Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi kucing menggemaskan (Unsplash/ Bofu Shaw)

"Ih gemas banget, jadi ingin cubit deh."

Pernahkah kalimat seperti itu lewat di benak kamu saat melihat bayi manusia atau bayi hewan? Ada dorongan dalam diri kamu untuk mencubit, menggigit, bahkan meremas sesuatu yang lucu dan mungil. Apa yang diawali dari rasa kegemasan berlanjut pada perilaku agresif.

Tak perlu khawatir, perilaku agresif ini muncul tanpa ada niatan untuk menyakiti. Perasaan ini juga dialami oleh banyak orang. Dilansir Neuroscience News, BrainFacts, dan NPR, berikut adalah fakta-fakta berbasis sains mengenai fenomena tersebut, cute aggression.

1. Terjadi karena ketidakmampuan menghadapi kelucuan yang berlebihan

ilustrasi bayi (unsplash.com/Minnie Zhou)

Cute aggression atau agresi lucu adalah dorongan untuk meremas, mencubit, menggigit, dan meremukkan sesuatu yang lucu tanpa ada keinginan untuk menyakiti. Pikiran agresif terhadap sesuatu yang menggemaskan (misalnya bayi manusia dan bayi hewan) merupakan salah satu contoh ekspresi emosi positif yang 'dimorsif'.

Ekspresi dimorsif merupakan perasaan positif yang dapat menghasilkan tindakan yang berlawanan. Sebagai contoh, dalam episode terakhir anime aksi yang kamu sukai, tokoh favoritmu hampir kalah duel melawan musuh utama, the big bad. Namun, tiba-tiba tokoh ini melakukan comeback diiringi dengan lagu pembuka anime tersebut. Penuh dengan rasa hype dan kegembiraan, kamu menitikkan air mata. 

Terbayang, kan?

Nah, sama halnya dengan agresi lucu. Mereka yang mengalami hal tersebut tidak dapat menghadapi kelucuan ini sehingga muncul pikiran untuk melakukan 'serangan'. Menurut Ariana Aragón selaku asisten profesor di Clemson University, orang yang sering terdorong untuk mencubit pipi bayi sama dengan orang yang cenderung menangis saat pernikahan atau saat kelahiran bayi.

2. Dialami sebagian orang dewasa

Editorial Team

Tonton lebih seru di