkan bahwa lingkungan yang lebih hangat berkaitan langsung dengan perubahan pada genom beruang kutub.
2. Populasi terisolasi menunjukkan aktivitas gen yang berbeda

Studi ini melanjutkan temuan peneliti University of Washington yang menunjukkan bahwa beruang kutub Greenland tenggara berbeda secara genetik dari populasi di timur laut. Beruang di wilayah tenggara bermigrasi dari utara lalu terisolasi sekitar 200 tahun lalu.
Tim Washington mengekstraksi RNA dari sampel darah dan melakukan pengurutan. Penelitian lanjutan ini menggunakan data tersebut untuk menganalisis ekspresi RNA, yaitu penanda gen mana yang aktif dalam kaitannya dengan iklim.
Pendekatan ini memberi gambaran rinci tentang aktivitas gen, termasuk perilaku elemen transposabel. Analisis ini dikaitkan dengan data suhu Greenland yang dipantau ketat oleh Danish Meteorological Institute.
3. Lingkungan lebih hangat memicu tekanan ekologis
Analisis menunjukkan suhu di Greenland timur laut lebih dingin dan stabil, sementara wilayah tenggara lebih hangat dan berfluktuasi tajam. Di tenggara, tepi lapisan es yang mencakup sekitar 80 persen Greenland terus mundur dengan cepat. Kondisi ini memicu kehilangan es dan habitat dalam skala besar.
Hilangnya es menjadi masalah serius bagi beruang kutub karena mengurangi platform berburu anjing laut, yang berdampak pada keterasingan dan kelangkaan makanan. Perbedaan lanskap juga tajam. Greenland timur laut didominasi tundra Arktik yang datar, sedangkan wilayah tenggara berupa tundra hutan dengan curah hujan tinggi, angin kencang, dan pegunungan pesisir yang curam.
4. Iklim hangat mempercepat perubahan genetik
Perubahan iklim dapat mempercepat evolusi DNA melalui tekanan lingkungan. Dalam genom beruang kutub, sekitar 38,1 persen tersusun dari elemen transposabel atau TE, fragmen genetik yang bisa berpindah dan menyisip di lokasi baru secara acak.
Pada manusia, TE mencakup sekitar 45 persen genom, sementara pada tumbuhan bisa lebih dari 70 persen. Aktivitas TE biasanya ditekan oleh molekul pelindung bernama piRNA.
Namun saat tekanan lingkungan terlalu kuat, sistem ini tidak mampu mengendalikan pergerakan TE. Penelitian ini menemukan bahwa iklim lebih hangat di Greenland tenggara memicu mobilisasi besar TE di seluruh genom beruang kutub, sehingga mengubah urutan DNA mereka.
5. Respons stres memengaruhi TE

Peneliti menemukan bahwa sekuens TE pada beruang kutub Greenland tenggara tampak lebih muda dan lebih banyak. Lebih dari 1.500 TE menunjukkan peningkatan aktivitas yang menandakan perubahan genetik baru. Beberapa TE ini tumpang tindih dengan gen yang terkait respons stres dan metabolisme.
Temuan ini mengisyaratkan peran TE dalam membantu beruang kutub menghadapi suhu yang meningkat. Analisis gen lompat ini menunjukkan bagaimana genom beruang kutub dapat beradaptasi dan merespons tekanan lingkungan dalam jangka pendek di iklim yang lebih hangat.
6. Adaptasi genetik mungkin membantu untuk bertahan hidup
Penelitian ini menemukan bahwa beberapa gen yang terkait stres panas, penuaan, dan metabolisme berperilaku berbeda pada beruang kutub di Greenland tenggara. Perubahan ini menunjukkan adanya penyesuaian terhadap kondisi yang lebih hangat.
Peneliti juga mendeteksi gen lompat aktif di bagian genom yang berperan dalam pengolahan lemak. Fungsi ini penting saat makanan langka. Temuan ini membuka kemungkinan bahwa beruang kutub di wilayah tenggara mulai beradaptasi dengan pola makan yang lebih kasar dan berbasis tumbuhan, berbeda dengan populasi utara yang bergantung pada anjing laut berlemak.
Temuan ini menunjukkan bahwa beruang kutub tidak sepenuhnya pasif menghadapi pemanasan global. Perubahan genetik memberi sinyal adanya kemampuan adaptasi jangka pendek. Namun peluang bertahan hidup tetap bergantung pada ketersediaan makanan dan ruang hidup yang terus menyusut.
Referensi


















